Para dayang memperhatikan gelagat Faga yang menggedor pintu kamar Bening. Hingga pintu itu terbuka akibat bantingan tenaga dalamnya yang kuat.
Dubragh
Faga berlari mendekat ke sang dewi, tangannya terbuka mengayun ke wajahnya. Dengan sigap posisi cepat mengelak, kaki sang dewi menendang bokongnya. Tubuh kakak tirinya itu tersungkur sampai dahi membentur ujung meja.
“Arghh, sakit!” Faga meringis mengusap lukanya dengan tangan.
“Aku berdarah! Ibu!” jerit Faga meninggalkannya.
Beberapa menit kemudian
Suara kaki kuda berhenti di kediaman tuan Zafran, Meran menyambut kedatangan suaminya bersama kedua anak-anaknya. Memasang wajah yang menggoda di iringi senyuman, kedua anak sambung dari istri kedua tuan Zafran menutupi segala kelakuan jahat mereka pada Bening. Putri pertamanya Opila membungkus kedua kakinya dengan perban. Dia memakai tongkat, berjalan tertatih mendekatinya.
“Ayah, syukurlah engkau pulang.”
“Apa yang sudah terjadi pada mu?” tanya tuan Zafran.
Dia membantu Opila berjalan masuk ke dalam rumah. Pandangan beralih melihat kepala Faga yang di perban.
“Kenapa kalian sampai terluka seperti itu?”
”Bening yang telah melakukan semuanya. Aku hanya ingin menasehatinya agar tidak membantah segala perkataan ibu. Hikss” suara parau Meran memaksa mengeluarkan air mata palsu. Dia menepikan kepala di pundaknya.
“Aku tidak percaya jika Bening dapat melakukan semua ini. Tapi melihat semuanya membuat ku tidak ingin memaafkan anak itu” kata tuan Zafran melotot.
Dia baru pulang dari tugas luar kota, masalah baru muncul mengatasnamakan Bening. Dia berpikir karena telah lama di tinggal ibu kandungnya Renja sehingga sifatnya berubah drastis dan menyakiti kedua kaka tirinya itu.
Tanpa beristirahat sejenak, tuan Zafran mencari Bening di setiap ruangan. Mereka bertemu di dekat paviliun bunga Teratai. Dia sudah memasang wajah marah, akan tetapi sorot tajam pandangan putri Yumna melihat lelaki tua yang asing di hadapannya bersiap melemparkan perkataan yang mematahkan setiap kejahatan dari ibu iri maupun kakak tirinya.
“Siapa dia? Bentuk wajah agak mirip dengan tubuh wanita ini” gumam sang dewi.
Di belakangnya sudah berdiri Ibu tiri dan kedua saudara tirinya. Mereka tersenyum menyeringai.
“Bening, kenapa kamu tega melukai kedua saudara mu? Apakah ini balasan mu atas kebaikan mereka menjaga mu selama ayah pergi?” bentaknya menggelegar.
Sudah dua tahun beliau meninggalkannya berdagang setelah kepergian sang ibu. Dia membawa istri kedua dan kedua anak tiri membuat hidup Bening bagai di neraka. Selama ini Bening tidak pernah melakukan perlawanan atas perlakuan ibu dan saudara tirinya. Tapi putaran dunia telah merubah hidupnya.
“Bening kenapa kau hanya diam saja? Cepat minta maaf kepada mereka!” ucap tuan Zafran menahan pukulan.
“Jadi begini permainan hidup dan kekejaman mereka bertiga, baiklah aku akan menunjukkan ke mereka siapa Bening yang sekarang” gumam sang dewi memegang kepalanya.
“Maaf tuan, keadaan nona ketiga sedang tidak baik. Maafkanlah semua kesalahannya tuan.”
Pelayan tertua yang paling perhatian kepada Bening, dia sangat prihatin melihatnya selalu berwajah muram sepeninggal sang ibu serta selalu di tindas oleh ibu tiri dan kakak tirinya.
“Apa? Bahkan seseorang yang amnesia sekalipun tidak pantas bersikap kejam terhadap saudara sendiri. Cepat minta maaf!”
“Ayah, maaf kan aku yang telah lalai melaksanakan tugas untuk mencuci pakaian di sungai. Sehingga kedua kakak tergelincir mengenai bebatuan karena tanpa sengaja aku memegangi tubuh mereka saat aku akan terjatuh” lirih suara putri serak menangis bersujud.
