"Yuk Rin masuk!" Dokter Herman dengan ramah menyuruh Arini masuk ke ruang kerjanya yang tadi sudah ditinggalkannya.
Arini ditemani Andre masuk ke ruangan dokter Herman.
"Untung aku masih ada ya. Kalau tidak kamu mesti ke rumah aku." Ucap dokter Herman.
"Iya. Masih keberuntungan aku." Jawab Arini tersenyum. Dokter Herman sama-sama dokter muda seperti Arini. Bahkan diantara para dokter, dokter Herman adalah idola para kaum hawa di rumah sakit. Banyak perempuan yang menyukai dokter Herman bahkan ada juga yang pernah menyatakan cinta padanya. Tapi dokter Herman selalu menolaknya. Entah dokter Herman sudah mempunyai kekasih atau belum, tak ada satupun yang tahu dengan siapa dokter Herman dekat.
"Coba aku lihat Rin!" Dokter Herman menunggu Arini menyodorkan tangannya. Matanya menangkap sosok laki-laki yang sedang berada di samping Arini. Raut wajah dokter Herman berubah. Sorot mata ketidaksukaan dokter Herman terlihat jelas ketika matanya melihat ke arah Andre. Andre pun bisa menangkap sorot itu.
"Waduh.. ini kejadiannya kapan sih Rin?" dokter Herman melihat tangan Arini sambil memeriksa tangannya yang sudah bengkak dan membiru. Kemungkinan ada urat yang terjepit saat tadi terkilir.
Tatapan dokter Herman berbeda dari biasanya, dia melihat wajah Arini dengan tatapan penuh suka.
"Barusan dok." Jawab Arini. Dia tidak mau langsung bersitatap dengan mata dokter Herman. Ada ketidaknyamanan ketika dokter Herman melihat Arini. Itu seperti tatapan seorang laki-laki yang sedang menyukai wanitanya.
"Sakit?" Sekarang mata dokter Herman sedang fokus melihat utangan Arini sambil menekan bagian-bagian tertentu di pergelangan tangan Arini. Dia merasa kasihan melihat kondisi Arini seperti ini. Pasalnya profesi Arini sebagai dokter bedah terbaik rumah sakit ini, pastinya tidak akan bisa bekerja jika kondisi tangannya yang cedera.
"Kita ronsen aja! Biar ketahuan mana yang cederanya." Dokter Herman lantas berdiri hendak membawa Arini ke ruang bagian ronsen.
"Baik dok." Jawab Arini mengikuti langkah dokter Herman.
"Rin.. kamu tadi tidak ikut acara penyambutan?" Tanya dokter Herman yang tadi pagi tidak melihat kehadirannya di ruang aula.
"Mmm.. tadi pagi aku ada jadwal operasi. Terus aku pulang deh." Jawab Arini yang telah mengabaikan acara tersebut.
"Oh pantesan. Aku cari-cari tapi gak ada." Ucap dokter Herman yang dari pagi mencari keberadaan Arini. Tapi tak satupun yang tahu dimana dia berada.
"Masuk Rin! Mohon maaf seorang saja!" Secara halus dokter Herman melarang Andre masuk ke ruang ronsen.
"Mas Andre gak pa-pa menunggu di luar?" Tanya Arini sebelum masuk ke ruang ronsen untuk di foto.
"Oh iya gak pa-pa aku tunggu di sini saja." Jawab Andre.
Benar kan. Aku bilang apa? Aku pasti minder kalau deket sama kamu Arini. Dari tadi keberadaan kamu di rumah sakit sudah menjadi pusat perhatian. Apalagi dokter Herman. Dia seperti tidak suka melihat keberadaan ku dekat denganmu.
Andre bermonolog.
"Rin.. dia siapa?" Dokter Herman sudah tidak sabar ingin menanyakan status laki-laki yang datang bersamanya. Kebetulan di ruang ronsen hanya ada Arini dan Dokter Herman.
"Teman dok. Dia yang menolong saya ketika jatuh." Jawab Arini berbohong. Padahal sewaktu jatuh Arini berdiri sendiri tidak ditolong Andre.
"Teman? Kok teman ada di rumah kamu Rin?" Tanya dokter Herman yang sedang mencurigai kebohongan Arini.
Waduh.. kayanya aku salah ngomong deh. Tadi aku bilang jatuh di rumah. Dia pasti curiga.
Imbuh Arini yang takut kebohongannya terbongkar.
