Selamat Membaca 💫💫💫💫💫💫💫💫💫
Bintang menyuapi ku dengan telaten. Sesekali membersihkan bibirku yang belepotan.
"Bunda lapel ya?" Godanya.
Aku terkekeh. Jujur saja aku memang lapar. Sejak kejadian tak nyaman menghadang rumah tangga ku, nafsu makan ku pun berkurang. Hingga badanku kurus seperti tak terurus.
"Iya Nak, Bunda laper banget." Sahutku terkekeh mengusap kepala Bintang. Setidaknya pria kecil ini bisa sedikit mengobati segala luka yang tengah basah dihatiku.
"Ayo makan lagi Bunda." Bintang kembali menyuapi ku.
Mas Langit hanya melihat sambil tersenyum. Bubur buatan Mas Langit sangat enak. Padahal aku tidak suka bubur. Tapi bubur ini rasanya berbeda dan sangat pas dilidahku. Awalnya tadi aku ingin menolak ketika melihat bubur itu namun aku tak enak, Mas Langit dan Bintang sudah sangat baik, masa aku harus milih-milih makan apalagi aku hanya tamu yang mereka tolong.
Bintang membersihkan bibirku dengan tissue. Aku benar-benar terharu, rasanya ingin menangis dan memeluk Bintang untuk meredakan rasa lelahku. Aku sangat lelah. Aku rasanya tak mampu hidup lagi.
"Bunda kenapa nangis?" Dia menyeka air mataku dengan tangan munggilnya.
Aku mencoba tersenyum "Bunda bahagia punya Bintang." Ucapku. Aku memang bahagia bisa mengenal pria kecil ini.
"Bunda juga bahagia punya Bunda." Dia kembali memelukku "Makanya Bunda jangan pelgi lagi, Bunda tinggal disini aja sama Bintang dan Ayah." Pintanya. Aku tak bisa menjawab hanya tanganku yang terulur mengusap punggung kecilnya.
"Ja, kamu minum obat dulu ya?" Mas langit mengeluarkan bulir obat dari bungkusnya.
"Iya Mas." Sambil ku melepaskan pelukan Bintang "Nak Bunda minum obat dulu." Ucapku.
"Iya Bunda."
Aku minum obat yang diberikan Mas Langit. Aku jadi merindukan suamiku, biasanya jika aku sakit dia adalah orang yang paling khawatir dan mengurusku dengan telaten. Bahkan Mas Reza rela meninggalkan dinas nya demi merawat ku. Namun sekarang tidak, dia sudah memiliki pengganti ku. Tentunya yang bisa memberinya keturunan.
"Mas, setelah ini saya mau pulang." Ucapku.
"Kamu yakin? Apa kamu udah enakkan?" Tanyanya lembut sekali. Aku memang tidak kenal pria ini bahkan baru mengenalnya.
"Iya Mas, saya udah enakkan kok." Jawabku.
"Bunda mau pulang kemana?" Tanya Bintang sedih. Wajah nya tampak rindu. Aku bisa rasakan jika dia merindukan Ibunya.
"Son, Bunda pulang sebentar nanti balik lagi kesini. Bintang jangan sedih ya." Ucap Mas Langit menenangkan putranya
"Tapi kenapa harus pulang Yah? Kenapa gak tinggal sama kita aja?" Ucapnya sendu dengan bibir menggerecut. Dia terlihat tampan dan juga menggemaskan.
"Rumah Bunda bukan disini Son." Sambungnya.
"Tapi Bunda balik lagi kan kesini?" Dia menatapku penuh harap dengan mata berkaca-kaca.
Aku mengangguk sambil tersenyum "Iya sayang Bunda pasti balik. Sini peluk Bunda dulu."
Pria kecil itu kembali memelukku erat sekali. Kasihan, anak sekecil ini sudah harus kehilangan kasih sayang seorang Ibu. Sama seperti ku yang dari kecil sudah kehilangan figure orang tua.
Ibuku menikah dengan duda beranak dua, diusiaku yang masih sangat kecil. Ibu fokus mengurus rumah tangga barunya, hingga aku tumbuh tanpa kasih sayangnya. Bahkan dari kecil aku sudah dipaksa mandiri seperti mencuci baju sendiri yang harusnya belum dilakukan oleh anak usia delapan tahun.
"Bunda janji nya bakal balik lagi kesini, nemanin Bintang?"
Dia mengaitkan jari kelingking nya dengan jari kelingking ku.
"Iya sayang Bunda janji." Aku menyambut jarinya dan tersenyum hangat. Bintang ini kecil-kecil sudah pintar.
