Gue spontan menghentikan langkah kaki, saat merasakan getaran pada saku celana. Kening gue spontan mengkerut heran begitu benda pipih berlogo apel digigit itu keluar dari saku celana. Nama Kak Luna yang tertera pada layar. Batin gue seketika bertanya-tanya, ada apa nih? Masalahnya Kak Luna sangat jarang menelfon kecuali hal penting, sangat berbanding balik dengan Kak Isa.
Tunggu sebentar, kok gue jadi banding-bandingin kakak-kakak gue sih? Gue aja nggak suka kalau dibandingin, tapi berani banget gue sok-sok membanding-bandingkan orang yang bahkan lebih dulu merasakan pahit manisnya kehidupan.
Tak ingin membiarkan Kak Luna menunggu terlalu lama, gue pun akhirnya memutuskan untuk langsung menekan tombol hijau dan menempelkan pada telinga kiri gue. Kaki gue kembali melangkah tak lama setelahnya.
"Ya, halo, Kak? Assalamualaikum, ada apa, Kak?" sapa gue sambil tersenyum pada orang yang baru saja berpapasan dengan gue.
"Dek, kamu di mana?"
"Di kantor agensi, Kak, abis bahas projek baru sih sama Barra. Gimana, Kak?"
"Udah mau pulang belum?"
Gue melirik arloji pada pergelangan tangan gue. "Bentar lagi pulang sih."
"Aku kalau mau minta tolong boleh nggak?"
"Ya, asal bisa Eza bantu, ya bakal Eza bantu lah, Kak, masa enggak. Kenapa emang? Kira-kira Eza bisa bantu apa?"
"Tolong nanti kalau pulang mampir ke toko kue Albirru, ya, nanti alamatnya aku kirimin lewat chat sama sekalian nota-nya."
Gue kemudian membuka pintu rungan Barra dan masuk ke sana. "Emang bisa, Kak?"
"Bisa, kan aku pesennya online jadi bisa kok, ntar aku tinggal bilang kalau adik aku yang ambil gitu. Tapi ini kalau kamu-nya bisa, kalau enggak ya udah nggak papa juga sih sebenernya."
Gue mengangguk seraya duduk di sofa yang ada di ruangan Barra. "Iya, bisa kok, Kak, nanti aku ambilin sekalian. Kirimin aja nota-nya."
"Oke, thanks ya, abis ini langsung aku kirim. Assalamualaikum."
"Oke, wa'alaikumsalam, Kak."
Klik. Gue langsung mematikan sambungan telfon dan meletakkan ponsel di atas meja. Tangan gue kemudian kembali meraih botol tumbler yang gue bawa ke mana-mana. Demi mengurangi limbah sampah plastik, gue selalu bawa tumbler kalau beli minuman di coffe shop. Menurut gue langkah baik bisa dimulai dari diri sendiri dan hal yang paling sederhana.
"Kenapa?" tanya Barra.
"Kakak gue. Kak Luna minta tolong suruh ambil kue di toko langganannya gitu deh."
"Gagal nongkrong dong kita?"
Dengan raut wajah penuh penyesalan gue mengangguk. Ekspresi Barra sebenarnya tidak terlihat kesal, wajahnya biasa saja seolah memang itu bukan masalah. Tapi bagi Vero, sudah jelas pria itu pasti kesal. Pasalnya yang ngajakin nongkrong hari ini adalah gue, karena gue sendiri bebas seharian ini. Eh, malah gue juga yang tiba-tiba ingin membatalkan.
"Gue sih nggak masalah, Za." Barra melirik gue tidak yakin.
Hal ini membuat gue tersenyum seraya mengangguk paham. Vero. Itu anak bisa mencak-mencak kalau gue tiba-tiba batalin secara tiba-tiba begini.
"Ya udah, nggak jadi gagal deh. Kita jadi nongkrong di tempat biasa, gue ntar cuma mampir doang aja ke rumah Kak Luna-nya abis nganter kue pesenannya. Daripada si Vero mencak-mencak, tuh anak kan kalau mencak-mencak paling serem ketimbang lo."
Secara pembawaan Vero itu lebih santai dan asik ketimbang Barra, yang lebih terkesan kalem, tenang, namun penuh wibawa. Nah, berhubung Vero biasa asik dan kalau udah ngamuk serem karena emang jarang marah, lain halnya dengan Barra yang emang kebiasaan sehari-hari udah nggak begitu banyak omong dan lumayan tegas, jadi kita kayak udah terbiasa. Meski sebenernya kalau dipikir-pikir sama-sama seremnya.
"Kapan gue serem?" Barra bertanya dengan raut wajah tidak terima, "gue selalu baik kali."
Seketika gue mendengus. "Iya, lo emang baik, saking baiknya sampe diputusin kan karena terlalu baik." gue kemudian berdiri seraya meraih ponsel dan tumbler, "gue cabut duluan, ya, bilangin ke Vero ntar gue bakal telat dikit."
Mendengar jawaban gue, kini giliran Barra yang gantian mendengus. "Bilang sendiri!" balasnya kemudian. Seolah ogah disuruh bawahannya sendiri.
