Penyerangan raja iblis, menepis gerakan setan lalu sekuat tenaga melindungi diri. Luluh lantak kediaman itu di acak-acak dalam satu malam. Jeritan, ketakutan dan keanehan yang terjadi. Sisa pelayan berlindung bersama Meran, Zafran dan kedua anak tirinya di ruang bawah tanah.
“Frit, cepat pergi cari Bening!" perintah Zafran.
“Baik tuan.”
Gerakan tubuh bergetar, dia keluar dari persembunyian sambil membawa lilin. Perlahan langkah menuju lorong ke arah paviliun Lotus. Dia terkejut melihat dari balik pilar ada suara meringis kesakitan.
"To, tolong! sakit!"
Di hadapan salah satu pelayan muda itu telah melayang sosok wanita berjubah hitam yang merenggut hawa murninya. Hisapan semakin kuat sampai tubuh si pelayan mengering. Frit buru-buru memadamkan cahaya api pada lilin. Dia berlari kencang, pandangan mata ke segala arah untuk mencari tempat bersembunyi. Keringat bercucuran, nafas memburu ketika melihat ke arah samping bahwa sosok tadi berhasil mengejarnya.
"Argh! argghh!" jeritnya.
Dalam satu detik dia meregang nyawa. Raja kegelapan mengisap darah tepat di bagian urat nadi nya. Setelah selesai, dia melihat sang dewi Rembulan sudah menghabisi setengah para siluman dan iblis. Dia pun menyerang secara brutal ke arahnya dan Demusa.
"Bening awas!"
Demusa menutupi tubuhnya tepat ketika raja kegelapan mengarahkan tepat di depan sang dewi.
"Demusa! kenapa kau menyelamatkan ku?" tanya sang dewi tidak menyangka akan tindakan Demusa.
Sang dewi terbang menjauh dengan membawa Demusa. Dia memasang pembatas lapisan waktu yang tidak terlihat sehingga raja kegelapan tidak bisa menemukan mereka. Berhasil menghindar, sang dewi merebahkan tubuh Demusa di atas rumput pegunungan Himalaya. Dia membalikkan tubuhnya, perlahan mengobati luka sebelum pedang itu di cabut paksa.
Setengah kekuatan dewi Rembulan di kuras untuk mengobati jiwa manusia. Dia tidak memikirkan resiko kehilangan kekuatan yang sepenuhnya belum kembali dia miliki setelah terhempas jatuh ke bumi.
Memperbaiki catatan riwayat pengampunan seolah harus dia kesampingkan, dia merasa kejadian di masa lalu seolah terbilang antara kebaikan dan kejahatan yang berdampingan.
"Ternyata memberi pertolongan dan mendengar permintaan manusia di atas cahaya Rembulan ku itu adalah hal yang tidak seharusnya aku penuhi" gumam sang dewi.
Kelinci putih mengikuti langkah kecil Yumna meninggalkan Demusa. Tanpa berbalik melihatnya dia terhenti sejenak. Dia mengingat kembali Raja kegelapan atau siluman lain yang sewaktu-waktu dapat hadir menghabisi pria itu.
"Kelinci putih, periksa keadaan pria itu. Apakah dia masih belum sadarkan diri?" perintah sang dewi.
Sang siluman kelinci itu melihat Demusa bangkit perlahan membalas tatapannya. Wajah pucat, darah sedikit mengalir dari tubuh akan tetapi dia tidak merasakan sakit sedikitpun.
"Dimana Bening?"
Siluman kelinci berbalik arah, dia berlari meninggalkannya. Demusa langsung mengejar dengan cepat. Bening, nama dari sosok wanita itu. Tanpa permisi dia memeluknya. Reflek gerakan sang dewi mendorong dan membanting sangat kuat.
"Kurang ajar kau!" ucap suara sang dewi sangat keras.
"Bening! aku berjanji akan selalu menjaga mu" kata Demusa kembali ingin memeluknya.
Sebuah gambar tangan lima jari tepat menghiasi pipinya. Dalam benak sang putri mengutuk manusia lancang itu sudah lancang kepadanya. Ingin sekali dia mengatakan bahwa dirinya bukanlah Bening. Belum sampat membalas perkataannya, pandangan sang dewi kunang-kunang. Kekuatannya melemah, dia jatuh pingsan pertama kalinya sebagai wujud manusia yang tinggal di bumi.
"Bening!"
......................
Sebagai seorang ayah seharusnya melindungi sang anak. Zafran malah hanya bersembunyi bersama istri muda dan kedua anaknya di dalam ruang bawah tanah. Suara ledakan mengagetkan mereka, hentakan suara jeritan terdengar terakhir kali. Perlahan Opila membuka penutup pintu, tangan Meran menghalangi gerakannya. Kerutan wajahnya menolak isyarat perintah agar dia tidak keluar.
“Ibu, kita harus memastikan bagaimana situasi di luar” ucap Oplia.
“Tidak! Biar ayah mu saja yang melihatnya.”
Mendengar perkataan sang istri, pria itupun langsung bergegas menuju keluar di sela wajah ketakutannya. Dia melingak-linguk, pandangan mata melotot mengamati seluruh mayat yang mati secara mengenaskan.
Hampir saja kaki pria itu tidak bisa menopang sempurna. Rumah mewah itu dalam sekejap menjadi reruntuhan berlapis abu dan sisa bara api yang masih menyala.
“Celakalah! Rumah ku!” Zafran memukul kepalanya sendiri.
Dia berlari ke ruangan pribadinya. Mencari sisa harta yang dia simpan di dalam kotak besi dekat kamar tidur. Seluruh pikirannya sudah kacau mengira sisa yang dia punya itu juga habis di lahap di jago merah. Pintu kamar masih terlihat tegak dengan api masih membakar di sekitar. Tanpa rasa ragu lagi, Zafran mendobrak paksa dengan tubuhnya sendiri.
“Panas! Panas! Argghh!” jeritnya.
“Tolong!”
Api menyebar merambat di baju sutranya, sekujur tubuh terbakar, suara teriakannya tiada yang mendengar. Di tengah sekarat menjelang kematian, Zafran mengingat lagi masa lalu dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Wanita pertama yang begitu setia selalu menunggu kepulangannya bersama putri kecil berambut panjang yang sangat selalu memanggil namanya.
“Ayah, apakah aku sudah cukup dewasa untuk ikut pergi bekerja bersama mu?” suara Bening kecil di masa lalu di sela gelak tawanya.
Zafran menoleh ke arah langit, dia mengingat lagi dosanya kepada istri dan anaknya. Rasa sakit ini tidak sebanding dengan semua penderitaan mereka. Kematian istri pertamanya yang di rumorkan tenggelam di kolam Teratai secara tidak wajar dan Bening yang dia tinggalkan bertahun lamanya. Perlahan pria itu menutup mata, dia mengutuk dirinya sendiri seolah menyesali perbuatannya yang tidak bisa di tebus.
“Aku menyusul mu Renja” lirih ucapnya kesusahan di sela nafas terakhir.
Dari kejauhan Meran dan kedua anaknya berlari ke arahnya. Meran menangis meraung-raung, begitu pula Opila dan Faga terus sambil mengguncang tubuh Zafran. Meran, istri kedua yang selama ini berpura-pura baik padanya begitu juga kedua anak tirinya yang sudah Merencanakan dengan matang untuk meraih aset rumah dan segala bentuk harta benda. Kini semuanya hancur berkeping-keping di makan api.
“Uang ku! Harta ku!” ucap Meran dengan tangisan pilu.
“Ibu, ayo kita pergi dari sini” ajak Opila.
“Ya pria tua Bangka ini tidak berguna. Seharusnya dari awal aku bunuh saja dia” kata Meran berdiri lalu bertolak pinggang.
......................
Di atas rerumputan yang basah, sang dewi melihat cahaya mentari kembali. Di sisi kanan ada siluman kelinci putih yang meletakkan tangan di atas keningnya. Memberikan energi siluman murni untuk tubuh manusia yang di tempati oleh sang dewi.
“Kelinci putih hentikan!”
“Dewi, tubuh ku tidak akan selemah itu jika hanya membagikan beberapa energi siluman saja” ucap siluman kelinci putih.
Demusa mengernyitkan dahi: “siapa dewi yang dia maksud?”
Di dalam benak dia membatin mengenai pembicaraan mereka. Dia mendengar dengan jelas bahwa Bening mengatakan hewan itu adalah sosok siluman.
“Tidak perduli siapa binatang yang sedang berada di dekat mu. Kini engkau bisa pulih dan membuka mata kembali tapi siapa dewi itu?” gumam Demusa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Tere
si zafran nyali ciut deng
2023-02-06
0
Garuda
bapak mental tempe
2023-02-06
0