“Apa maksud semua ini? Kalian bertiga, apakah benar apa yang di katakan oleh Bening?” tanya Zafran sangat kesal.
“Ayah, bagaimana bisa aku menjadi anak yang pembangkang? Engkau telah bersusah payah mengurus ku setelah kepergian ibu.”
Sang dewi memeluk dayang Kun yang berada di samping dirinya.
“Kahiyang anak ku, engkau tampak benar-benar menderita. Bahkan engkau tidak ingin memeluk ayah mu lagi” gumam Zafran memperhatikan keseriusan kerutan raut wajahnya.
Sang dewi menunjukkan kedua telapak tangannya yang kasar dan penuh luka, dia juga melepaskan perban yang masih membalut lengannya.
“Ayah, lihatlah semua luka ku ini. Hiks, hiks.”
“Dasar anak kecil yang licik!” suara kecil Meran.
“Suami ku, aku tidak mungkin melakukan hal itu kepada Bening. Dia telah berbohong untuk menutupi kesalahannya." Meran menarik lengan sang suami kuat.
“Ibu, kenapa engkau begitu membenci ku? Ayah, jika engkau tidak percaya dengan ku maka sekarang engkau suruh mereka untuk melepas perban” kata sang dewi memelas.
“Bening kau sungguh keterlaluan!”
Opila melupakan bahwa dia sedang melakukan drama kaki yang di perban. Dengan cepat dia menampar wajah Bening akan tetapi Zafran terlebih dahulu menamparnya.
“Penjaga, cepat bawa mereka berdua ke dalam gudang!” perintah Zafran.
“Suami ku, engkau tidak boleh menghukum anak kita” ucap Meran menekuk lutut.
“Diam lah! kau juga harus minta maaf kepada Bening!" ucap Zafran kemudian pergi berlalu.
“Aku tidak akan memaafkan mu” bisik Meran mendekati Bening.
Pukulan kuat mendarat ke tubuh Meran, anak tiri yang sudah bisa melawan kini menjadi harimau buas yang seolah akan memangsa. Aura Bening terlihat berubah menakutkan, hawa dingin membungkus tubuh membuat Meran menjadi ketakutan dan langsung pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apapun.
“Nyonya muda sungguh hebat, sudah bisa melawan mereka” kata dayang Ibri sambil berjalan dengannya menyamakan langkah kaki menuju kamar peristirahatan.
Paviliun peristirahatan Bening berada di antara kolam Lotus dan perkebunan sayur-sayuran. Langkah kakinya berhenti menoleh melihat tumbuhan yang mengering.
“Apa yang sedang terjadi dengan tumbuh-tumbuhan tersebut?”
“Nyonya, wilayah selatan telah mengalami kekeringan, hujan tidak kunjung turun selama beberapa bulan yang mengakibatkan tanah yang tandus. Biasanya setengah hasil panen di bagikan kepada masyarakat dan setengah lagi di pergunakan untuk bahan pangan keperluan kediaman rumah tuan besar" jawab sangat dayang menjelaskan.
Dewi Yumna memutar pergelangan tangan membentuk pusaran angin. Sedikit demi sedikit angin menjadi kencang dan terbentuk sambaran kilatan dari atas langit. Awan Hitam rapat perlahan menurunkan rintik hujan. Senja menjelang malam, sang dewi yang berasal dari Khayangan itu memanfaatkan kekuatan bulan untuk membuka pintu langit untuk menurunkan hujan.
“Hujan!!!”
“Hore, hujan turun! Kita mendapatkan air yang bersih!” sorak teriak orang-orang di luar.
“Nyonya, ayo kita masuk ke dalam rumah.”
Dayang Ibri membuka pintu lalu membantu sang dewi melepaskan bajunya yang basah.
“Tidak, aku bisa mengganti baju sendiri.”
“Tapi non, itu sudah menjadi kewajiban saya.”
“Mulai sekarang, aku akan mandi dan berpakaian sendiri. Kita seumuran bukan? Kenapa engkau tidak memanggil ku nama saja?” ucap sang dewi.
“Saya tidak berani nyonya” jawab sang pelayan menunduk.
Sang dewi memperlakukan dayang Ibri seperti sahabatnya sendiri, kedekatan mereka di ketahui Opila sehingga wanita itu memikirkan sebuah rencana untuk menyingkirkan Bening.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
linggis
love❤
2023-02-14
0
Hanum Anindya
kenapa harus menyingkirkan bening sih!
2023-02-04
0