Pagi ini begitu bangun gue langsung bergegas menuju dapur untuk memasak. Sebuah kegiatan yang sangat jarang gue lakukan, tapi nggak tahu deh abis kesambet apaan tadi tetiba pengen bikin nasi goreng. Untung masih ada nasi sisa semalam. Di kulkas juga masih ada bahan yang bisa gue campuran untuk membuat nasi goreng. Lumayan lah. Momen langka tapi semesta masih mendukung.
Berhubung ini momen langka, jadi gue ingin pamer ke followers gue. Lumayan sekalian pencitraan. Haha.
Begitu selesai gue langsung bergegas mencari ponsel untuk memotret mahakarya gue. Setelah mendapat gambar yang sesuai, gue langsung memostingnya dengan caption 'nasib bujang ya begini, masak-masak sendiri, makan, ya, makan sendiri. Enggak ada yang berniat mau nemenin kah🙃.
Tak butuh waktu lama balasan komentar langsung membanjiri kolom komentar. Gue terkekeh geli saat membacanya. Ada-ada saja balasan mereka. Kebanyakan dari mereka langsung mengeluarkan skill menggombalnya. Gue akui skill mereka soal beginian juara sih.
Gue akhirnya memutuskan untuk sarapan sambil membaca komentar mereka yang sangat bagus dalam menaikkan mood. Saat hendak mengetik balasan untuk salah satu komen yang menurut gue menarik, tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk dan itu dari Barra.
Ngapain ini si Barra nelfon pagi-pagi begini?
"Ya, halo, Bar? Kenapa?"
"Lo di mana?" tanyanya terdengar to the point dan seperti tidak ingin basa-basi. Bahkan nada bicaranya pun sedikit tidak bersahabat.
Kenapa lagi ini bos gue?
"Masih di rumah. Jadwal gue siang sih, jadi pagi ini gue free."
"Buruan siap-siap terus ke kantor, gue tunggu."
Tumbenan, ada apa nih? Gue perasaan nggak habis bikin masalah deh.
"Kenapa? Ada tawaran projek baru?" Gue tetap melanjutkan makan sambil tetap menelfon.
"Nggak usah banyak nanya, langsung ke sini aja ntar. Pokoknya ada yang mau gue bahas."
Buset, dari nada bicaranya Barra terdengar serius. Ada apa nih?
Gue mengangguk paham. "Oke. Nanti begitu kelar beberes gue langsung ke kantor. Udah--"
Klik.
Tanpa membiarkan gue menyelesaikan kalimat, Barra langsung mematikan sambungan telfon begitu saja. Hal ini tentu saja langsung mengundang umpatan samar dari mulut gue. Buset, sedang bos mode on rupanya si Barra.
Tak ingin mood gue semakin hancur, gue memutuskan untuk menyelesaikan sarapan gue dan langsung mandi. Bisa kena omel gue ntar kalau nggak cepet-cepet berangkat ke kantor. Barra kalau sedang mode begini tuh serem. Gue takut kena omel.
***
Saat gue sampai di kantor dan masuk ke ruangannya. Gue langsung disambut dengan ekspresi Barra yang kurang mengenakkan. Batin gue jadi harap-harap cemas karena harus menebak mood Barra yang kali ini tidak terlihat bagus.
Dengan perasaan sedikit takut, gue kemudian duduk di sofa yang tersedia di ruangan Barra. Tentu saja setelah tadi gue sempat menyapanya lebih dahulu, yang hanya dibalas seadanya oleh Barra.
Buset, beneran lagi jelek banget ini mood Barra nih kayaknya.
"Gue abis bikin salah, ya?" tanya gue ragu-ragu.
Barra menatap gue sekilas lalu meletakkan i-Pad nya dengan sedikit kasar. "Bisa lo jelasin ini maksudnya apa?"
Ragu-ragu gue meraih i-Pad milik Barra. Kedua bola mata gue membulat sempurna saat menemukan foto yang tertera di sana. Hah, kok bisa foto gue sama nyokap dan Zea ada di sini.
"Udah sejauh apa hubungan kalian?"
