Mama Nggak Percaya

__________________________________________________________________________________________________________________

"Mama pengen kamu jujur," ucap nyokap gue sambil mendorong maju ponsel miliknya di atas meja mendekat ke arah gue yang duduk di hadapan beliau.

Gue nggak tahu ada angin apa, atau abis mimpi apa, pagi-pagi nyokap gue sudah berada di rumah gue terus bikinin gue sarapan. Tapi yang jelas sepertinya bukan hal yang bagus, karena kalau gue perhatikan ekspresi beliau tidak begitu bersahabat. Maka dengan perasaan was-was gue meraih ponsel itu dan melihat apa yang sedang coba Mama tunjukkan pada gue. Dan betapa terkejutnya gue saat melihat foto yang ada di sana.

Itu gue dengan entah siapa gue nggak tahu. Perempuan. Harus gue akui cantik dan juga manis. Poin plusnya perempuan ini berjilbab. Kalian tahu kan kalau lihat perempuan cantik berjilbab tuh auranya beda, kayak adem gitu? Nah, lihat foto perempuan itu tersenyum tuh rasanya begitu.

"Siapa perempuan itu? Mama tahu kamu belum pernah kenalin perempuan itu ke Mama dan kalian belum pernah terlihat projek bareng, jadi sekarang kasih tahu Mama siapa dia. Pacar baru kamu?"

Gue menggeleng dan kembali melanjutkan sarapan gue. "Enggak kenal."

"Nggak kenal gimana? Foto tersebar di mana-mana dan itu banyak, Za, kamu jangan coba tipu Mama kamu ya. Mama nggak segampang itu dibohongi ya, Za. Mama mau kamu jujur!"

"Ya emang nggak kenal, Ma. Eza nggak kenal siapa perempuan itu, ketemu aja belum pernah loh."

Mama berdecak sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "Sekarang kamu udah pinter ya bohong sama Mama?"

Secara terpaksa gue menghentikan kegiatan sarapan. Gue letakkan sendok dan garpu lalu menatap Mama serius. "Astagfirullah, Mama ini itu editan, Eza nggak kenal siapa perempuan ini. Sumpah demi Allah, Ma. Eza nggak bohong," ucap gue jujur.

"Editan gimana sih? Orang ini kelihatan begini kok, gimana bisa kamu bilang ini editan? Kamu jangan coba-coba bodohi Mama ya, Za."

Gue menarik napas dalam, sebelum akhirnya harus mencoba menjelaskan lebih detail. "Mama-ku tersayang, Eza beneran nggak kenal sama perempuan ini. Dan ini itu cuma editan, zaman sekarang orang-orang emang sejago itu dalam urusan edit-mengedit, makanya kadang suka keliatan real gitu. Tapi coba Mama perhatikan lebih detail, pake kacamata baca Mama," ucap gue kemudian. Gue celingukan mencari kacamata baca nyokap yang ternyata masih berada di dalam wadahnya.

Gue kemudian membuka wadah itu, mengeluarkan benda itu dari dalam sana dan langsung membantu memakaikan pada beliau. Setelah dirasa pas dan nyokap mulai terasa nyaman, baru lah gue menyuruh nyokap kembali melihat ke arah layar.

"Sekarang coba dilihat baik-baik!"

"Yang beginian editan?" tanya Mama.

Gue mengangguk dan mengiyakan lalu mulai melanjutkan sarapan gue tadi yang sempat tertunda.

Nyokap terlihat tidak percaya dan tidak puas dengan jawaban gue. Diamati layar ponsel itu dengan serius dan seksama.

"Tapi cantik juga, Za, Mama sih nggak nolak kalau emang beneran dia pacar kamu."

Suapan gue mendadak susah tertelan, padahal menurut gue, gue sudah mengunyahnya dengan baik. Namun, mendengar kalimat nyokap barusan membuat nafsu makan gue menguap entah kemana. Untung saja sarapan gue tinggal dikit, jadi gue tidak terlalu merasa terbebani, karena nggak menghabiskan jatah sarapan.

"Kok sarapannya nggak diabisin?" protes beliau. Yang kebetulan baru menyadari kalau nasi gue masih sisa sedikit, "nggak boleh gitu, Za, di luar sana masih banyak orang nggak bisa makan. Kamu harusnya beruntung, jangan mubazir begini lah. Ayo dihabisin!"

Mama meraih sendok, menyendok nasi dan langsung menyuapkannya pada mulut gue. Yang dengan terpaksa harus gue kunyah, karena nggak mungkin juga kan gue muntahin?

"Ngomong-ngomong, Mama serius soal yang tadi."

Gue menerjap kaget. "Yang mana, Ma?"

"Nggak usah pura-pura nggak ngerti deh! Mama tahu kamu pasti paham kok." Mama kemudian meraih ponselnya kembali dan menunjukkan layar ponsel beliau ke arah gue, "Mama nggak nolak kalau dikasih mantu begini. Keliatan cantik, anggun, sopan, berjilbab lagi. Nggak kayak mantan kamu."

"Ma," tegur gue dengan nada tersinggung.

"Iya, iya, Mama tahu."

"Kalau tahu kenapa dibahas lagi?"

Mama tidak membalas. Beliau memilih menghindar dengan meraih piring kotor gue dan berdiri. "Mending kamu mandi sana, terus anterin Mama pulang. Kamu ada syuting nggak hari ini? Kalau ada biar Mama minta jemput si Tarjo."

Gue menggeleng. "Adanya nanti sore. Pagi sama siang ini Eza free. Rencananya mau main ke rumah Kakak sih tadinya."

"Ide yang bagus tuh, yuk, buruan kamu mandi. Mama tungguin."

Dengan gerakan tidak sabar, Mama langsung menyuruh gue bangun dan segera mandi. Gue hanya mampu terkekeh sambil geleng-geleng kepala lalu segera bergegas menuju lantai atas untuk mandi.

Gue merasa jauh lebih segar setelah mandi. Di saat gue masih sibuk mengeringkan rambut, tiba-tiba suara Mama terdengar berteriak.

"Za, udah belum? Buruan! Dandannya nggak usah lama-lama!" teriak beliau.

Gue langsung menggerutu. Baru juga selesai mandi, belum selesai mengeringkan rambut, belum pakai baju, masih lilitan handuk, udah diburu-buru aja. Dasar Mama.

"Iya, Ma, bentar lagi!" balas gue ikut berteriak.

Samar-samar gue mendengar nyokap menggerutu. "Lama banget sih, Mama udah kayak nungguin anak gadis mandi sama dandan, Za," teriaknya tiba-tiba.

Gue kemudian menarik kaos dan celana pendek secara asal. Lalu memakainya dengan gerakan terburu-buru. Setelahnya, gue langsung menyisir rambut tak kalah asal. Meraih parfum favorit dan menyemprotkannya ke seluruh tubuh. Setelah dirasa oke, gue kemudian keluar dari kamar sambil membawa hand bag yang gue kalungkan pada pergelangan tangan gue.

"Pantesan lama banget, ternyata mandi parfum dulu," sambut Mama saat melihat gue keluar dari kamar, "pake parfum secukupnya aja deh, Za, selain biar nggak pemborosan, biar orang lain, yang kurang suka sama wangi parfum kamu nggak terlalu pusing pas nyium secara nggak sengaja. Kan kasian, udah nggak suka, tapi kamu pakainya berlebih."

Gue mematung sesaat. Perasaan gue tadi cuma nyemprot dua kali doang deh, masa iya dibilang berlebihan. Spontan gue membaui badan gue sendiri. Wangi kok. menurut gue juga nggak berlebih.

"Mama nggak suka? Mau Eza ganti parfum baju lain aja?" tawar gue kemudian.

Ribet juga kalau semisal ntar Mama ngomel sepanjang jalan. Karena nggak suka sama bau parfum gue.

"Kan Mama nggak bilang nggak suka, cuma semisal orang lain yang nggak suka, Za. Kamu itu kalau dikasih tahu Mama suka nggak merhatiin bener-bener sama apa yang diomongin deh, kebiasaan."

"Oalah. Kirain Mama yang nggak suka." Gue mengangguk paham lalu segera mengajak Mama berangkat.

Tbc,

Terpopuler

Comments

aiswa nahdza🍁

aiswa nahdza🍁

lanjuutt donk kak, seru lo ceritanya...aq udah baca semua karyamu disini kak.. semangat update nya 💪🤗

2023-03-25

1

Tari Story

Tari Story

lanjut dong

2023-03-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!