“THEA!!” Panggil Xavier seraya mengguncang-guncang tubuh Thea dengan panik. Tapi gadis itu tidak bergeming, kesadarannya sudah hilang sepenuhnya.
"Akh sial!" Dengus Xavier dengan kesal. Ia menopang tubuh Thea sambil menepuk pelan pipi Thea tapi gadis itu. Menyentuh dahinya, lehernya dan beberapa bagian tubuhnya, semuanya teraba panas seperti demam.
“Kita harus membawa dia dari sini, tempat ini tidak aman. Aku takut mereka semakin mendekat.” Ajak Luella, yang ikut panik. Baru beberapa saat lalu ia yang diobati oleh Thea, tapi sekarang malah Thea yang kondisinya lebih parah hingga tidak sadarkan diri.
Ia memeriksa kakinya yang terikat jacket Thea dan ternyata lukanya sudah mengering dengan cepat.
“Bagaimana bisa lukaku kering secepat ini?” Tanya Luella tidak percaya.
“Entahlah. Kamu sudah bisa berjalan sendiri?” Tanya Xavier. Ia lebih peduli pada Thea di banding hal lainnya.
“Bisa. Kakiku sudah tidak terlalu sakit lagi.” Luella menggerak-gerakkan kakinya yang terlihat membaik. Darah yang tadi merembes pun sudah terhenti.
Thea benar-benar mengobati Luella. Gadis ini menyembuhkan Luella seperti saat ia menyembuhkan Xavier.
“Aku menyimpan sampan di sana. Apa kita ke sana sekarang?” Tawar Luella.
“Kalau kita pergi, bagaimana dengan ibumu? Kamu menunggu buah ave itu kan?” Xavier balik bertanya.
“I-iya...” Luella baru tersadar.
"Kita harus bagaimana?" Luella dengan wajahnya yang bingung.
“Ya sudah, kita obati dulu Thea di sini. Ambil beberapa daun seperti yang tadi Thea ambil lalu kita obati lukanya seperti cara yang Thea lakukan.” Xavier membaringkan tubuh Thea dengan hati-hati di atas dedaunan kering.
“Setelah buah itu terlihat, kita akan mengambilnya dan pergi.” Lanjut Xavier. Ia menatap Thea dengan khawatir.
Tubuhnya berkeringat dan lukanya tampak melebar.
“Baiklah. Aku akan mengambil beberapa lembar daun untuk mengobati luka Thea.” Luella beranjak mencari dedaunan yang di pakai Thea sementara Xavier pergi ke tepi sungai untuk mengambil air.
Di saat sendirian itu gelang di saku Thea bercahaya. Seperti menarik energi hangat dari tubuhnya. Tidak ada yang melihatnya sekalipun itu Thea.
“Ibu... Ibu...” Gumamnya. Sementara matanya tetap tertutup.
“Ibu, apa itu ibu?” Seru Thea, saat di dunia mimpinya ia melihat sesosok wanita yang membelakanginya.
Wanita itu sedang berada di dapur rumahnya yang ia tempati saat Thea kecil bersama ayahnya. Ia berjongkok di depan tungku perapian tempat sang ayah biasa memasakan makanan untuknya.
Suasananya masih sama. Tidak terlalu terang, hening, hanya cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela.
“Ibuu.. Apa ibu tidak mendengarku?” Panggil Thea. Hatinya seolah berkata kalau itu benar-benar ibunya. Ibu yang tidak pernah ia lihat wajahnya sekalipun. Thea ingin menggerakan kakinya, menghampiri wanita itu tapi kakinya begitu sulit untuk digerakkan.
“Tolong jawab aku, apa kamu ibuku?” Lagi Thea memanggil dengan suaranya yang gemetar menahan tangis.
Ia mengulurkan tangannya pada wanita itu tapi tiba-tiba saja seperti ada perisai kaca yang menghalanginya dan tidak bisa Thea tembus. Thea memeriksa setiap sisi perisai itu. Tidak ada sisi yang bisa ia tembus. Tangannya malah sakit saat ia memukul perisai itu dengan sekuat tenaga.
“Ibu... Kalau kamu ibuku, berbaliklah. Aku mau bertemu ibu.” Tangis Thea pecah. Ia sesegukan menatap nanar bahu wanita yang membelakanginya. Ingin menyentuhnya tapi tidak bisa.
Wanita itu hanya menoleh sedikit dengan wajahnya yang terlihat samar. Tidak lama, wanita itu beranjak dari tempatnya lalu pergi ke sisi kiri.
“IBU!!! IBUUUU!!!” Panggil Thea, namun wanita itu tetap pergi meninggalkan Thea yang tertegun sendirian.
“Ibuuu....” Ia bersuara lirih dan putus asa. Ia menangkup wajahnya yang berurai air mata.
“Theaa! Heyyy, bangunlah Thea!!!” Suara yang tidak asing terdengar di telinga Thea. Seperti memanggil Thea dari alam mimpi yang membuatnya begitu sedih dan kesepian.
“Theaaa!!!”
Adalah suara Xavier yang memanggil-manggilnya. Ia mengangkat tubuh Thea yang lemah dan dingin. Wajahnya sudah sangat pucat dengan bibirnya yang kering entah mengucapkan kata apa. Yang jelas sedari tadi Thea terus memanggil ibu dan ibu dalam tidurnya.
Xavier membangunkan tubuh Thea dan mendudukannya saat mata Thea sedikit terbuka.
“Minumlah Thea, kamu harus minum.” Ucap Xavier. Ia menyodorkan air dengan telapak tangannya untuk Thea minum.
Sedikit demi sedikit Thea meminumnya. Disampingnya ada Luella yang sedang memberikan obat di luka Thea.
Setelah cukup minum, Xavier membaringkan kembali tubuh Thea dengan pangkal pahanya sebagai bantalan. Tiba-tiba Thea mengangkat tangannya dan menunjuk pohon tinggi menjulang yang ada di hadapannya.
“Ada, di sana...” Gumamnya tidak terlalu jelas.
“Apa yang kamu lihat Thea?” Xavier ikut menoleh ke arah Thea menunjuk. Namun tidak ada yang terlihat selain dedaunan yang bergoyang tertiup angin.
“Ave, buah Ave.” Lanjut Thea dengan terbata-bata.
Xavier ikut memandangi pohon besar itu bersama Luella. Tapi mereka tidak melihat apapun.
“Aku tidak melihatnya Thea.” Ucap Luella.
Thea berusaha bangun. Ia meraih tangan Luella dan setelah bertemu, ia menggenggam tangan Luella dengan erat. Tangan Luella sangat hangat sementara tangan Thea sangat dingin.
Thea berusaha menenangkan dirinya, mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Ia memejamkan matanya berusaha mengalirkan tenaganya pada Luella.
“Aku melihatnya.” Seru Luella.
Dan setelah itu tangan Thea pun terlepas. Ia kembali terkulai lemah di atas pangkuan Xavier.
“Thea!” Xavier benar-benar dibuat terkejut di waktu yang bersamaan.
“Kalau kamu melihatnya, cepat kamu ambil. Kita harus segera membawa Thea pergi dari sini.” Seru Xavier yang panik. Ia memeluk Thea dengan erat karena tubuhnya sangat dingin.
“Thea, apa karena kamu aku bisa melihatnya?” batin Luella. Ia memandangi Thea yang terkulai lemah di pelukan Xavier.
Lantas ia segera beranjak dan memanjat pohon itu. Di dahan yang kedua dia berhenti, memanjat pelan pada ujung dahan untuk meraih ujung ranting di atas kepalanya. Ia mengambil sesuatu di sana. Dan saat ia berhasil memetik buah itu, barulah terlihat buah itu bercahaya di telapak tangan Luella. Xavier pun bisa melihat cahaya itu.
“Aku benar-benar mendapatkannya.” Ujar Luella yang menatap kagum pada benda di tangannya.
Ia segera turun dan menghampiri Xavier.
“Kita harus segera pergi, kita harus menyelamatkan Thea.” Ucap Luella dengan terburu-buru.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments