"Coba kalian tebak gue barusan abis ketemu siapa?"
Vero dan Barra saling bertukar pandang sekilas begitu mendengar pertanyaan gue. Detik berikutnya keduanya kompak mengangkat bahunya secara acuh tak acuh, keduanya terlihat seperti tidak begitu tertarik dengan apa yang baru saja gue lalui.
"Serius kalian nggak kepo sama siapa gue ketemu?"
"Mantan lo?" Vero menebak dengan ekspresi wajah yang tidak terlalu minat. Pokus pria itu masih pada layar ponselnya.
Gue langsung menggeleng cepat saat merespon tebakannya. Pandangan gue kemudian beralih pada Barra, mengkode pria itu agar ikut menebak.
"Sebelum gue jawab, jawab dulu pertanyaan gue!"
"Apa?"
"Lo mau kasih tahu apa enggak? Gue nggak minat main tebak-tebakan soalnya," balas Barra.
Gue mendengus kesal. Bos gue yang satu ini memang benar-benar enggak asik.
"Gue ketemu sama Zea."
"Zea itu siapa?" tanya Barra dengan raut wajah bingung.
Di sampingnya Vero langsung menyahut, "Cewek yang dijodoh-jodohin sama fans lo nggak sih, Za?"
"Iya, bener."
Kali ini ekspresi Vero terlihat langsung berubah. "Serius lo?" tanyanya dengan wajahnya seolah tidak percaya. Ia sudah tidak minat dengan ponsel pintarnya dan sekarang atensi dia sepenuhnya terfokus ke gue.
Dengan wajah tidak main-main, gue langsung mengangguk cepat untuk mengiyakan.
"Kok bisa?" tanya Barra sedikit heran, "ketemu di mana emang?"
"Toko kue."
"Toko kue-nya?"
Gue mengangkat kedua bahu secara bersamaan. Karena jujur gue masih belum terlalu yakin, meski nama toko itu sama dengan nama belakang perempuan itu.
"Albirru bukan?"
Sekali lagi gue kembali mengangguk cepat.
"Ya, itu punya dia. Nama toko-nya aja pake nama belakang dia, Za, masa lo nggak notice?"
"Gue sempet nebak kalau itu toko emang punya dia, cuma bisa jadi kan itu toko orang tuanya, jadi nama belakangnya sama gitu. Jadi gue belum terlalu yakin." gue manggut-manggut paham, "oh, jadi itu toko kue punya dia sendiri? Keren juga ya."
Dengan wajah mencurigakannya, Vero tiba-tiba menggoda gue. "Gimana setelah ketemu langsung? Cakep nggak?"
Tanpa perlu banyak berpikir, gue akui Zea cantik. Lebih cantik dibandingkan di foto malah, aura anggun dan kalemnya benar-benar terlihat saat kita menemuinya langsung. Wajahnya yang kecil dan tubuh yang tidak terlalu tinggi, kalau tersenyum benar-benar manis. Dan nilai plusnya dia berjilbab, benar-benar terlihat seperti istri idaman para laki-laki.
"Woi, malah ngelamun!"
Lamunan gue seketika buyar, saat tiba-tiba merasakan tepukan pada pundak gue.
"Hah? Gimana? Gimana?"
"Bau-baunya terpesona banget lo sama dia?" ledek Barra sebelum meneguk minumannya.
Tanpa mengeluarkan suara, gue menggaruk kepala bagian belakang sambil tersenyum malu-malu. Gimana, ya, pesonanya terlalu susah untuk gue tolak. Gue rasa semua pria akan sependapat dengan gue. Oke, gue ralat, mungkin kebanyakan.
"Anjir, lupa lo kemarin sok-sokan nolak, sekarang begini lo?"
"Ya kan waktu itu gue belum ketemu orangnya. Setelah ketemu, bikin gue berubah pikiran."
"Terus rencana lo gimana?"
"Gue belum tahu. Tapi tadi tiba-tiba gue kesurupan."
Barra dan Vero saling bertukar pandang. "Maksudnya?" tanya Vero mewakili.
"Gue abis follow akun dia."
"Terus?"
Gue memilih diam dan mengeluarkan ponsel dari saku. Mengotak-atik sebentar untuk mencari tahu apakah akun gue bakal difollow balik atau enggak. Raut wajah gue seketika berubah kecewa karena tidak menemukan nama Syazani_Albirru terdapat di antara notifikasi follower baru.
Kok gue kecewa ya?
"Kenapa muka lo asem begitu?"
"Akun gue belum di-follback."
"Trauma dikira prank lagi kali."
Gue langsung melotot kesal dan meminta penjelasan dari Vero. "Maksud lo apa?" tanya gue tidak terima.
