Hal yang menyenangkan dari libur musim semi adalah Thea bisa bekerja part time di dua tempat berbeda. Walau sisa libur hanya sebentar lagi tapi paling tidak ia masih bisa mengumpulkan pundi-pundi dolarnya selama beberapa hari ke depan.
Setelah bekerja di tempat Ingrid, ia lanjut bekerja sebagai kurir di resto makanan cepat saji. Ini sangat membantu Thea untuk memenuhi semua kebutuhannya. Gadis berusia 23 tahun ini memang pekerja keras. Mungkin karena sejak kecil ia terbiasa melakukan segala sesuatu sendirian.
Dengan sebuah sepeda motor, Thea menyelesaikan pesanan terakhir yang harus di antarnya ke ruah salah satu pelanggan.
“Silakan pesanan Anda.” Ujar Thea saat seorang laki-laki muncul di depan pintu.
Laki-laki itu terlebih dahulu memandangi Thea dari atas hingga ke bawah, memperhatikan wanita berjaket kebesaran, sepatu boots dan tentu saja helm dengan boneka ayam kecil di atasnya. Ini ciri khas resto tempat Thea bekerja.
Laki-laki itu menyeringai tipis sembari mengambil alih makanan dari tangan Thea.
“Kamu mau sekalian masuk? Aku hanya makan berdua dengan anjingku.” Tawar laki-laki itu.
Ia menunjukkan dengan jelas ketertarikannya pada Thea.
“Terima kasih tuan. Tapi saya sedang diet.” Sahut Thea yang tersenyum asal.
“Oh ya? Boleh aku lihat bentuk tubuhmu yang hasil diet itu?”
Laki-laki itu menghampiri Thea lalu berjalan mengelilingi Thea. Tersenyum menggoda pada gadis yang mengigit bibirnya kelu karena salah bicara.
“Tidak tuan. Tugas saya hanya mengantar makanan anda. Selamat menikmati. Saya permisi.” Pamit Thea.
Ia segera menaiki kembali sepeda motornya dan menarik gas untuk melajukan motornya. Dari kaca spion ia bisa melihat kalau laki-laki itu masih memandanginya sambil melambaikan tangan. Ia tidak lagi terlihat setelah Thea berbelok menuju pintu keluar kompleks perumahan elite itu.
Sepanjang perjalanan, Thea masih terus berpikir. Baginya hari ini benar-benar sangat aneh. Ia merasakan orang-orang mulai menaruh perhatian padanya. Mereka menunjukkan ketertarikan berlebih pada Thea padahal biasanya mereka mengacuhkan Thea begitu saja. Sikap ramahnya tidak pernah mendapat balasan dari lawan bicaranya. Tapi hari ini, semua orang memperlakukannya dengan manis dan sesekali menggodanya. Padahal beberapa waktu lalu ia di kenal sebagai gadis yang tidak menarik di mata banyak orang.
Apa sebenarnya yang berbeda dari dirinya saat ini? Bukankah tidak ada yang berubah dari wajah dan penampilannya?
Menuju perjalanan pulang, Thea melihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Jam tangan itu sudah tidak berfungi. Ponselnya pun rusak, hanya bentuknya saja yang utuh sementara layarnya sudah remuk tidak karuan.
“Selamat malam nyonya Emily.” Sapa Thea saat tiba di apartemen sewanya.
Apartemen yang sudah ia tempati selama 4 tahun terakhir.
“Malam Thea. Ada surat untukmu di tempat biasa.” Ujar wanita yang sedang membawa kantong sampah untuk ia buang.
“Terima kasih. Apa ada yang menghubungiku ke tempatmu nyonya Emily?” Thea membantu wanita tua itu untuk mengangkat keresek sampah dan di masukkan ke dalam tong sampah yang tersedia di samping bangunan apartemen.
“Tidak ada. Apa kamu punya janji dengan seseorang?” Emily balik bertanya.
“Tidak nyonya. Hanya saja ponselku mati jadi aku pikir orang yang ada perlu denganku akan menghubungi ke nomor anda sebagai kontak daruratku.” Jelas Thea.
“Tidak ada yang menghubungimu. Tapi kalau nanti ada yang menghubungimu, aku akan meminta mereka meninggalkan pesan.”
“Baik. Terima kasih nyonya Emily. Mari aku antar ke dalam, ini sudah malam.” Thea mengantar Emily hingga ke mulut pintu.
“Terima kasih Thea. Selamat malam.”
“Malam.” Thea balas melambaikan tangannya pada wanita itu.
Unit apartemen Thea berada di lantai 4. Sebelum naik ke unitnya, terlebih dahulu ia mengecek kotak surat yang tadi di sebutkan Emilly. Ada beberapa surat yang datang, salah satunya adalah surat utang piutang dengan Bank.
Thea melipat kembali surat itu, setelah melihat tanggal jatuh tempo yang tertulis di sana. Kemarin, ia masih bersikeras ingin tinggal di dunia Xavier padahal di dunianya ia memiliki tanggung jawab yang belum selesai.
