Keduanya saling diam hingga masuk ke dalam restaurant untuk makan malam. Sampai di meja pun keduanya malah merasa canggung dan keki.
Aji mengumpat dirinya sendiri yang begitu bodoh dengan ucapannya tadi kepada Puri. Tak mungkin lah Puri mau dengan Aji. Walaupun secara jabatan memang lebih tinggi Aji di bandingkan Puri, tapi urusan gaji tak beda jauh hanya berbeda di tunjangan jabatan saja.
Lagi pula untuk apa Aji harus berbaik hati pada Puri. Toh, tidak ada untungnya bagi dirinya.
Aji dan Puri menikmati makan malamnya dengan tenang tanpa ada satu kata pun dari keduanya.
"Kita habis ini lanjut kerja kan? Atau gimana? Ini banyak lho, Ji. Gue insecure kalau bisa selesai dalam waktu satu minggu. Lagi pula, loe tahu gak, laporan keuangannya rumit banget dan banyak poin yang kayaknya di sengaja ada tapi seharusnya gak ada," ucap Puri mengadu.
Aji menatap lekat ke arah Puri.
"Sama lho. Sistemnya amburadul. Banyak yang gak bisa di buka. Apa ada unsur kesengajaan ya," tanya Aji pelan.
Keduanya merasa aneh dengan pekerjaan kali ini. Tidak biasanya ada pekerjaan yang terasa aneh begini.
"Arghh ... Gue sih, yang penting kerja dan selesaikan tugas. Ada temuan gue utarakan, tidak ada temuan semua aman. Gue gak mai ambil pusing," ucap Puri cuek.
Ha ... ha ... ha ... tawa Aji begitu renyah di dengar.
"Loe sih ada dendam kesumat tersendiri. Makanya loe cuek dengan semuanya," ucap Aji makin tertawa keras cenderung mengejek.
"Gak usah bahas urusan pribadi. Gue udah ikhlas sama semuanya. Gue cuma bingung, gimana gue harus ngomong sama bokap nyokap gue. Itu aja sih yang bikin gue bingung," ucap Puri yang galau.
"Ya udah kita nikah aja. Kita sama- sama kecewa, di sakiti, terabaikan. Gue bisa bantu loe biar loe gak bingung lagi," ucap Aji dengan wajah serius.
Puri tertawa sambil mengedipkan satu matanya pada Aji.
"Loe pinter main sinetron. Pake sok -sokan wajahnya serius," ucap Puri terkekeh.
Puri langsung menghabiskan beberapa piring makanan yang ada di depannya. Makanan malam ini menunya sigguh lezat dan berbeda seperti hotel lainnya.
"Kok main sinetron sih? Gue serius. Gue mau tahu, bener gak sih cinta itu datang karena terbiasa? Atau itu semua hanya omong kosong. Gue pengen buktiin itu ke loe," ucap Aji memaksa.
"Lha? Loe kira gue barang cob -coba. Terus kalau pada akhirnya loe gak bisa cinta sama gue gimana? Kita tetep nikah?" tanya Puri tertawa keras. Lucu banget ide gila Aji.
"Ya. Gue akan berusaha cinta sama loe. Karena loe pilihan gue," ucap Aji spontan.
"Gila loe. Loe pikir nikah itu main -main? Gak lah. Gue tetep cari orang yang gue suka, orang itu juga suka sama gue. Dalam sebulan ini tolong cariin dong? Sapa tahu ada yang cocok," pinta Puri pada Aji.
"Yaelah ... Kenapa loe gak coba sama gue aja sih? Nikah yuk?" ajak Aji berulang kali pada Puri.
"Gue gak mau di sakitin lagi, Ji. Gue udah capek sebenarnya Ji. Kenalan, menyelami karakternya, begitu terus tapi gak ada ujungnya," ucap Puri mengadu.
Tangan Aji menyentuh tangan Puri dan di usap pelan pada punggung tangan itu.
"Kita pacaran ya. Kita coba, oke. Kamu mau kan Ri," pinta Aji lembut lalu mencium punggung tangan Puri.
Puri menatap lekat ke arah Aji. Puri bingung harus menjawab apa. Kalau bilang mau, semudah itu. Kalau bilang gak mau, mungkin saja ada jalan.
"Puri coba ya. Kita coba dulu seminggu ini," jelas Puri pada Aji.
Puri menarik tangannya dari genggaman Aji. Puri masih malu.
Sejujurnya Aji pernah ada rasa pada Puri, tapi itu dulu. Sudah lama sekali. Semua kekurangan dan kelebihan pegawai di satu ruangan itu sudah terbaca satu sama lain. Jadi tak ada yang bisa bohong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments