Tidak ingin terlalu ambil pusing dengan kalimat Vero, gue kemudian memilih mengetik balasan untuk Zea.
@Eza_Shariq : berarti gk takut nih sama pacar?
@Eza_Shariq : pacarnya gk galak ya?
Setelah mengetik balasan untuk Zea, gue baca ulang pesan yang baru saja gue kirim. Otak gue kemudian berpikir keras, pesan yang gue kirim terkesan sok asik nggak sih? Kira-kira pertanyaan gue berlebihan nggak sih? Apa gue hapus aja ya sebelum dilihat? Tapi gue rasa enggak, deh, aman. Kan gue cuma bercanda, sekalian minta isyarat kira-kira status Zea apa ya? Apa perempuan itu sudah memiliki kekasih atau belum. Tapi kalau dipikir-pikir lagi kok kayaknya untuk perempuan secantik Zea, nggak mungkin deh kalau masih sendiri, pasti udah punya lah. Eh, tapi bisa saja kan baru putus? Nah, kalau ini mungkin.
Ah, sudah lah kenapa gue harus pusing dengan status hubungannya? Kan itu privasi dia, kenapa gue harus kepo?
@ZeaSyazani_Albirru : hahaha
Gue melongo saat membaca balasan Zea. Hah? Cuma begini responnya? Terus maksudnya apa?
Bentar, kok gue bacanya ketawa Zea agak sarkas ya kayaknya. Apakah dalam hati perempuan itu membatin 'haha, kok ini cowok kepo banget sama cowok gue? naksir jangan-jangan'. Lalu sisi terdalam gue tidak terima, karena gue nggak ngerasa naksir.
Namun, sekali lagi setelah gue pikir-pikir kan ini cuma asumsi pribadi kenapa gue jadi heboh begini.
Astaga, Tuhan, kenapa sih gue ini sebenernya?
Kenapa rasanya gue seperti tidak terima ya, kalau seandainya Zea beneran udah punya cowok. Masa iya gue naksir? Gila, ketemu sekali loh?
Wah, nggak beres nih otak gue.
"Kenapa lagi muka lo?"
Mas Tito datang menghampiri gue sambil membawa minuman isotonik dingin. Gue mengulurkan tangan untuk menerimanya, tak lupa sambil mengucapkan kata terima kasih.
"Gue perhatiin mood lo akhir-akhir ini mood swim banget deh, Za. Bentar-bentar senang, bentar-bentar bete, ntar tau-tahu senang lagi, kayak orang lagi kasmaran," ledek Mas Tito sambil terkekeh geli.
Gue diam sebentar sambil mencerna kalimat Manager gue. Masa iya sih gue begitu? Perasaan biasa aja deh.
Ragu-ragu gue menoleh ke arah Mas Tito. "Masa gue gitu sih, Mas?" tanya gue tidak yakin.
Dengan wajah yakinnya, Mas Tito mengangguk dan membenarkan. "Lo nggak nyadar?"
Dengan wajah frustasi gue menggeleng. Gue kemudian memutuskan untuk membuka botol minum dan langsung menegaknya, berharap ikut sedikit menyegarkan otak gue yang sumpek.
"Jadi cewek mana? Yang kemarin atau yang baru?" ledeknya kemudian.
Gue langsung mendengus saat meresponnya.
"Enggak ada," respon gue kemudian.
Sekarang giliran Mas Tito yang mendengus. Ia terkekeh samar tak lama setelahnya, tanpa mengeluarkan komentar apapun. Dan entah kenapa ini justru menyentil gue. Otak gue kembali berpikir keras. Masa iya gue naksir perempuan yang belum benar-benar gue kenal?
"Mas," panggil gue tiba-tiba.
"Hmm," respon Mas Tito seadanya. Pria itu bahkan tidak sekedar menoleh ke arah gue, pandangannya tetap lurus ke depan.
Perasaan ragu tiba-tiba muncul. Gimana ya? Bilang ke Mas Tito jangan?
"Kenapa?"
Lamunan gue seketika langsung buyar. "Hah? Iya, gimana, Mas?"
"Lo nggak fokus, Za. Kecapekan ya lo? Apa mau jatah libur dulu? Lama-lama gue khawatir kena omel nyokap-bokap lo kalau begini."
