Arini meringis kesakitan begitu tulang yang terkilirnya dibetulkan lagi oleh dokter Jaka.
"Sakit ya?" Dokter Jaka melihat wajah Arini yang sudah berair karena menahan sakit.
"Mmm.. " Jawab Arini singkat.
Ya dokter juga manusia.
Ucapnya dalam hati. Ingin sekali Arini berteriak begitu tangannya diputar kembali pada posisi tulang semula. Itu sungguh luar biasa sakitnya. Sampai seluruh sendinya lemas menahan sakit. Tapi ada gengsi yang ditahan. Makanya Arini memilih menahan tak bersuara.
"Tinggal di ronsen kembali dokter Herman! Sisanya silahkan bagian anda!" Ucap dokter Jaka.
"Baik Terima kasih." Ucap Arini lirih pada dokter Jaka. Seketika badannya lemas tak bertenaga.
"Biar aku saja yang memapahnya!" Andre yang mengikuti Arini ke ruang Fisioterapi dari belakang langsung mendekati Arini. Meski dia tidak mencintai Arini, jelas yang boleh menyentuhnya hanya dia seorang. Ada rasa tidak rela jika tubuh Arini disentuh pria lain meski dia seorang dokter. Dia harus menjaga Arini sebelum waktunya tiba.
Dokter Herman menoleh ke belakang menatap sinis pada laki-laki yang tadi mengantarkan Arini. Badannya bergeser mengalah pada Andre yang posisi mereka adalah pasiennya.
Ya cemburu, laki-laki mana yang tidak cemburu melihat wanitanya digandeng pria lain. Tapi lagi-lagi dokter Herman harus waras. Dia tak mau menunjukkan rasa sukanya dihadapan banyak orang. Ada nama yang harus dijaganya di rumah sakit ini, siapa lagi kalau bukan ayah tirinya, tuan Julio.
"Terima kasih." Ucap Arini pada Andre. Bahu Arini dipapah Andre menuju ruang dokter Herman. Beberapa suster pembantu dokter Herman sudah menyiapkan alat untuk gift Arini
Arini sedang ditangani dokter Herman untuk pemasangan gift di kedua telapak tangannya.
"Dua hari dari sekarang kamu harus kontrol!" Ucap dokter Herman pada Arini.
"Baik dok. Terima kasih. Maaf sudah merepotkan anda." Ucap Arini.
"Sebaiknya ada yang membantu kamu di rumah! Kamu akan kesulitan beraktifitas dengan keadaan seperti ini." Ucap dokter Herman yang sudah berpengalaman menangani pasien.
"Baiklah. Terima kasih atas saran dan bantuannya." Hormat Arini.
"Dokter Arini mau mengambil cuti?" Ucap dokter Herman. Karena melihat kondisi seperti itu tak mungkin dia harus masuk kerja.
"Sepertinya begitu dok. Nanti saya akan telepon dokter Damar untuk pengajuan cuti." Ucap Arini.
"Iya.. cepat sembuh! Kamu pasti akan kesal lama di rumah." Ucap dokter Herman.
"Aamiin. So pasti..mainanku semuanya ada disini. he he" Jawab Arini sambil terkekeh dan permisi keluar dari ruangan dokter Herman. Andre setia memapah Arini pergi dari rumah sakit.
"Kamu akrab dengan dia?" Andre sebagai laki-laki melihat ada sorot berbeda yang ditujukan dokter Herman pada Arini.
"Semua dokter disini baik." Jawaban Arini terlalu global diucapkannya.
Memangnya aku orang bodoh apa? Aku melihat dia menyukaimu Arini.
Andre langsung memesan taxi untuk kembali pulang ke apartemennya.
"Mas.. sepertinya kita harus menginap di rumah umi dulu deh. Soalnya tangan aku susah bergerak jika aku ada keperluan pribadi." Sesuai dengan apa yang dikatakan dokter Herman, Arini pasti akan kesulitan beraktivitas.
Andre melihat Arini. Sejenak dia berpikir.
"Tidak Arini. Aku tak mau orang tua kita tahu bahwa ini disebabkan aku. Aku akan mengurus mu di apartemen." Andre hanya memikirkan sebagian besar apa yang akan menjadi masalah Arini.
Andre sangat cemas. Bagaimana kalau seandainya mereka bertanya-tanya dan curiga sebab tangan Arini seperti itu. Dia tak ingin semua menyalahkan dirinya. Meski fakta memang dialah penyebab Arini seperti itu.
"Tapi mas.. mas kan kerja. Bagaimana kalau nanti aku mau pup? Aku gak bisa pake shower sendirian. Belum mandi dan lain-lain. Tangan aku kan begini." Arini dengan malu harus menjelaskan pada Andre akan kesulitannya nanti.
Andre baru sadar kalau dia harus mengurus Arini sedetil itu. Alasan Arini memang masuk akal. Bagaimana kalau dia ingin pup atau buang air kecil? Apa dia juga harus yang nyebokin? Tahu sendiri jangankan buat cebok. Berantakan sedikit saja kepalanya sudah pusing. Apalagi ini harus mengurus kotoran yang sejatinya bukan yang keluar dari badannya. Bahu Andre menggidik.
"Jadi bagaimana mas? Mumpung masih dijalan nih." Arini sedang menunggu jawaban dari Andre yang masih memandang kosong membayangkan hal barusan.
"Eh..? Bagaimana ya?" Andre malah balik bertanya.
"Makanya berbohong itu susah, jujur pun salah." Arini cemberut.
"Kita di apartemen saja Arini! Aku akan cuti kerja selama kamu sakit." Andre lebih takut ketahuan daripada penyakit OCD nya.
"Apa itu tidak akan membuat ayah curiga?" Arini mengingatkan Andre.
"Dia maklum. Kan kita pengantin baru." Andre melihat pada Arini.
"Ya sudah aku ngikut mas. Tapi bagaimana nanti? Siapa yang akan mengurus kebutuhan pribadiku?" Arini khawatir janji Andre akan meleset. Jadi dia perlu menyiapkannya dari sekarang.
"Mmm... aku coba bantu semampuku." Lirih Andre yang seperti menyerah pada keadaan.
"Beneran mas Andre mau mengurus aku? Meski itu menjijikkan?" Tanya Arini memastikan Andre agar dia siap menghadapi kenyataan.
"Iyalah.. bawel banget kamu." Andre agak kesal dengan Arini yang terus menerus bertanya.
"Ma kasih mas Andre... aku semakin suka sama mas Andre." Ucap Arini sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Andre.
Keduanya pun sampai di apartemen. Arini setengah berlari diikuti Andre begitu keluar lift.
"Mas cepetan...! Aku kebelet pipis nih." Ternyata perut bagian bawah Arini menekan-nekan yang sudah tidak mampu menampung air kencing, sebentar lagi ingin keluar. Kaki Arini melipat menghimpit bagian bawahnya menahan air kencingnya tidak segera keluar.
"Ihh.. kamu sabaran dikit!" Andre membuka pintu apartemen.
Dia terus mengikuti Arini ke kamar mandi.
"Bukain cepat!" Arini memerintah Andre.
"Bukain apa?" Sudah diduga Andre tidak bakal mengerti apa yang sekarang Arini rasakan.
"Ya bukain celana aku! Aku pengen pipis."
"Hah?" Andre kaget harus membuka celana jins yang sedang dipakai Arini.
"Cepetan aku sudah gak kuat. Malah melongo begitu?" Arini sedikit berbicara keras mengagetkan Andre.
"Iya ya.. " Andre dengan tangan gemetar membuka rssleting celana Arini dan menariknya ke bawah.
"Sekalian!" Arini menyuruh Andre kembali, setelah celana jinsnya berhasil dibuka.
"Apanya yang sekalian?"
"Masa gak ngerti. Mau aku ngompol di ****** *****?" Teriak Arini.
Andre dengan memejamkan matanya memberanikan diri membuka segitiga pengaman istrinya.
Gila.. apa aku harus seperti ini tiap hari? Beneran gila.
Arini segera duduk di closet duduk. Arini sudah hilang malu karena darurat ingin membuang air kecil.
"Sudah mas.. cebokin!" Arini meminta Andre membersihkan bagian intimnya.
'Ya ampunn.. Arini.. gue nervous tau! Masa iya gue harus nyebokin elu?!" Andre yang masih menutup mata menggerutu.
"Aku juga sama, malu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Mom La - La
duh Arini, ku jga jdi malu sendri.
2023-03-21
1
Bisikan_H@ti
hahaha, loncat disini dulu, Kak.😅😅
2023-03-04
1
Trida Susanti
Hadir teh .. ☺️☺️☺️
2023-02-09
1