“Bodoh! Bagaimana bisa aku menjadi pengecut seperti ini?” Gumam Thea bertanya pada dirinya sendiri.
Sambil menaiki anak tangga menuju unit apartemennya Thea masih terus berpikir tentang dua dunia yang berbeda. Bagaimana ia bisa tiba-tiba ada di jalanan pun masih menjadi misteri. Apa pintu keluar masuk dunia itu tidak bisa memilih tempat yang aman?
Mengingat dunia kedua yang disambanginya, ia jadi teringat pada Xavier. Bagaimana kabar laki-laki itu?
Di sela pikirannya, Thea merasakan angin berhembus dengan kencang dan Thea refleks memeluk tubuhnya sendiri. Ia menoleh ke belakang karena serasa ada yang memperhatikannya dari kejauhan. Tapi saat ia menoleh, tidak ada siapapun di belakangnya dan Thea melanjutkan kembali langkahnya.
Tiba di lantai 4, semua unit apartemen sudah tampak sepi. Tentu saja, ini sudah jam 10 malam. Kalau bukan tertidur, mungkin beberapa penghuni pergi ke tempat hiburan karena apartemen Thea cukup dekat dengan pusat hiburan seperti diskotik dan sebagainya.
Thea berjalan menyusuri lorong yang memiliki lebar sekitar 2 meter saja. Lagi-lagi ia menoleh ke belakang saat merasa ada yang mengikutinya di belakang. Namun tetap saja tidak ada siapapun di sana. Dan saat Thea berbalik.
“Astaga!” Seru Thea yang terhenyak kaget.
Seorang laki-laki tengah berdiri di samping pintu unit apartemennya dan bersandar pada dinding.
“Sedang apa anda di sini?” Tanya Thea, pada laki-laki yang ia temui di cafe pagi tadi.
Laki-laki itu tidak menjawab. Ia hanya memberikan sebuah paperbag pada Thea tanpa sepatah katapun.
“Apa maksud anda? Saya tidak mengenal anda.” Tolak Thea, enggan menerima paperbag itu dari sang empunya.
“Obat untukmu.” Ucap laki-laki bersuara besar itu.
“Terima kasih, tapi saya tidak sakit tuan. Saya permisi.” Pamit Thea.
Ia segera membuka mengeluarkan kunci apartemennya lalu memasukkannya ke lubang kunci. Entah mengapa di saat mendesak seperti ini malah sangat sulit untuk membuka pintu. Beberapa kali kunci yang di pilih Thea, salah dan tidak bisa membuka pintunya.
“Ayolah Thea, jangan bodoh seperti ini.” Batin Thea merutuki dirinya sendiri. Tangannya gemetaran karena takut kalau laki-laki di sampingnya dan sedang melihatnya membuka pintu, tiba-tiba menyerangnya.
“Perlu bantuanku?” Tanya laki-laki itu.
“Tidak, terima kasih.” Sahut Thea pendek.
“Ceklek!” Beruntung pintu terbuka dengan cepat.
Thea segera masuk tanpa menghiraukan laki-laki itu. Namun saat akan menutup pintu, laki-laki itu malah menahan pintu agar tidak di tutup.
“Anda mau apa? Saya tidak mengenal anda. Segera pergi atau saya panggil polisi!” Ancam Thea, pura-pura berani.
“Apa itu polisi? Aku hanya ingin memberikan obat ini untukmu.” Laki-laki itu tetap ingin memberikan paperbag itu pada Thea.
“Sudah saya bilang, saya tidak sakit!” Thea tetap berusaha mendorong pintunya agar tertutup. Tapi lagi-lagi lelaki itu menahannya.
“Apa kamu yakin? Darah manismu tercium kemana-mana!” Ucap laki-laki itu seraya menunjuk luka Thea yang terperban, dengan sudut matanya.
“Darah manis?” Thea langsung menoleh luka di lengan kirinya yang tertutup perban. Karena perhatiannya teralihkan, ia sampai tidak sadar kalau pintu yang ia tahan akhirnya terbuka lebar di dorong laki-laki itu.
Thea mencium luka yang tertutup rapat oleh plester.
“Ini tidak bau darah.” Protes Thea yang mendelik kesal.
“Kamu mungkin tidak menciumnya tapi klan kami bisa datang kapan saja untuk mengambil jantungmu dan aura di tubuhmu. Jadi cepat tutupi lukamu dengan ini, sebelum kamu memancing kedatangan mereka.” Laki-laki itu membenamkan obatnya di tangan Thea.
“Klan?” Thea mengulang sepenggal kata yang diucapkan laki-laki ini.
“Siapa kamu sebenarnya? Bagaimana bisa kamu tau istilah Klan? Apa kamu,” Thea segera mengakhiri kalimatnya saat sadar daun pintu yang tadi di tahan laki-laki ini ternyata gosong seperti habis terbakar.
“Kamu dari Klan api?” Tanya Thea pada akhirnya.
Laki-laki itu tidak menjawab. Ia melenggang masuk ke unit apartemen Thea seraya memperhatikan seisi ruangan yang asing baginya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments