Ketahuan

____________________________________________________________________________________________

Pagi ini tidur gue terusik dengan suara berisik dari ponsel. Sambil berdecak kesal, gue kemudian meraba meja samping ranjang, tempat biasa menaruh ponsel. Setelah ketemu gue langsung mematikannya karena tak ingin tidur nyenyak gue terusik dengan suara berisik ponsel. Kebetulan siang ini gue ada pemotretan, dan jadwal gue lumayan penuh sampai malam, kalau pagi ini gue tidak cukup tidurnya, yang ada nanti malam gue uring-uringan.

Gue bangun saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, itupun dikarenakan perut gue yang mulai terasa lapar. Setelah cuci muka dan sikat gigi, gue langsung mencari ponsel untuk memesan makanan. Maklum, bujang ya begini. Sebenarnya kemampuan masak gue nggak jelek-jelek banget, hanya saja gue orangnya lumayan agak pemalas. Jadi dibanding memasak sendiri gue jelas lebih memilih untuk memesan saja. Kan enak kita nggak perlu repot-repot sliweran di depan kompor, tinggal duduk santai atau rebahan, scroll-scroll, klik, klik, tahu-tahu makanan datang. Selain karena alasan malas, alasan kuat gue memilih metode ini demi membantu perekonomian warga Jakarta. Kan lumayan kalau gue pesen udah membantu tempat makan sekaligus kurirnya. Mulia sekali kan niat gue?

Bunyi notifikasi seolah tidak mau berhenti kala gue menghidupkan ponsel. Reflek gue melempar ponsel ke kasur. Setelah menetralkan debaran jantung gue karena terkejut, gue kembali meraih ponsel gue dan mengeceknya. Ada apaan sih kenapa rame banget? Batin gue keheranan.

Astaga, ternyata semua notif berasal dari aplikasi sosial media yang nge-tag gue, mulai dari Instagram, Twitter, hingga Facebook. Padahal gue sudah sangat-sangat jarang membuka aplikasi ini.

Gue kemudian memutuskan untuk membuka aplikasi yang memiliki logo burung itu, bahkan nama gue muncul di kolom tranding. Karena penasaran gue langsung mengklik nama gue. Gue berdecak kesal karena pada pencarian populer justru orang sibuk berjualan dan bukannya berita tentang gue. Kebiasaan orang Indonesia memanfaatkan kosa kata yang sedang tranding dengan berjualan, masih mending kalau yang dijual barang-barang yang kata cewek-cewek menyebutnya lucu--meski versi gue nggak ada lucunya sama sekali--, tapi setidaknya itu jauh lebih baik ketimbang kalau diri sendiri yang dijual? Jujur gue kesel banget. Masalahnya gue udah sekuat tenaga menahan diri agar tidak membuka hal-hal yang berbau begituan, tapi malah disuguhin yang begitu. Tentu saja gue kesal.

Setelah beberapa saat men-scroll gue akhirnya bisa tahu penyebab kenapa sosmed ramai. Ternyata mereka sedang heboh membicarakan perihal kemarin saat Kak Isa tidak sengaja memencet tombol follow. Astaga, Tuhan, cuma perkara ginian doang dan mereka heboh sampai begini? Mana isinya semua lagi ceng-ceng in gue lagi. Duh, harus gue bales apaan ya? Apa pura-pura nggak tahu aja? Iya deh, mending gue pesen makan aja ketimbang ribet banget ngurusin mereka.

Sambil menunggu pesanan datang gue memutuskan untuk berolahraga sebentar. Gue tipe yang sangat peduli dengan kesehatan, meski makan gue sembarangan tapi kalau soal olahraga gue selalu menyempatkan diri di sela kesibukan. Dan kebetulan hari ini emang nggak sibuk-sibuk banget juga.

Olahraga gue standar sih, paling kalau males keluar treadmill berapa menit udah cukup. Tapi kalau bosen di rumah baru deh keliling komplek.

Setelah badan penuh keringat, gue memutuskan untuk mandi. Dan tepat setelah gue selesai mandi pesanan datang. Dengan langkah terburu-buru gue menuruni anak tangga untuk membuka pintu.

"Atas nama Mas Eza Shariq?"

Gue tersenyum seraya mengangguk dan membenarkan. "Iya, Mas."

"Sudah dibayar ya, Mas."

"Baik, terima kasih."

"Tunggu sebentar, Mas!"

"Ya?"

Gue mengerutkan dahi agak kaget. Apa jangan-jangan ini kurir kenal gue? Pikir gue berasumsi.

"Jangan lupa bintangnya ya, Mas?" ucap si kurir sambil tersenyum cerah.

Reflek gue terbahak sesaat karena tadi sempat kegeeran. "Beres, Mas, makasih ya."