Setelah puas merayu Bintang akhirnya aku bisa pulang. Aku tidak nyaman berlama-lama disini, bersama laki-laki yang bukan suamiku.
"Ja."
"Iya Mas?" Aku menoleh kearahnya "Ada apa?"
"Kamu ganti baju dulu. Ini pakai baju ini." Dia memberikan pakaian lengkap padaku.
"Ohhh iya Mas." Aku segera ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
"Baju ini pas banget. Nyaman lagi." Gumamku menatap pantulan diriku didepan cermin.
Aku menghela nafas panjang "Mas Reza." Gumamku "Kamu tega Mas, apa kamu tahu aku cinta banget sama kamu tapi kenapa kamu tega nyakitin aku?" Lagi-lagi air mataku menetes, secepatnya aku menyeka air mataku dengan kasar.
Aku tak mau berlama-lama menangis dikamar mandi, kasihan Mas Langit yang sudah menungguku. Dia tidak punya banyak waktu untuk mengurus ku yang tidak memiliki hubungan apapun dengannya. Syukur-syukur dia mau menolongku dan merawat ku serta membawaku kesini.
"Mas."
Dia berbalik dan dia seperti terkejut lalu menatapku dengan lekat. Ada apa dengan laki-laki ini?
"Mas." Namun dia masih menatapku tak berkedip.
"Mas." Aku melambaikan tangan didepan matanya.
Dia tersadar "Ehhh iyaaa." Pria itu seperti gugup dan ada apa dengan nya.
"Udah siap? Ayo." Ajaknya.
Aku duduk didalam mobil dengan tatapan kosong. Rasanya seluruh tubuhku remuk redam. Aku tidak mengerti mengapa sebagian orang menganggapnya hanya sebagai patah hati karena ketika aku bangun kudapati tubuhku rusak terpatah-patah. Hancur.
"Ja." Mas Langit melirik ku.
"Iya Mas?" Aku menoleh dengan memaksakan senyum
"Saya gak tahu masalah kamu, tapi jika kamu butuh teman cerita. Saya siap mendengarkan." Ucapnya sambil tersenyum seolah mengatakan bahwa dia siap menjadi tempat ku bersandar.
"Saya gak apa-apa kok Mas." Aku tersenyum kearah nya. Mana mungkin aku menceritakan masalah rumah tanggaku pada orang yang baru ku kenal beberapa hari ini.
"Iya. Apa karena saya orang asing?" Candanya terkekeh. Tapi perkataan nya memiliki makna dalam.
"Gak gitu Mas. Saya emang gak kenapa-napa." Kilahku. Menceritakan masalah ku pada Mas Langit sama saja aku mengumbar aib rumah tangga ku.
Drt drt drt drt drt drt
"Bentar ya Mas saya angkat telpon dulu." Aku mengambil benda pipih itu didalam tasku. Dia merespon dengan anggukan.
"Hallo Len." Aku bersandar di pintu mobil.
"Ja kamu kemana sih? Dicariin juga gak ada! Kamu gak ada dirumah. Aku mau ngajakin kamu ikut arisan sama Mbak Lia." Celoteh suara disebrang sana. Memang ada arisan khusus Ibu-ibu Persib.
"Aku gak ikut Len. Lagi gak enak badan. Aku nitip aja ya. Ntar aku transfer ke rekening kamu." Sambil memijit pelipisku. Mas Langit masih fokus menyetir.
"Kamu sakit Ja? Sakit apa? Kamu baik-baik aja kan Ja? Kamu dimana Ja?" Tanya Lena panik dengan pertanyaan bertubi-tubi.
Aku terkekeh sahabat ku yang satu ini memang paling cerewet dan rewel. Seperti nya Mas Raswan harus menyimpan banyak stok kesabaran untuk mengimbangi Lena.
"Gak usah lebay. Aku baik-baik aja Len." Sahutku "Ya udah aku tutup dulu telponnya ya. Kamu hati-hati. Titip salam sama yang lain." Ucapku.
"Iya Ja. Kalau ada apa-apa jangan lupa hubungi aku. Betrand nyariin kamu terus tuhh, ntar malem aku kerumah kamu ya."
"Iya-iya bawel."
Setelah lama berbincang-bincang dengan Lena aku mematikan sambungan ku. Sahabat ku yang satu ini selalu bisa mengembalikan mood burukku.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Bonfiasia Watty
Lanjut
2023-03-01
0
Bonfiasia Watty
Trpesona ak trpesona wkwkw
2023-03-01
0
ria
semangat senja..
duuh yang dianterin pulang sama calon suami😙
2023-02-09
0