Mannequin itu tidak menjawab pertanyaannya.
Saat mannequin menoleh padanya, ruangan tempat mereka berada tiba-tiba memudar dan dalam satu kedipan mata kemudian, ruangan tersebut menghilang.
Ruangan itu sebenarnya tidak menghilang, hanya berubah menjadi transparan.
Anna Lloyd menoleh ke bawah kakinya saat lantai tempatnya berpijak tiba-tiba menghilang. Walaupun demikian, anehnya, Anna sama sekali tidak merasakan takut.
Anna melihat air yang berada sekitar ribuan meter di bawah kakinya. Saat dia memandang sekeliling, Anna melihat bahwa mereka kini sedang berada di atas lautan luas dan sejauh matanya memandang, tak ada daratan di sana. Bahkan, dia tidak melihat adanya satu pulau pun di sana.
“Dimana ini?” tanya Anna dengan setengah bergumam. Dia tahu mereka sedang melayang di atas lautan luas di dalam sebuah ruang transparan. Dia hanya ingin bertanya karena akhirnya mulai merasa takut saat melihat lautan tak berujung itu.
“Kau harus bisa menguasai energi Mana yang berada di tubuhmu.” Ucap mannequin itu.
Anna tadi hampir melupakan mannequin yang berada di sampingnya, dia lalu menatapnya dengan kesal.
“Toh sejak awal dia tidak pernah menjawab apa yang ku tanyakan!” umpat Anna dalam hatinya.
“Pejamkan kedua matamu, rasakan energi Mana yang mengalir di dalam tubuhmu. Kau akan mendapatkan banyak petunjuk untuk menguasai dan menggunakan energi Mana itu seperti yang dilakukan pemilik energi Mana itu sebelumnya. Semuanya akan diajarkan padamu melalui visi yang ditanamkan didalam benakmu."
“Apa itu harus-“
“Kau akan tahu bahwa kau berhasil menguasainya, saat kau berhasil mengambil kedua pedang itu dengan kedua tanganmu.” Potong mannequin tanpa memberikan Anna Lloyd kesempatan bertanya.
“Pedang?”
“Kau bisa kembali ke tempat asalmu saat kau berhasil memegang kedua pedang itu.” Lanjut mannequin yang tidak bermaksud menjawab pertanyaan Anna, ia hanya terus berbicara seperti sedang menyampaikan sebuah tutorial.
Anna Lloyd tersentak. “Jadi ini bukan di bumi?”
“Kedua pedang itu ada di sana” ucap mannequin tanpa memperdulikan Anna yang sedang kebingungan sambil menunjuk ke sebuah arah di belakang gadis itu.
Anna akhirnya menoleh ke belakangnya dan terkejut saat melihat sebuah pulau kecil berada di sana.
“Sejak kapan pulau itu berada di sana?!” pikir Anna terheran-heran karena dia sudah melihat sekelilingnya tadi, tapi tidak pernah melihat keberadaan pulau tersebut sebelumnya.
Walaupun berjarak lebih dari 1 kilometer, namun anehnya gadis itu dapat melihat dua buah pedang yang menancap pada sebuah bukit batu kecil yang terletak di tengah pulau.
“Jadi itu pedangnya...” pikirnya.
Sambil menunjuk ke arah pedang di daratan sana, Anna menoleh kembali dan menatap mannequin. “Jadi aku hanya harus-“
“Selamat tinggal” ucap mannequin yang setelahnya menghilang.
Bersamaan dengan menghilangnya mannequin, ruang transparan tempat mereka berada juga ikut menghilang, menyisakan Anna Lloyd yang kebingungan dan berteriak histeris saat tubuhnya tiba-tiba kehilangan pijakan dan terbang meluncur ke lautan luas di bawahnya.
“Tidaaaaakkkkkkk... kau keparattt!!!” umpat Anna dengan teriakan melengking.
“Sial, ini seperti deja vu. Kenapa aku harus terjatuh seperti ini lagi?!” umpatnya yang tiba-tiba teringat saat-saat terakhir kehidupannya dulu.
Akhirnya, tubuhnya terhempas ke laut dengan sangat keras.
Anna menyangka hal itu akan sangat menyakitkan, mengingat dia jatuh dari ketinggian yang mungkin berjarak 1 Kilometer.
Itu bahkan jauh lebih tinggi dari saat dia dilempar jatuh dari bangunan restoran sebelumnya. Namun ketika tubuhnya menghantam permukaan air laut, dia sama sekali tidak merasakan sakit, saat cahaya keemasan tiba-tiba melindungi seluruh tubuhnya.
Setelah hampir satu menit menyelam di dalam laut, tubuhnya akhirnya kembali ke permukaan. Gadis itu panik pada awalnya. Namun saat dia merasakan bahwa tubuhnya baik-baik saja dan entah kenapa nafasnya juga sangat teratur, dia pun mulai berenang menuju pulau kecil dimana kedua pedang itu berada.
Saat dia sudah sampai di daratan, tanpa repot-repot ingin memeriksa keadaan sekitarnya, Anna langsung berlari menuju ke tempat dua pedang itu berada.
Pulau itu sangat kecil, tidak sampai 5.000 meter persegi luasnya. Mungkin hanya dengan satu sapuan ombak besar, pulau tersebut akan lenyap. Karena itulah, dengan tidak membutuhkan waktu lama, Anna akhirnya sampai ke bukit batu kecil dimana kedua pedang berada.
