Dijodohin Netizen
__________________________________________________________________________________________________________________
"Za, yang kamu ajak main ke rumah kemarin, kenapa nggak diajak ke sini lagi sih?"
Gue langsung menaikkan sebelah alis gue heran saat mendengar pertanyaan dari nyokap. Pasalnya sekarang ini gue nggak paham siapa yang dimaksud sama beliau, gue aja udah hampir dua bulan lebih nggak kemari, gimana ceritanya gue ngajak orang ke sini? Kemarin lagi. Kan aneh. Ini nyokap gue mulai pikun apa gimana sih?
Mama langsung berdecak saat melihat ekspresi bingung gue.
"Itu loh, Za, pacar kamu. Yang waktu itu pernah kamu aja ke sini."
Pacar? Makin ngaco aja ini nyokap gue, sejak putus dari Tiara (read;diselingkuhi) gue kan belum pacaran lagi, masih agak trauma menjurus ke males ribet.
Kadang gue suka nggak habis pikir, salah dan kurang gue apa sih sampai harus diselingkuhi?
Maksud gue begini, jatuh cinta lagi saat lo ada pasangan menurut gue bukan dosa besar. Bentar, santai, calm down, jangan judge gue dulu! Ini pendapat gue. Menurut gue jatuh cinta itu kan kadang terjadi di luar kemampuan atau kemauan kita sendiri. Terkadang kita nggak bisa milih harus jatuh cinta kepada siapa atau dengan siapa? Jadi saat lo lagi punya pasangan tapi jatuh cinta sama orang lain, menurut gue mending lo jujur meski itu menyakitkan. Karena emang jujur kadang menyakitkan. Tapi seenggaknya itu lebih baik, daripada jalin hubungan sama yang lain di saat lo udah punya pasangan. Kan nggak sopan.
Pokoknya apapun alasannya perselingkuhan tetap nggak pernah dibenarkan. Jangan jadi pecundang! Kalau emang lo udah ngerasa nggak nyaman atau sejalan dengan pasangan lo, ya pisah, jangan sok mempertahanin hubungan tapi main di belakang. Kan kambing.
"Ezar!"
Gue langsung tersentak kaget, saat tiba-tiba Mama manggil nama gue. Gue langsung menoleh ke arah beliau, meski masih dengan raut ekspresi bingung.
"Ditanya bukannya jawab malah bengong, lagi mikirin apa sih?"
"Mantan."
"Hah?"
Gue langsung menggeleng cepat saat baru sadar dengan jawaban gue barusan. "Eh, anu, maksudnya ketan. Iya, Eza mendadak pengen bubur kacang ijo pake ketan," balas gue ngaco.
Gimana nggak ngaco, orang gue nggak bisa makan ketan, lambung gue suka lemah kalau abis makan ketan. Padahal sebenernya gue suka loh, enak, anjir, tapi sayang lambung gue nggak tahan. Menyedihkan banget kan gue? Abis keinget diselingkuhi mantan, eh, malah keinget nggak bisa makan ketan. Oh, sungguh sialan.
Gue kemudian melirik ekspresi Mama dengan ragu-ragu, dan sesuai tebakan gue, wajah beliau terlihat langsung curiga.
"Kamu itu kenapa sih? Kan kamu nggak bisa makan ketan, Za, mau kamu masuk IGD lagi kayak waktu kamu abis syuting di Bogor itu."
Gue langsung menyengir kayak orang bego karena salah tingkah. "Lupa, Ma."
"Lupa, lupa, giliran sama cewek cakep nggak lupa," sindir Mama tak lama setelahnya.
Sekali lagi gue menyengir, cuma bedanya kali ini gue nyengirnya nggak kayak orang bego lagi, tapi lebih kayak orang lagi malu-malu tai anjing.
Kok tai anjing?
Iya, soalnya gue kadang suka gigit kalau gemes. Enggak! Gue bercanda.
"Ya, gimana, Ma, kalau cewek cakep susah banget dilupain, sesusah ngelupain mantan."
Astagfirullah, kelihatan banget kan gue kayak laki-laki yang masih gagal move on.
"Kamu belum move on, Za, dari mantanmu?"
"Insha Allah udah, Ma," jawab gue sok yakin.
Padahal gue nggak tahu juga. Sebenernya kalau dibilang gue gagal move on, enggak juga deh gue rasa. Tapi di sisi lain, gue juga belum bisa sih dengan beraninya bilang kalau gue udah move on. Masih kayak dilema gitu ceritanya. Gue masih juga suka stalking sih kadang, sesekali, kalau lagi gabut nunggu syuting. Meski tahu dan sadar betul diselingkuhi, gue emang memilih untuk enggak unfollow sosmed dia, dia pun sebaliknya, kita emang udah nggak pernah saling like foto atau lainnya, tapi seenggaknya nomor gue pun masih dia simpen, nggak tahu sih apa faedahnya, tapi gue masih suka lihat status WhatsApp-nya, padahal gue tipe yang lumayan jarang lihat status di sana, sekalinya lihat, pasti nemu status dia. Kan kampret.
"Jujur sama Mama, kamu lagi deket sama perempuan nggak? Maksudnya deket yang berpotensi bisa jadi mantu Mama ya, Za."
Gue langsung menggeleng sebagai tanda jawaban atas pertanyaan Mama barusan. Karena memang untuk sekarang belum ada perempuan yang gue dekati berpotensi ke arah sana. Dibanding mendekati mereka gue masih lebih suka berteman dengan mereka saja.
"Kenapa tiba-tiba nanya gituan?"
"Ya, enggak, kamu itu udah hampir 29 tahun loh, masa nggak pengen gitu nikah?"
Ya, kalau masalah pengen atau belum sih sebenernya pengen. Apalagi kalau abis scroll sosmed nemu orang-orang pada bahagia banget menikah dengan pasangannya. Perasaan iri itu tak jarang timbul, tapi masalahnya kan gue nggak bisa langsung nikah cuma karena pengen kan? Kan nggak sesederhana itu juga.
Mama tiba-tiba menghela napas. "Sepupu kamu kebanyakan udah pada nikah loh, temen-temen kamu juga, kamu-nya terus kapan? Ya Mama tahu kamu cowok, lebih santai, Mama juga nggak ada maksud buat ngeburu-buru, cuma Mama mau kamu itu ya jangan terlalu santai juga. Usaha cari dong, Za, jangan keasikan sama karir terus, ah, kamu tahu kan menikah dan punya keturunan itu sunnah Rasul, kamu nggak mau menjalankan sunnah Rasul?"
Berat ya, kalau udah bawa-bawa ginian.
"Ya, bukan gitu, Ma, ini Eza juga lagi usaha cari kok, ya Mama bantu doa juga makanya."
"Cari yang bener dong, Za. Mama seneng kamu punya banyak temen, tapi apa nggak lebih baik kalau salah satunya dijadiin teman hidup?"
Gue langsung meringis sambil menggeleng tegas.
"Mama perlu bantuin nyari apa gimana, Za? Atau biar dicariin Papa-mu?"
Gue tersenyum ala kadarnya, gue kembali menggeleng. "Untuk sekarang kayaknya belum perlu deh, Ma."
Tidak ingin terlalu memaksa, Mama langsung mengangguk paham. "Ya udah, kalau dirasa udah perlu langsung bilang aja, kalau nggak mau Mama yang cariin, bisa lah minta tolong ke Kakak-kakak kamu. Biar mereka bantu cari."
"Siap laksanakan ibu negera!" Gue langsung menegakkan tubuh sambil memberi hormat.
Baiklah, gue bakal cerita sedikit tentang gue. Nama lengkap gue Ezar Fattan Al Shariq. Panjang ya? Gue anak bungsu dari 3 bersaudara. Iya, gue si bontot. Laki-laki bontot di rumah ini. Gue punya 2 Kakak perempuan yang dua-duanya sudah nikah dan punya anak. Kapan-kapan gue bakal ceritain mereka beserta anak dan suaminya. Tapi untuk sekarang fokus ke gue dulu.
