Kok Bisa?

Gue tidak mengerti dengan apa yang gue lakukan sekarang. Gue baru pulang dari acara tapping salah satu acara televisi, kebetulan masih sore dan gue enggak tahu kenapa malah membelokkan mobil gue ke toko Zea. Kalian boleh sebut diri gue gila, nekat, plin-plan atau apapun itu. Gue nggak peduli. Yang jelas intinya sekarang gue udah di sini, di toko Zea dan sedang celingukan mencari orangnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

Gue masih tidak terlalu menggubris pertanyaan penjaga toko dan masih sibuk celingukan mencari keberadaan Zea.

"Mohon maaf, Kak, cari siapa?"

"Zea," ucap gue pada akhirnya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Kali ini gue menoleh lalu menggeleng. "Saya cari Zea, apa dia di sini?"

"Mohon maaf, Kak, Mbak Zea-nya lagi keluar. Ada pesan yang bisa saya bantu sampaikan, nanti begitu Mbak Zea-nya kembali nanti saya sampaikan ke beliau."

Gue berpikir sebentar lalu menggeleng. "Tidak perlu. Kalau gitu saya permisi," pamit gue kemudian.

Gue memutuskan langsung pergi gitu aja karena malu, tanpa memperdulikan ekspresi sang pelayan sebelum gue benar-benar pergi. Bodo amat, gue nggak peduli.

Gue sendiri bahkan nggak ngerti dengan apa yang baru saja gue lakukan. Ngapain sih gue tiba-tiba ke sini?

Tak ingin terlalu ambil pusing, gue kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam mobil dan ingin memutuskan untuk langsung pulang. Tapi mengingat pikiran kacau gue sekarang, kayaknya gue nggak bisa deh kalau harus pulang ke rumah gue sendiri. Maka dari itu gue akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah Kak Isa, setidaknya biar gue nggak terlalu suntuk.

Namun, baru selesai gue memakai seat belt, tiba-tiba ponsel gue berbunyi. Nama Mama yang tertera di layar, sebelum menyalakan mobil gue memutuskan untuk menjawab telfon tersebut lebih dahulu. Takut kena omel karena telfon sambil nyetir.

"Ya, halo, Ma."

"Za, ini Mama."

"Iya, Ma, Eza tahu, kan Eza simpen nomor Mama. Jadi Mama nggak perlu bilang pun, Eza udah tahu."

Emang suka aneh-aneh aja ini nyokap gue kadang. Masa iya sebagai anak gue nggak simpen nomor orang tuanya, bisa-bisa dicap durhaka ntar gue.

"Coba kamu tebak, Mama lagi sama siapa?"

Gue berdecak samar. Ini nyokap gue kenapa sih? Malah ngajak main tebak-tebakan lagi.

"Apaan sih, Ma? Eza nggak lagi mood buat main tebak-tebakan, lain kali aja. Mending langsung to the point."

"Mama lagi sama pacar kamu."

Spontan gue langsung tertawa setelahnya. Namun, detik berikutnya gue menyadari sesuatu. Tunggu, sebentar!

"Maksud Mama?" oh, tidak, pertanyaan gue salah, "sekarang Mama di mana biar aku ke situ. Buruan Mama share loc!"

"Tunggu sebentar, Mama matiin dulu sambungan telfonnya, abis itu baru Mama share location-nya."

Klik. Sambungan terputus. Gue menunggu harap-harap cemas Mama mengirimkan share location saat ini. Otak gue berkelana, ini nggak mungkin kan yang ditemui nyokap gue Zea? Tapi kalau bukan Zea siapa? Gue sedikit bimbang, antara berharap kalau itu memang dia tapi di sisi lain berharap Mama sedang mengerjai gue.

Gue langsung melajukan mobil menuju lokasi yang Mama kirimkan, meninggalkan area toko Zea. Otak gue sudah berpikir macam-macam karena lokasi yang Mama kirimkan adalah toko bahan kue.

Tunggu, sebentar, ini kenapa juga nyokap gue bisa ada di sana? Beliau memang suka memasak, tapi kalau urusan dessert dan perkuean tuh, nyokap gue kurang telaten dan sabar. Beliau lebih memilih beli karena males ribet. Tapi sekarang? Kenapa bisa ada di sana? Mau ngapain?

Tubuh gue seketika langsung mematung begitu saja, saat menemukan Mama benar-benar sedang bersama Zea. Tanpa sadar mulut gue melongo tak lama setelahnya. Keduanya nampak akrab mengobrol seolah udah saling kenal lama. Buset, gue aja belum pernah kok ngobrol begitu sama Zea, kok nyokap gue udah curi start aja sih?

Meski sedikit kesal, gue akhirnya menghampiri keduanya.

"Mama apa-apaan sih?" protes gue sambil berbisik.

"Apa? Memangnya Mama kenapa?"

Gue kemudian meringis canggung ke Zea. "Hai, sorry, ya, nyokap gue emang suka begini. Sok asik. Beliau nggak bikin kamu nggak nyaman kan?"

"It's okay, enggak sama sekali kok. Mama Kak Eza baik banget, jadi sama sekali nggak bikin aku ngerasa nggak nyaman," ucap Zea sambil tersenyum manis.

Aduh, buset senyumannya manis banget ya Tuhan. Gue lemes liatnya.

Gue tersenyum tipis. Kayaknya sekarang gue udah nggak denial lagi deh. Harus gue akui kalau gue emang tertarik sama Zea karena memang perempuan ini semenarik ini. Gue rasa juga bukan dosa besar kan kalau seandainya nanti pada akhirnya gue bakalan benar-benar jatuh cinta sama perempuan ini?

"Kak Eza?" panggil Zea sambil melambaikan sebelah tangannya. Lamunan gue langsung buyar.

"Ya, gimana?"

Secara tiba-tiba dan tak terduga, Mama memukul pundak gue agak keras. "Kamu ini, ya, dipanggil Mama nggak nyaut giliran yang manggil cewek cantik langsung nyahut. Bener-bener kamu ya," omel beliau kemudian.

Gue melongo sesaat. Hah? Kapan Mama manggil?

"Udah, nggak usah hah-heh aja, ayo, anterin Mama pulang," ajaknya kemudian. Beliau kemudian pamit kepada Zea dengan nada yang lebih lembut, "Nak Zea kalau gitu Tante duluan, ya, bener loh kapan-kapan main ke rumah Tante," sambungnya kemudian yang jelas saja langsung gue protes.

Enak banget sih Mama ngomongnya?

Cepat-cepat gue minta maaf lalu pamit pergi duluan. Karena kayaknya kalau gue tebak ia belum selesai belanja.

Terpopuler

Comments

dementor

dementor

jatuh cinta ya? bangun cinta.. bangun candi bikin capek..

2023-06-19

1

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

isshh jadi cowok lelet banget sih ambil keputusan. seorang laki-laki itu biasanya punya naluri menyerang.
apa yang ada di dalam hati nya pasti ingin segera ia gapai. jangan kayak penyanyi Syahrini maju mundur cantik.. wkwkwk 🤣🤣🤣🤭

2023-06-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!