Tipuan Togu

“Siapa sosok yang sebenarnya di dalam tubuh ibu ku?” pekik Faga berjalan mundur.

“Aahaha! Tidak kah kau menyadari rambut ibu kalian yang berubah berwarna merah? Seharusnya dia sudah mati setelah di cabik oleh serigala. Tapi darah dan lukanya cepat sekali sembuh” ucap Togu.

"Kakak lihat! ibu bersikap aneh!" teriak Faga histeris.

Opila menarik tubuh Faga saat akan mendekati Meran. Suara retakan tulang, fostur tubuh Meran berubah membungkuk dengan tongkat yang berada di tangan kanannya. Opila dan Faga menjerit ketakutan, sosok Meran berubah menjadi wanita tua dengan senyum menyeringai menatap mereka.

Opila berlari sambil menyeret kakinya yang pincang lalu mengguncangkan tubuh Togu. Dia menjerit setengah mati hingga suara serak berkali-kali meminta agar si penyihir bisa mengembalikan ibunya seperti semula. Togu melakukan penawaran padanya sambil menunjuk ke arah wujud Meran yang berbeda.

“Cepat kau pilih meminta ibu mu kembali tapi engkau harus tinggal bersama ku atau membiarkan ibu mu itu dengan wujud berbeda seutuhnya di kuasai oleh si ratu iblis” ucap Togu menyeringai memberikan penawaran.

Mendengar perkataannya itu, Opila memohon pada Faga untuk memilih ibu mereka. Tanpa pikir panjang, Opila menyetujui dengan memilih pilihan pertama. Mereka tidak mengira bahwa pilihan itu hanya cukup merubah Meran seperti sedia kala akan tetapi tidak bisa melepaskannya dari belenggu perjanjian dengan si iblis.

Semua kesalahan ini bermula tepat ketika Meran memberikan racun penghancur jiwa pada Bening. Togu tertawa lalu menyiram sosok wanita iblis tua dengan cairan hijau mengepul asap putih tepat di tubuhnya.

Seketika wujud Meran berubah-ubah, beberpa detik dia menjadi sosok iblis tua lalu berubah menjadi Meran. Togu mengaduk botol lain, dia menyiram lagi dengan cairan hijau berisi mantra. Kali ini Meran kembali dengan wujudnya sendiri. Sosok iblis tua bersembunyi diantara jiwanya, kedua anaknya yang tidak mengetahui memeluk Meran dengan tangisan tersedu-sedu.

“Apa yang terjadi?” tanya Meran.

“Tidak apa-apa. Aku hanya mengobati luka mu” ucap Togu menyembunyikan kenyataan.

“Ibu, kami takut sekali. Aku pikir akan kehilangan mu!” ucap Opila memeluknya erat.

Dia tidak membayangkan jika harus kehilangan sang ibu. Walau pada akhirnya dia harus berpisah dengannya tapi setidaknya ibunya masih bisa di selamatkan dari sihir ata sosok aneh tersebut.

“Bu, ayo kita cari penginapan. Aku sudah sangat lelah” kata Faga mengusap matanya.

“Kita tidak bisa keluar hutan sebelum kalian bisa berjalan normal kembali. Togu pasti mengijinkan kita menginap untuk sementara waktu” ucap Nay.

“Silahkan kalian tinggal disini sampai luka-luka itu sembuh. Disana ada sebuah kamar kosong, tapi ingat jangan pernah buka jendela di malam hari” kata Togu memberi peringatan.

......................

Sang dewi tidur di bawah pohon beralaskan dedaunan. Di atas perbukitan Himalaya, dia seperti seorang musafir yang tidak tentu arah sampai hidup tanpa atap menembus dinginnya malam. Semula dia berpikir tanpa selimut yang hangat bisa membuatnya terlelap. Tapi lagi-lagi dia melupakan kodrat sementara sedang berada di dalam tubuh manusia.

Hawa dingin menyerang, sang putri menggigil sepanjang malam. Suara gertakan gigi, gerakan tubuh membeku, pucat wajahnya menahan berusaha menutupi tubuh menggunakan dedaunan. Siluman kelinci putih yang melihatnya merubah diri menjadi sosok kelinci raksasa lalu menyelimuti tubuhnya dengan bulunya yang tebal.

“Wahai kelinci, untung saja engkau wanita. Jika tidak maka aku akan memanggang mu di dalam api yang sedang aku nyalakan ini” ucap Demusa.