Gue lebih dikenal dengan nama Eza Shariq. Ceritanya itu nama beken gue alias nama panggung, biar kayak artis-artis lain punya nama panggung, gue juga nggak mau kalah lah, ya meski pamor gue masih kalah jauh sih dari mereka, cuma ya nggak papa lah, seenggaknya ada lah yang pamornya bagusan gue dikit, ya meski dikit doang sih, tapi kan lumayan.
Kalau kalian tanya apa gue artis? Jawabannya mungkin iya, mungkin enggak juga. Tapi yang jelas, gue lebih suka disebut Actor sih ketimbang artis.
Gue mengawali karir gue sebagai actor film. Keren nggak tuh? Gue yang dua tahun lebih nyoba casting sana sini ditolak terus, eh, sekalinya diterima langsung main film, jadi pemeran utama lagi. Kurang hoki apa lagi gue? Tapi meski gue langsung dapet peran sebagai pemeran utama karir gue nggak langsung naik, bukan nggak laku, cuma ya biasa aja gitu. Dikenal ya, kadang-kadang doang, tapi kalau terkenal jelas enggak. Justru gue lebih dikenal setelah main film yang cuma jadi pemeran pendukung. Tapi ya nggak papa juga, kan setiap orang punya jalannya masing-masing. Gue sih bersyukur-bersyukur aja, karena gue menikmati pekerjaan gue sebagai pemeran. Karena menurut gue susah sih kerja sesuai passion tuh, nggak gampang, apalagi kalau passion lo menyimpang jauh dari apa yang diharapkan kedua orang tua lo. Berat banget, man!
Ya, contohnya gue ini. Gue lahir dari keluarga yang nggak ada darah seninya, tapi gue milih jadi seniman. Malah jadi actor. Bokap gue awalnya menentang, karena gue satu-satunya anak laki-laki yang beliau harapkan untuk meneruskan perusahaan beliau, eh, tapi gue malah terjun ke dunia seni peran. Hampir kayak sinetron, dulu gue beneran diusir dari rumah pas ketahuan ikut casting sana-sini--yang sialnya nggak pernah dapet itu--. Tapi beruntung Mbak gue yang pertama udah nikah dan udah punya rumah sendiri waktu itu, alhasil gue bisa numpang di sana. Dan beruntungnya gue dulu, kakak ipar gue nggak masalah gue numpang di sana. Tapi itu menurut gue sendiri sih, nggak tahu deh aslinya dia beneran nggak masalah atau cuma kepaksa nampung gue.
Yang jelas kalau sekarang gue udah punya rumah sendiri dan bokap gue pelan-pelan mau menerima pekerjaan gue. Meski nggak jarang beliau nanya kapan gue mau pensiun jadi actor. Kalau pertanyaan itu udah keluar, mendadak gue langsung sensi. Berasa kayak mau ngomong kasar dua jam.
"Nanti nginep di sini kan?"
Lamunan gue seketika langsung buyar. Gue menoleh ke arah Mama sambil memamerkan senyum terbaik gue dan menggeleng.
"Lain kali ya, Ma, Eza pulang sore nanti."
Sesuai tebakan. Ekspresi Mama langsung cemberut. "Kamu itu udah nggak sayang sama Mama ya, Za?"
Gue langsung menghela napas berat. Mama kalau udah mode begini susah dibujuknya. Gue langsung berdiri dan menghampiri beliau. Tanpa ragu gue langsung memeluk Mama dan mengecup pipi beliau. Biasanya kalau gue udah nempel-nempel begini ke nyokap, Mama langsung luluh.
"Mama cuma pengen kamu nginep malem ini aja, Za. Kakakmu yang sudah nikah saja masih suka nginep di sini kok, masa kamu yang belum nikah kalah? Emang udah nggak sayang kamu sama Mama?"
"Duh, Mama ini apaan sih? Masa ngomongnya gitu? Enggak gitu lah, Eza sayang banget sama Mama. Cuma malem ini Eza terlanjur ada janji sama temen-temen Eza, kalau kita mau kumpul bareng. Masa mau dibatalin gitu aja, nggak enak lah, Ma."
"Oh, jadi kamu lebih milih kumpul sama temen-temen kamu ketimbang sama Mama?"
Dengan sedikit berat hati, gue akhirnya langsung mengangguk. "Ya udah, Eza nginep di sini. Mama seneng?"
Mama langsung mengangguk penuh bahagia, yang mau tidak mau membuat gue ikut tersenyum. Kebahagiaan nyokap terkadang memang sesederhana ini ya. Duh, jadi sedih karena sekarang udah nggak punya banyak waktu buat beliau.
__________________________________________________________________________________________________________________
"Orang normal jam segini udah siap-siap ke kantor. Jam segini kok baru bangun."
Gue mendadak enggak berselera untuk sarapan saat mendengar sindiran bokap gue. Sekarang sudah jam 7 dan gue baru keluar dari kamar. Bukan tanpa alasan, semalem gue pulang pagi karena diajak bahas projek bareng temen-temen gue. Alhasil tadi habis subuh gue tidur lagi dan baru bangun setelah dibangunin nyokap gue.
Gue berniat meninggalkan ruang makan karena malas, tapi nyokap gue dengan gesit menahan gue. Sambil tersenyum menenangkan gue, beliau mendorong tubuh gue dan menyuruh gue untuk duduk di kursi. Dengan penuh rasa kasih sayang Mama langsung mengambilkan nasi goreng untuk gue sarapan. Kalau bukan karena nyokap gue itu rasanya ogah pulang atau nginep di sini.
"Mau sampai kapan kamu hidup begini?"
"Sampai Eza bosan," jawab gue dengan nada menantang.
Ekspresi Papa terlihat kesal dengan jawaban gue. Beliau terlihat seperti hendak membuka suara dan memprotes. Namun, dengan cepat nyokap gue menyuruh bokap segera berangkat ke kantor.
Awalnya, Papa terlihat tidak setuju tapi setelah melirik jam tangannya. Beliau langsung berdiri dan pamit pergi ngantor. Gue langsung bernapas lega tak lama setelahnya. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, karena nyokap gue tiba-tiba memukul pundak gue, saat gue hendak menyuap sarapan.
"Kamu itu lho, Za, kalau ditanya Papa-mu jangan jawab begitu kenapa sih?"
"Ya, abis Eza kesel, Ma. Masa tiap Eza pulang atau tiap Papa ketemu Eza, pasti pertanyaannya itu terus. Bosan kali, Ma."
Mama menghela napas lalu duduk di samping gue. "Ya, kan Papa-mu itu nggak banyak omongnya, Za. Wajar kalau pertanyaannya itu-itu terus. Kamu itu harusnya lebih maklum, sabar dong."
Gue meletakkan sendok gue. "Mama mau Eza sabar kayak gimana lagi? Di sini itu masalahnya Papa yang nggak terima sama pilihan Eza. Makanya Papa begitu."
Mama kembali menghela napas. Ekspresinya terlihat membenarkan ucapan gue. Ia kemudian berdiri sambil menepuk pundak gue dan menyuruh gue melanjutkan sarapan.
"Oh ya, nanti kamu mau pulang jam berapa?"
"Abis ini, kelar sarapan, mandi terus pulang. Kenapa?"
"Anterin Mama dulu bisa nggak?"
"Ke mana?"
"Rumah Tante Ratih."
Gue hanya mengangguk setuju sambil mengacungkan jempol. Karena mulut gue saat ini masih sibuk mengunyah.
"Ya sudah, kamu abisin sarapan kamu. Mama mau ke atas dulu siap-siap."
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Dara
Awal yg menarik...gaya bahasanya juga enak, ringan sesuai dg ceritanya👍
2023-08-08
0