Gue pun langsung mencibir tak lama setelahnya. "Dasar pelit lo!" sebelum akhirnya benar-benar keluar dari ruangan Barra.
***
Gue langsung menghentikan mobil saat sudah menemukan papan nama sebuah nama toko kue. Sebelum turun, gue mencoba memastikan sekali lagi, mencocokkan alamat yang Kak Luna kasih dengan papan nama yang tertera di hadapan gue. Setelah memastikan tidak ada kesalahan, gue kemudian langsung turun dan masuk ke dalam toko kue. Begitu masuk gue langsung disambut dengan sapaan pelayan dengan ramahnya. Toko ini tidak terlalu besar tapi lumayan oke luas, pengunjungnya pun tidak terlalu ramai saat gue masuk ke sana. Sepertinya bukan karena toko ini tidak terlalu laku, tapi karena memang sasaran pasar mereka adalah via online.
"Permisi, Kak, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang pelayan sambil tersenyum ramah ke gue.
Gue balas tersenyum sambil menunjukkan layar ponsel. "Mau ambil pesanan kue atas nama Fazluna, udah ready, Mbak?"
"Mohon tunggu sebentar, Kakak, saya coba cek ke belakang dulu, ya, Kak." Si pelayan langsung pamit undur diri dan masuk ke dalam ruangan.
Gue mengangguk dan mengiyakan sebelum akhirnya mempersilahkan si pelayan itu ke belakang. Sambil menunggu gue melihat-lihat beberapa potong kue yang terpajang di etalase. Kayaknya bisa nih gue bawain Vero biar nggak ngamuk nanti kalau gue telat ketemuannya.
"Atas nama Kak Fazluna!"
Spontan gue mengangkat wajah saat nama Kak Luna dipanggil. Seorang perempuan dengan jilbab segiempat menutupi dadanya keluar dari belakang sambil membawa kotak kardus berisi kue pesanan Kak Luna. Sesaat gue terpana melihat kecantikkannya. Tidak munafik, gue pria normal yang kalau ketemu perempuan cantik dengan aura positif vibe begini, apalagi terlihat anggun dan juga sopan, sehingga membuat gue susah untuk berkedip.
Tunggu sebentar, wajahnya terlihat tidak asing tapi di mana ya gue melihatnya.
"Kak! Mohon maaf?"
"Eh?" Lamunan gue seketika langsung buyar, "maaf, maaf, jadinya berapa, ya?"
"Pesanan sudah dibayar, Kak. Kaka dengan Kak Eza kan?"
Gue mengangguk untuk mengiyakan.
"Mohon maaf boleh diperlihatkan nota-nya?"
Gue langsung menunjukkan layar ponsel gue.
"Oke. Done, ya, Kak. Kue-nya bisa langsung dibawa. Terima kasih sudah berbelanja di toko kami, kami tunggu next ordernya ya, Kak."
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya gue nggak nyambung. Gue tidak tahan untuk tidak bertanya, karena gue merasa seperti pernah melihat di suatu tempat, tapi masalahnya ingatan gue nggak sebagus itu ternyata.
"Maaf?"
Duh, melihat responnya yang terlihat seperti orang kebingungan, kok kayaknya yang pernah liat gue doang, ya?
Hal ini membuat gue meringis malu-malu. "Eh, sorry, sorry, sok asik banget ya gue? Kayaknya gue salah orang, gue kira lo orang yang gue kenal. Minta maaf ya, kalau gitu saya pamit duluan. Permisi."
Karena sudah terlanjur malu, gue cepat-cepat memutuskan untuk keluar dari toko. Gue bahkan sampe lupa nggak jadi beliin Vero kue kan? Mau masuk lagi udah terlanjur tengsin. Padahal gue yakin Vero pasti suka nih. Ah, sayang banget.
Setelah meletakkan kue pesanan Kak Luna di bangku penumpang, baru kemudian gantian gue yang masuk ke dalam mobil. Saat mendengar bunyi klik setelah mengaitkan seat belt, tiba-tiba secara ajaib ingatan gue tentang siapa perempuan cantik tadi muncul di otak gue. Cepat-cepat gue membuka ponsel untuk memastikannya.
Astaga benar, dia adalah Zea. Zea Syazani Albirru. Orang yang selalu dijodohin fans-fans gue. Tapi ngapain dia di sini? Gue sedikit menurunkan kaca mobil dan membaca ulang papan nama yang tertera di depan toko. Albirru cake and bakery. Jangan bilang toko ini punya dia?
Wow, gue tidak bisa untuk tidak takjub. Udah cantik, anggun, keliatan sholehah, punya toko kue lagi, tapi dijodohinnya ke gue? Apa ya nggak kasian dia-nya?
Gue kembali mencoba mengklik akunnya, dan kini sudah tidak gembokan lagi. Tanpa banyak berpikir gue langsung menekan tombol follow tanpa ragu-ragu. Baru setelahnya gue benar-benar meninggalkan toko menuju rumah Kak Luna.
Kebetulan macam apa ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
dementor
itu semesta yang mengatur elo ketemu dengan dia,oh bukan ternyata author yang mengatur ceritanya..
2023-06-18
0