“Engkau adalah panglima perang di masa lalu yang tidak pernah melupakan siapa siluman yang membuat mu selalu marah. Kini aku akan bersikap lebih manis lagi di hadapan mu. Hihihihh” jawab si kelinci.

“Apa maksud dari ucapan mu?”

“Tunggu saja, suatu saat engkau pasti kembali mengingat semuanya!”

......................

Sang dewi berhasil melewati rasa sakit, si kelinci perlahan membantu menghangatkan tubuhnya begitu pula bakaran api yang di nyalakan oleh Demusa. Para siluman di balik persembunyian diam-diam mengintai. Demusa menjaga di depannya menahan rasa kantuk hingga pagi menjelang. Bakaran api yang padam, embun basah jatuh di dahi membangunkannya melirik sipit terik cahaya matahari. Dia sudah tidak lagi melihat sang dewi ataupun si kelinci. Demusa berlari sambil membawa pedang miliknya mencari di sekitar perbukitan.

“Kemana perginya mereka?” gumam Demusa.

Jarak perjalanan sang dewi pergi meninggalkannya menuruni bukit menuju pasar tradisional. Ramai masyarakat dengan melakukan sistem jual beli menggunakan mata uang perak, emas maupun uang tunai. Kali ini dia menukar aksesoris emas yang tersisa darinya untuk membeli makanan. Sisa dari penjualan itu dia letakkan di kantung lalu berjalan menuju ke sebuah kerumunan tempat pertandingan seni bela diri.

“Ayo siapa yang berani melawan ku! Aku lah si pendekar hebat dari wilayah Timur! Ahahah!” teriak seorang pria besar berotot menepuk dadanya.

“Cepat pasang taruhannya! Emas untuk si pemenang dan perak untuk yang memenangkan namanya” ucap seseorang yang berdiri di depan wilayah pertandingan.

“Belum ada yang berani melawannya bagaimana kami bisa membuat taruhan?” ucap salah satu warga.

“Kalau tidak ada yang berani melawannya maka sudah di putuskan bahwa dia adalah pemenangnya” ucap pria itu.

Saat juri akan memukul ketukan palu, sang dewi mengangkat tangan lalu berjalan menaiki tangga tempat pertandingan. Kehadirannya menjadi bahan tawa orang-orang dengan lirikan yang tajam. Begitu pula si pria berotot yang langsung melemparkan pedangnya untuk di berikan padanya.

“Aku akan melawan mu tanpa senjata apapun. Ayo manis, cepat ambil pedang itu dan bermain lah bersama ku! Ahahahh!” ucap si pria berotot lalu mendekatinya.

Dia mengusap ujung dagu sang dewi, tingkahnya yang membuatnya marah menepis tangannya. Pria itu terus menggoda dengan gerakan kecil membuat sang putri mulai menyerang meski belum meraih senjata yang di berikan untuknya. Membanting tubuh pria berotot itu sebanyak lima kali sampai arena lantai rusak.

Semua orang yang menyaksikan terperangah, mereka bungkam melihat kekuatan pada wanita kecil mungil yang semula mereka pikir mustahil mengalahkan si pria besar berotot. Putri meneruskan serangan walau pria itu sudah sekarat. Tepat durasi pertandingan terhenti, benteng pertahannya ambruk.

Dia benar-benar menanggung malu dapat di kalahkan oleh seorang wanita muda.

Sementara tiga orang yang memenangkan taruhan itu bersorak gembira mengambil semua emas dan perak lalu membagi setengahnya kepada sang dewi.

“Nona muda, ini adalah hadiah atas kerja keras mu” ucap wanita bertubuh kurus memberikan tumpukan itu padanya.

Sang dewi tersenyum menerima lalu berjalan berbalik arah di ikuti oleh si kelinci putih. Namun, beberapa pria menghadang membentang pedang besar menyerbunya. Hasil pendapatan yang ternilai itu jatuh berhamburan. Dia geram berbalik arah menyerang menggunakan jurusnya, dia sedikit kehilangan energi karena belum masih stabil duduk di dalam tubuh Kahiyang. Demusa terbang menggunakan jurusnya menghabisi para pria tersebut dengan satu tebasan pedang petir miliknya.

Terpopuler

Comments

Tanah Karo

Tanah Karo

manusia saja pandai menipu apalagi penyihir 😶😶😶😶😶😶😶

2023-02-06

0

Utari💥

Utari💥

TOGU memanfaatkan situasi

2023-02-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!