Setelah memastikan sang kurir pergi, baru lah gue masuk dan mulai menyantap sarapan. Enggak bisa disebut sarapan juga sih karena sekarang udah hampir jam sebelas.

Saat sedang asik menyantap sarapan, tiba-tiba ponsel gue berbunyi. Ternyata yang menelfon Mas Tito, manager yang mengurusi jadwal gue.

"Ya, halo, assalamualaikum, Mas? Gimana?"

"Lo masih di rumah?"

"Iya. Ini lagi sarapan, kenapa?"

Terdengar suara dengusan dari seberang. "Sarapan apaan jam sebelas kurang? Dari mana aja lo sampai jam segini baru sarapan? Ngepoin anak gadis orang ya lo?"

"Apaan sih? Enggak ada, gue emang baru bangun aja. Lagian kalau lo mau bahas soal yang tranding pagi ini, itu karena ulah Kak Isa kemarin. Bukan gue, ya," ucap gue menjelaskan. Gue nggak mau Mas Tito ikut ngeceng-ceng in gue nantinya. Males banget.

Dapat gue dengar suara kekehan meledek terdengar dari seberang. "Halah, gengsi lo, Za. Lo pikir gue nggak tahu, kalau lo aslinya juga udah ngepoin itu cewek? Meski lo baru gue urus beberapa tahun, tapi gue kenal lo kali."

Aduh, sial, kok Mas Tito bisa tahu?

"Sok tahu lo, Mas."

"Emang gue tahu kali. Udah lah, gue tutup. Lo abisin sarapan lo terus meluncur ke lokasi. Gue tunggu."

"Iya, siap."

"Eh, satu lagi."

Gue yang awalnya berniat langsung memutus sambungan, mendadak urung dan kembali menempelkan pada telinga gue.

"Ya, kenapa, Mas? Ada tambahan?"

"Enggak, gue cuma mau bilang. Sebenernya nggak papa sih lo mau ngepoin cewek mana pun, itu hak lo. Cuma saran gue lo harus lebih berhati-hati, soalnya nama lo lagi bagus-bagusnya, semua perhatian lagi terfokus sama lo. Dan fans lo kebanyakan perempuan. Ya, seperti yang kita tahu kemampuan perempuan soal ginian ngalah-ngalahin FBI, jadi lo harus lebih berhati-hati biar nggak ada pihak yang dirugikan. Lo ngerti kan maksud gue?"

Gue mengangguk paham meski tahu Mas Tito nggak bakalan bisa melihat. "Iya, Mas, gue ngerti kok. Thanks, buat sarannya."

"Ya udah, gue tutup."

Klik.

Sambil menghela napas, gue langsung meletakkan ponsel gue di atas meja dan berniat kembali melanjutkan sarapan yang sempat tertunda.

Baru hendak kembali menyuap, ponsel gue terlihat kembali menyala. Telfon dari Barra. Gue berdecak kesal. Ngeselin banget sih ini orang kalau menelfon di saat nama gue lagi tranding tuh bikin deg-degan.

Gue mengatur napas lebih dahulu sebelum menjawab telfon.

"Lama banget sih?" decak Barra dari seberang.

Gue langsung mencibir. "Dih, kayak cewek lo telfonnya diangkat jeda berapa detik ngamuk."

"Soalnya gue tahu, hape lagi di deket lo."

"Skip! Jadi lo ngapain nelfon?"

"Mau konfirmasi soal yang tranding. Itu maksudnya apa?"

Kali ini giliran gue yang berdecak. "Itu ulah Kak Isa yang nggak sengaja follow, makanya balik diunfoll sama gue. Puas?"

"Yakin?"

"Ya, yakin lah. Lo kalau nggak percaya bisa langsung tanya sendiri ke Kakak gue. Lo masih ada kan nomornya?"

"Ya udah, nggak perlu, gue percaya sama lo. Tapi menurut gue, lo perlu konfirmasi soal kebenarannya biar istri-istri online lo itu nggak makin berharap jodohin kalian. Kan lo sendiri yang bilang nggak mau dijodohin mereka, jadi ya jangan lo kasih bahan buat mereka, biar mereka juga nggak semakin berharap ke lo. Paham?"

"Siap, paham, Bos. Masih ada lagi?"

"Enggak. Yang penting lo konfirmasi dan jangan lupa jaga kesehatan, saat ini lo adalah artis paling berharga yang kita punya, jadi jangan semena-mena lo! Paham!"

"Iya, iya, paham. Udah kan, gue perlu siap-siap ke lokasi, kalau telat ntar dimarahi Mas Tito."

"Ya udah, buruan siap-siap. Inget pesen gue dan jangan bikin ulah!"

"Hm," respon gue seadaanya lalu menutup sambungan telfon. Barra kalau lagi bos mode on tuh, ngeselin banget. Padahal kalau lagi mode off bodo amatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!