Dengan sekali hentakan kaki, dia berhasil melompat ke puncak bukit.
Di puncak bukit, dia menatap kembali ke bawah dan melihat jarak antara puncak dan dataran di bawah cukup jauh. Dengan memiringkan kepalanya dia berpikir bahwa entah kenapa tubuhnya terasa sangat ringan dan bertenaga. Dia mungkin, bahkan pasti, tidak mampu melompat setinggi itu sebelumnya.
Tidak ingin memikirkan hal itu lagi, Anna akhirnya berbalik menatap ke kedua pedang.
Kedua pedang itu memiliki bentuk dan wujud yang serupa. Hanya warna dari bilahnya yang berbeda. Yang satu berwarna merah darah, yang lain berwarna biru tua.
Bilahnya tampak seperti kristal, sedangkan gagangnya terlihat terbuat dari kayu tua dengan ukiran gambar seorang wanita di pedang yang berwarna biru, dan gambar ukiran seorang pria di pedang yang berwarna merah.
Anna berjongkok di hadapan kedua pedang tersebut. Setelah beberapa kali menatap kedua pedang indah itu secara bergantian, ia pun mendekatkan kedua telapak tangannya pada masing-masing pedang.
“Aku hanya harus menyentuhnya, kan? Atau harus mencabutnya?” tanya Anna pada dirinya sendiri sambil mencoba mengingat perkataan mannequin.
“Yah terserah, aku tinggal mencoba keduanya.” Gumam Anna yang kemudian langsung menggenggamkan kedua telapak tangannya pada gagang pedang.
Namun, pada saat kulit telapak tangannya baru akan menyentuh gagang pedang, sebuah energi sihir yang menyala-nyala seperti arus listrik yang berasal dari gagang pedang menyambar kedua tangannya.
‘Zrrrrtttt Bangggg!’
Sengatan energi sihir yang tiba-tiba keluar dari gagang pedang, mengakibatkan ledakan besar yang membuat tubuh Anna terpental jauh dan jatuh berdebum di pasir pantai.
Hal itu benar-benar sangat mengejutkan Anna yang bahkan tidak sempat berteriak walaupun sambaran energi yang menyerupai sambaran kilat itu benar-benar sangat menyakitkan.
Anehnya, energi Mana yang sebelumnya melindunginya, kali ini tidak bereaksi untuk melindunginya seperti sebelumnya.
Anna ingin berdiri namun dia merasa seakan tubuhnya kehilangan kekuatan dan ia pun pingsan dan baru terbangun setelah beberapa hari kemudian.
•••
Setelah mengulangi hal yang sama sebanyak dua kali lagi dan usahanya berakhir sama persis seperti saat pertama kali mencoba mencabut kedua pedang itu, Anna akhirnya menyerah.
Dia duduk dengan bersandar pada bukit batu itu sambil memikirkan apakah mungkin mannequin itu sedang mengerjainya dan sedang menonton dan menertawakannya dari suatu tempat.
Anna duduk disana dalam diam dengan cukup lama. Dia sedang mengingat-ingat lagi apa yang mannequin itu katakan. Dan saat dia menyadari kata-kata mannequin itu, dia berdiri dan berbalik menghadap ke arah bukit batu.
“Kalau aku harus mencabut pedang, berarti... bukankah aku hanya tinggal menghancurkan bukitnya saja?” gumamnya, lalu tersenyum licik.
Mengingat bahwa dia kini memiliki energi Mana yang sangat besar di dalam tubuhnya, dia mungkin bisa menghancurkan bukit itu dalam beberapa kali pukulan.
Anna berkonsentrasi dan menyalurkan energi Mana-nya ke kedua tangannya yang terkepal.
Setelah merasa energinya cukup, dia melesakkan tinjunya memukul bukit itu.
‘Bang… Bang… Bang…!!!’
Setelah memukuli bukit batu itu berulang kali, bukit batu tersebut tetap kokoh. Hingga gadis itu mencoba mengulanginya lagi dan lagi dan hasilnya tetap sama.
Bukit batu itu bahkan tidak bergetar sama sekali, bahkan tak tergores secuilpun.
Anna menghentikan usahanya dan menatap tinjunya. Tangannya juga tidak merasa sakit bahkan tidak ada bekas lecet di kulitnya.
Anna menatap bukit batu itu dengan kesal. Dia kemudian tertawa lalu berteriak, sambil memukuli kembali bukit batu yang tidak bersalah.
“Kenapa aku tidak bisa menghancurkannya?” pikir Anna setelah beberapa jam kemudian. “Apakah energi Mana yang ku rasakan ini cuma hayalan ku saja?”
Anna kemudian pergi dari tempat itu menuju sebuah pohon yang berada tak jauh dari bukit batu.
Dia menatap pohon besar tersebut bergantian dengan menatap tinjunya.
“Apakah batu itu yang terlalu keras atau energi Mana ini hanya sebuah ilusi...?”
Anna mengarahkan tinjunya ke batang pohon naas itu, yang kemudian hancur berkeping-keping seperti baru saja menerima dampak ledakan sebuah bom.
Melihat hasil perbuatannya, Anna sampai melongo dan mengerjapkan matanya berulang kali.
“W-wow... a-aku ternyata tidak sedang berhalusinasi...”
•••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
lina misiantika
stres bgt sih chapter ini 😅🤣
2023-05-31
1
lina misiantika
wkwkwk
2023-05-31
1
lina misiantika
mau ketawa tp kasian 🤭
2023-05-31
1