“Kau harus bertanggung jawab!” bisik Demusa menggenggam tangan sang dewi.
“Apa aku tidak salah dengar? Wanita yang harus bertanggung jawab kepada seorang pria?”
“Ya, kau yang mengatakan ke ibu mu bahwa aku saudagar pemilik bebatuan berkilau. Maka bantu aku mencari batu itu sekarang. Ibu mu mengancam akan melaporkan aku pada petugas keamanan.”
“Dia bukan ibu ku, ibu ku sudah tiada. Dia hanya ibu sambung yang kejam.”
Mendengar perkataannya, Demusa mengamati wajah wanita yang bernama Bening itu tidak tergambar rasa sedih dan menderita. “Dia cukup di katakana sebagai wanita yang kuat dan hebat” gumamnya.
“Jika kau tidak ingin membantu ku, aku akan merelakan diri besok masuk ke dalam ruang tahanan” kata Demusa mendatarkan nada suara.
“ Besok kita bertemu di gunung rinjani, tepat sebelum fajar menyingsing.”
................
Sang dewi meminta pelayan menyiapkan kandang besar untuk kelinci putih. Sebelumnya dia mengancam siluman jadi-jadian itu.
“Aku menerima mu disini bukan berarti tidak mengawasi mu. Kau akan ku bunuh menjadi abu jika melakukan kesalahan sedikit saja.”
Tidak hanya ancaman yang di berikan olehnya. Dia juga mengikat kaki kelinci dengan rantai perak agar tidak bisa berubah wujud.
“Wahai dewi, ku mohon jangan rantai aku” teriak kelinci putih. Suaranya terhenti melihat sorot mata wanita itu begitu mengerikan menatapnya.
Ribuan tahun lalu mereka sudah pernah bertemu. Demusa dan Bening bersama putri Yumna memulai catatan lembaran putih.
Perak adalah suatu benda untuk melemahkan kekuatan siluman. Kandang berwarna coklat itu di tempatkan di paviliun Bening. Para pelayan dan dayang yang bekerja disana sesekali menganggu si kelinci. Mereka juga rajin memberikan wortel sehingga kandang di penuhi wortel yang segar. Sudah dua malam tinggal di bumi, sang dewi jarang merasakan kantuk. Dia duduk menatap rembulan yang sinarnya meredup tertutup awan. Namun tiba-tiba terlintas wajah pria yang mengganggu pikirannya.
“Lelaki aneh itu selalu saja mengikuti ku” gumamnya.
Menatap rembulan hingga berganti mentari, dia mendengar suara menjerit dari dalam kandang. Dia melakukan bahasa isyarat tanpa suara. Memperhatikan kelinci menggeliat meringis kesakitan.
“Dewi yang baik, ku mohon tolong lah aku. Perak ini membuat kekuatan ku perlahan hilang. Kaki ku menjadi luka dan bernanah. Berilah belas kasihan mu.”
“Bagaimana bisa aku percaya dengan siluman?”
“Engkau boleh mengambil bola siluman milik ku, nyawa kedua yang aku miliki.”
Sebuah kilau cahaya hijau tua berbentuk bulat berukuran sedang keluar dari mulut siluman kelinci menuju tangannya. Setelah menerimanya, sang dewi membebaskan sang kelinci dari dalam kandang.
“Sekarang kau boleh pergi” perintah sang dewi.
“Tidak, aku sudah berjanji akan setia mengikuti mu.”
Siluman kelinci putih mengikuti sang dewi, dia kesulitan menyamakan gerakan cepat ketika terbang diantara pepohonan. Sang dewi mengingat janji kepada Demusa menuju pegunungan Himalaya. Pria yang kini sudah berdiri di depannya memasang wajah tersenyum lebar dengan cangkul yang berada di atas pundak.
“Aku pikir engkau tidak akan datang” ucapnya.
“Sekarang perhatikan titik pusat yang aku tandai dengan batu kerikil. Dua meter langkah dari sini engkau harus menggali sangat dalam untuk mendapatkan batu berkilau.”
Jari telunjuk sang dewi menunjuk sampai ke bagian tanah dekat rumput berduri.
Demusa mengikuti perkataannya, dia menggali dengan cepat sampai tanah membentuk lubang besar. Sang dewi memperhatikan kesungguhan pria itu yang menepati segala janjinya.