"Apaan sih? Enggak bakalan lah, Mas. Kalau nyokap sih, ya, mungkin bener, tapi kalau bokap enggak deh."
"Lo salah. Kan bokap lo yang lebih nggak pengen lo berada di dunia ini, eh, maksud gue dunia entertainment ya, jangan salah paham lo. Apalagi lo ini si bungsu, harapan besar bokap lo. Jadi, saran gue jangan terlalu keras sama bokap lo."
Gue tidak dapat menahan kerutan di dahi. Tunggu sebentar, ini maksud Mas Tito apaan? Kenapa random banget tiba-tiba bahas bokap?
"Mas," panggil gue curiga.
"Kenapa?"
Gue menatap Mas Tito ragu-ragu, berusaha menyingkirkan asumi di otak, gue kemudian memilih untuk menggeleng.
"Enggak, nggak papa."
"Kan, aneh lagi lo. Gue kosongin jadwal lo ya besok, lo main sepuasnya sama temen-temen lo atau ponakan lo. Sebelum kita mulai sibuk promo film, gimana?"
Gue menggeleng lalu menyandarkan punggung gue pada badan kursi. "Enggak, nggak perlu, Mas. Belum ngerasa butuh juga, lebih butuh duit soalnya gue. Jadi, jangan kosongin jadwal gue, ambil job kayak biasa aja."
"Yakin lo?"
Dengan wajah yakin, gue mengangguk cepat.
Mas Tito mengangguk paham tanpa berkomentar apapun setelahnya. Sementara gue langsung dipanggil si crew untuk melanjutkan syuting.
Kelar syuting, gue memutuskan untuk nyari makan lebih dulu sebelum pulang. Karena tiba-tiba gue pengen beli nasi Padang. Soal menu makan gue emang suka random tiba-tiba pengen sesuatu, untung zaman sekarang serba canggih. Jadi kalau semisal gue udah terlanjur sampe rumah dan tiba-tiba pengen sesuatu, ya, tinggal scroll-scroll dan klik. Maka semua dijamin beres.
Gue kemudian memutuskan untuk menghentikan mobil di warung makan Padang. Berhubung tempatnya tidak terlalu ramai gue memutuskan untuk tidak memakai masker. Bukan bermaksud sombong atau sok ngartis, tapi kalau mengunjungi tempat ramai gue memang lebih sering menggunakan masker. Meski sebenarnya kemungkinan gue bakalan langsung dikenali itu antara 50-50 sih.
Karena malas makan di sini, gue memutuskan untuk dibungkus. Lagian lebih nyaman di rumah karena gue juga sebenernya udah pengen cepet-cepet mandi dan bebersih.
Selama menunggu pesanan, daripada boring gue memutuskan untuk membuka ponsel. Men-scroll akun sosial media menjadi salah satu trik ampuh membunuh jenuh. Saat sedang asik men-srcoll, tiba-tiba gue menemukan sebuah foto yang nampak tidak asing. Tunggu sebentar, kayak nggak asing?
Gue celingukan ke arah sekitar. Hah? Zea juga sedang berada di sini?
Gue berusaha lebih memfokuskan pandangan gue ke arah sekitar untuk mencari keberadaannya. Lumayan lama mencari akhirnya gue berhasil menemukannya. Benar, itu Zea. Sedang asik menikmati makan malamnya dan sesekali mengobrol dengan seorang pria yang berada di hadapannya. Senyum perempuan itu nampak cerah. Lalu apakah pria itu kekasih perempuan itu?
Tanpa sadar gue mengepalkan tangan tak suka melihat keduanya nampak begitu akrab. Gue bahkan sampai mengabaikan panggilan si pelayan yang mengatakan kalau pesanan gue siap dibawa pulang.
Sial, mood gue terjun bebas. Pertanda apakah ini? Gue dipertemukan dengan Zea secara tidak sengaja saat dengan sang pacar? Mungkinkah ini cara Tuhan agar gue tidak terlalu berharap dengan perempuan itu?
Tunggu, sebentar? Kenapa juga gue harus berharap pada Zea? Memang siapa perempuan itu? Toh, hanya seorang selebgram yang kebetulan memiliki toko roti dan dijodohkan fans sama gue. Udah gitu doang, kenapa juga gue harus pusing?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Dara
,Ck..ck....msh aja denial
2023-08-08
0