"Wait, wait, gue sama Zea bahkan belum ada hubungan yang kayak gitu, Bar."
"Terus itu? Editan lagi?"
Gue menggeleng cepat. "Ya, enggak, gue kemarin emang ketemu Zea beneran."
"Sampai melibatkan nyokap lo?"
Gue berdecak kesal. "Enggak gitu, ini semua nggak kayak yang lo pikir, Bar. Ceritanya nyokap gue lagi ke toko bahan kue, terus nggak sengaja ketemu Zea, nah, nyokap gue nelfon gue. Ya udah, gue ke sana. Kita ketemu di sana. Tapi emang nggak ada hubungan yang gimana-gimana. Gue bahkan belum mulai."
Barra menaikkan sebelah alis. "Belum mulai?" beonya kemudian, "emang apa yang mau lo mulai?"
"Hubungan antara perempuan dan lelaki. Meski lo bos gue, lo nggak punya hak buat ngatur ya, Bar," ucap gue memperingati.
Barra mengangkat kedua tangannya sambil mengangguk paham. "Oke, gue nggak akan ngatur karena emang gue punya hak buat ngatur. Tapi bisa nggak lo tahan sebentar sampai minimal film lo kelar?"
"Lo nggak percaya sama kemampuan gue?"
Barra berdecak. "Bukan masalah gue percaya atau enggak, Za. Tapi lo ngerti sedikit lah opini publik tuh sangat berpengaruh, kalau lo ngegas usaha sama Zea, ntar chemistry lo sama lawan main lo pasti kurang. Lo paham kan kenapa gue begini?"
Sambil menghela napas, gue mengangguk paham. "Iya, gue ngerti, cuma gue ngegas pun juga nggak bakalan gue perlihatin langsung kali, Bar. Tenang aja, gue bakalan keep private dulu. Jadi lo nggak usah khawatir. Oke?"
Barra menatap gue serius. "Bisa gue percaya ucapan lo?"
Gue berdecak tidak percaya dengan pertanyaan Barra. "Anjir, kita temenan berapa tahun, Bar, masih aja lo meragukan gue?"
Kali ini Barra diam. Tidak berkomentar apapun setelahnya.
"Lo kalau lagi ada masalah ya?" tebak gue sok tahu.
Barra masih tetap dalam mode diamnya dan hanya melirik gue sekilas.
"Karena menurut gue, nggak seharusnya lo bersikap kayak gini kalau nggak karena sedang pusing." Gue menyilangkan kaki, "lo masih belum menemukan titik terang ya sama Emma?"
Barra berdecak. "Enggak usah bawa-bawa dia."
"Terus lo berharap gue bawa-bawa siapa? Vero?"
Barra tidak berkomentar lalu berdiri. "Urusan kita udah selesai. Sana lo pergi, gue sibuk," usirnya kemudian, "inget, jangan keseringan nyenengin fans lo. Nanti mereka makin ngelunjak, kalau mereka udah ngelunjak gue juga yang repot."
"Bukannya lo seneng?"
"Kenapa bisa gue yang seneng?"
Gue mengangkat kedua bahu secara bersamaan lalu berdiri dan pamit pergi. "Ya udah, gue cabut kalau gitu."
Barra mengangguk dan mempersilahkan gue pergi. Tepat saat gue hendak menyentuh pintu ruangannya, Barra tiba-tiba memanggil gue.
"Za!"
Gue menoleh dengan sebelah alis terangkat. "Ya?"
Bukannya langsung menjawab, Barra malah menghela napas. Pria itu terlihat berpikir sebentar sebelum mengeluarkan suara. "Kalau lo serius sama Zea, gue dukung, tapi tetep harus ingat beberapa perjanjian kita. Paham?"
Gue mengangguk cepat seraya tersenyum tipis, sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan ruangan Barra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
dementor
bisnis is bisnis,friendship is bullshit!!!!
2023-06-19
1
dementor
pencitraan sekaligus pansos (panjat sosial)...
2023-06-19
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
bisnis lebih utama mengalahkan rasa kemanusiaan hufft 🤧🤧🤧
2023-06-10
0