“Pria itu bisa saja pergi atau melarikan diri. Dia tidak perlu repot kesusahan membuang waktu dan tenaga hanya untuk mengalihkan kesan ibu tiri Meran” gumam sang dewi.
Demusa kesulitan untuk naik ke atas, lubang yang dia gali terlalu dalam dan tanah semakin gembur membuat pijakan untuk mendaki terlepas.
“Bening, bisa kah engkau melemparkan tali atau ranting pohon untuk membantu ku?” jerit Demusa dari bawah.
Sang dewi terjun masuk ke dalam lubang, dengan mudah dia melompat masuk tanpa terjatuh.
“Apa yang sedang kau pikirkan? Kita berdua hanya tinggal menunggu keajaiban untuk bisa naik ke atas.” Demusa berjongkok memukul-mukul kepalanya sendiri.
Beberapa detik berlalu, tangan Demusa di tarik oleh putri naik ke atas. Dia terperangah tidak percaya wanita yang bertubuh ramping dan kecil sangat kuat untuk menariknya.
“Bening, aku tidak mengira engkau bisa terbang seperti angin. Dari mana engkau mempunyai kekuatan itu?”
“Hal ini tidak penting bagi mu, bebatuan yang berkilau kini tepat berada di bawah kaki mu” kata dewi pergi meninggalkannya.
Siluman kelinci putih mencakar-cakar tanah dekat kaki Demusa lalu berlari mengikuti sang dewi. Rintik air hujan menampakkan kilau sebuah batu. Demusa mengusap tanah basah menemukan serpihan batu berwarna merah berkilau.
“Aku berhasil mendapatkannya!” serunya bahagia.
“Manusia yang tidak rakus, dia bahkan meninggalkan batu-batu berkilau lainnya sesudah menemukan sebuah batu yang dia cari untuk pria tidak berguna itu” ujar siluman kelinci putih.
Sang dewi duduk di salah satu dahan pohon bersama siluman kelinci melihat tingkah Demusa. Tubuh basah kuyup tidak di hiraukan. Dia kembali ke rumah, kediaman tuan Zafran ramai di kunjungi orang berdesak desakan. Di tengah hujan yang deras, sang dewi ikut menyaksikan ibu tiri Meran sibuk memamerkan batu permata merah milik Demusa.
“Seharusnya aku tidak memberikannya, kini dia seperti manusia yang rakus dan tamak harta” gumam sang dewi.
“Dewi, pria itu kini menjadi raja bagi Meran” bisik siluman kelinci.
Putri di tarik oleh Opila dan Faga, kuku panjang mereka terlalu kuat menekan pergelangan tangan sang dewi sehingga menimbulkan luka. Mereka mengikat tubuhnya di dalam ruangan kosong lantai atas dekat perapian. Opila mengambil gunting hendak memotong rambutnya. Semula sang dewi hanya ingin mengetahui sampai dimana kelakuan saudara tirinya itu. Tapi kali ini sudah benar di luar batas kewajaran, kakak tiri pertama akan memotong rambutnya. Sang dewi menghentakkan tubuh melepaskan ikatan. Dia merampas gunting di tangannya melakukan hal yang sama seperti mereka.
“Arggghhh! Lepaskan aku!” jerit Opila.
Kuku semakin menancap ke dalam, darah dewi bercucuran. Siluman kelinci melompat mengigit tangan Opila, seketika kulitnya pun berubah menjadi warna biru. Dia menangis kesakitan menahan rasa sakit sedangkan Faga sudah bersiap membunuh kelinci putih dengan senapan milik sang ayah. Tembakan demi tembakan, sedikit lagi tubuh kelinci terkena peluru.
“Hentikan!” sang dewi Mengikat tubuh kedua saudara tiri dan menutup mulutnya dengan kain.
Melihat kebaikan sang dewi yang menolongnya dari Opila membuat siluman kelinci putih tersentuh merasakan sesuatu.
“Dewi, terimakasih” ucapnya.
“kenapa harus berterimakasih? Kau bisa saya memakan dagingnya. Bukan kah siluman sangat menyukai darah dan daging manusia?”
“Aku berusaha menjadi hewan peliharaan yang baik.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
anak sekolah
jempol👍 😍
2023-02-12
0
Hanum Anindya
hewan piaraan manusia yang malah melukai.
2023-02-04
0