"Mm.. maksud saya. Tadi kan saya keluar dari apartemen. Pas di lift saya jatuh. Dia yang menolong saya waktu di lift sampai mengantar kesini." Jawab Arini.
"Mmm..kok jatuh sampai separah ini. Memangnya di lift kamu main dorong-dorongan?" Dokter Herman yang terbilang cerdas tidak bisa percaya begitu saja omongan Arini.
"Emang aku jatuh ke lantai. Tangan aku menahan beban tubuh begitu aku jatuh. Ya hasilnya begini."
"Kalian di lift berdua? Aku baru dengar ada yang jatuh di lift tiba-tiba. Kecuali ada gerakan yang mendorong kamu." Dokter Herman menohok kebohongan Arini.
Seketika wajah Arini merah karena malu. Kebohongannya terbongkar.
"Benar kan apa yang aku bilang Rin?" Tatapan doker Herman tajam menyoroti Arini. Dia sedang dibakar api cemburu. Selama ini dokter Herman rajin mencari tahu informasi tentang Arini. Dia tidak mendapatkan Arini dekat dengan siapapun. Tapi begitu melihat Arini membawa laki-laki. Dokter Herman langsung bergejolak hatinya.
"Kok dokter nanyanya begitu sih?" Arini mulai tidak nyaman.
"Kamu tahu? Aku sudah sejak lama menyukaimu Arini. Tapi kamu selalu tidak peka sama perhatianku. Kamu tahu siapa yang selalu mengirimkan bunga tiap harinya di meja kamu?.. itu aku Arini.
"Fotonya sudah selesai? Arini tak mau melayani dokter Herman yang sedang membicarakan hal pribadi di dalam ruangan ini.
"Kenapa? Namun tidak nyaman denganku? Apa karena laki-laki itu? Apa dia pacarmu?" Sambil bicara dokter Herman membawa hasil foto lalu mengirimkan datanya di komputer.
"Aku datang untuk memeriksakan kondisi tanganku. Bukan untuk diinterogasi." Arini tak mau memberikan peluang bagi dokter Herman berbicara jauh.
"Baik. Aku bukan tipe laki-laki yang mudah menyerah Arini." Dokter Herman keluar dari ruang rongsen lalu berjalan ke ruang fisioterapi.
"Sore.. " Dokter Herman menyapa ruang fisioterapi.
"Sore dokter tampan." Semua terapis langsung kompak menjawab dokter Herman.
"Mmm.. aku membawakan pasien spesial nih!' Ucap dokter Herman.
Orang-orang yanga ada di ruang Fisioterapi celingak-celinguk mencari orang yang dimaksud dokter Herman. Disampingnya hanya ada dokter Arini.
"Hei.. kok kaya bingung begitu?" Tanya dokter Herman melihat wajah-wajah yang sedang kebingungan.
"Ini pasiennya." Dokter Herman meraih bahu Arini lalu membawanya ke depan.
"Ya ampun.. dokter Arini???" Semuanya kompak. menyebut Arini.
"Ya siapa lagi? Emang ada orang lain selain dia?" Tanya dokter Herman.
"Oke-oke.. aku siap melayaninya dokter." Beberapa terapis laki-laki langsung maju ke depan berebutan ingin melayani dokter Arini.
"Ish.. ish... giliran ada yang bening saja berebutan." Dokter Jaka keluar dari ruang kerjanya.
"Eh.. dok.. " Arini memberi hormat pada dokter senior, dokter Jaka.
"Kenapa dengan dokter Arini? Dokter kesayangan sejagad rumah sakit.' Dokter Jaka pun tahu kalau dokter Arini ini memang dokter kesayangan pimpinan rumah sakit.
"Ini dok. Tangan dokter Arini terkilir tapi ada juga retakan. Sebaiknya yang terkilirnya dibetulkan dulu ya biar tidak menjepit urat vena nya. Kantin yang retak biar saya yang gift." Ucap dokter Herman sambil memperlihatkan tabletnya pada dokter Senior.
"Oke.. masuklah." Dokter Jaka mengajak dokter Arini dan dokter Herman ke ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
💙« احت كمفرت»💙
Syukaaa pokoknya sama Arini 🥰😘😘
2023-03-10
0
kookv
wow... keren bgt Arini... cewek mandiri yg baik hati dan disukai semua orang. tapi tetep nurut ma suami dan mencoba bertahan di tengah keluarga yang udah ada pelakor nya...
2023-02-09
1