"Ya, kan kemarin lo udah follow dia tapi tiba-tiba lo unfoll, ya dia males lah."
Benar juga.
"Tapi kan kemarin yang follow Kak Isa, bukan gue, sekarang kan gue sendiri," balas gue kemudian.
"Tapi kan orangnya nggak tahu, Za, siapa yang follow dia. Gimana sih? Akun lo, ya, orang tahunya itu lo. Mau dibajak atau enggak, mana dia ngerti sih?" sahut Vero yang langsung diangguki Barra.
"Terus gue harus gimana?"
"Ya, lo maunya gimana?" Bukannya menjawab pertanyaan gue, Vero malah balik bertanya. Hal ini membuat gue gemas ingin sekali menggeplak kepalanya, "enggak, maksud gue gini. Lo mau deketin atau penasaran atau apa gitu. Maksud dan tujuan lo harus jelas, bro! Biar kita bisa kasih saran."
Mendengar penjelasan Vero, otak gue langsung berpikir keras.
"Gue pengen minta maaf," ucap gue kemudian.
Kening Barra mengerut heran. "Minta maaf soal apa? Emang tadi lo bikin salah apa?"
"Ya, karena udah bikin dia begini. Maksud gue kan gegara gue dia jadi dijodoh-jodohin gitu sama gue, terus karena kemarin gue udah bikin akun dia diserbu. Dia kemarin sampai gembokin akun dia. Kan gue nggak enak."
Vero langsung tertawa meledek. "Najis, alasan lo muter-muter banget. Bilang aja lo naksir pengen deketin, udah."
"Enggak gitu," elak gue tidak terima. Kan gue baru ketemu sekali masa iya, langsung naksir.
"Gue nggak peduli lo mau naksir apa enggak, tapi yang jelas jangan bikin ulah. Ngerti lo?" ucap Barra memperingatkan.
"Emang gue suka banget bikin ulah sampai lo peringatkan begini?"
Dengan wajah tenangnya, Barra mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh.
"Yakin lo nggak naksir?" tanya Vero memastikan.
"Enggak," elak gue cepat, "oke, mungkin belum," ralat gue kemudian, "gue baru ketemu sekali, ya kali langsung naksir."
"Ya, kali aja gitu cinta pandangan pertama," ucap Vero dengan ekspresi meledeknya.
Gue mendengus. "Enggak percaya gue yang begitu-begituan."
"Lo bilang begitu karena belum ngerasain, coba kalau udah, nggak bakal lo berani bilang gitu."
Pandangan gue beralih pada Barra. "Lo percaya, Bar?"
"Sejauh ini belum sih," balas Barra, "tapi, Ver, emang lo pernah ngerasain? Perasaan sama Anya dulu lo nggak gitu deh."
Gue langsung mengangguk cepat, mengiyakan ucapan Barra. Benar. Perjalanan kisah Vero dan Anya sedikit melewati drama dulu, rada-rada mirip ftv, yang ribut-ribut dulu baru lama-lama deket, eh, ujungnya dipacarin juga.
"Ya, lo nggak tahu aja."
"Hah?" respon gue. Gue menoleh ke arah Barra, pria itu hanya merespon gue dengan mengangkat kedua bahunya. Bos gue ini emang hobi banget mengangkat bahu saat merespon pertanyaan gue. Heran banget, dari pada cuma ngangkat bahu, kenapa sih nggak sekian angkat beban hidup gue?
"Aslinya gue naksir dia pas awal ketemu, caper gue emang ngajak ribut dia. Hehe," cengir Vero kemudian.
Gue dan Barra langsung memasang ekspresi wajah ingin muntah. "Najis!" komentar gue kemudian.
"Tapi kata gue, lo itu juga gitu deh, Za. Cuma emang dasar lo orangnya gengsian kalau mau ngakui, makanya lo bilang enggak. Ngaku lo! Lo sebenernya naksir kan cuma karena itu cewek hasil dijodohin netizen kan, makanya lo sok-sokan bilang enggak."
Dih, sotoy banget sih ini pacar orang. Gue langsung mendengus.
"Bukan urusan lo."
Bukan, bukan, itu bukan suara gue. Melainkan suara Barra.
"Mau dia naksir atau enggak sih urusan Eza, lo nggak usah kepo." Barra kemudian menoleh ke arah gue, "dan lo, Za, ngapain lo bingung kalau emang niat lo cuma minta maaf? Tinggal DM atau temui langsung kan?"
Vero langsung menjentikkan jarinya. "Nah, kalau ini gue setuju. Ngapain lo bingung soal perkara sesederhana ini kalau enggak naksir?"
Seketika gue hanya mampu mengumpat dalam hati. Sialan, gue nggak tahu harus membalas apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments