Tersesat, itu yang Thea sadari saat ini. Ia tidak tahu dari mana sebenarnya asal ia masuk ke dunia ini dan bagaimana ia harus kembali nantinya. Menjelajahi dunia baru yang dipijaknya menjadi satu-satunya keputusan yang di ambil Thea.
Berjalan di samping seekor serigala menuju tepian tanah bersalju dengan sebuah jurang dihadapannya. Jurang ini yang menjadi pemisah antara tanah bersalju ini dengan tanah subur di sebrang sana. Tidak ada jembatan yang menghubungkan dataran ini dengan dataran di sebrang sana.
Saat ini, Xavier dan Thea sama-sama memandangi bunga-bunga yang tumbuh di sebrang sana. Indah dan menyegarkan mata.
“Godland, nama tempat yang saat ini kamu pijak.” Terang Xavier tanpa diminta.
“Tempat ini terdiri dari empat dataran terpisah yang ditempati oleh empat sekelompok manusia dari klan yang berbeda.” Lanjutnya.
“Klan?” Thea menatap Xavier dengan bingung.
“Apa maksudmu adalah masyarakat tradisional yang terdiri dari sekelompok keluarga yang mengklaim memiliki keturunan yang sama?” Thea mempertegas kebingungannya.
“Kau cukup pintar.” Sahut Xavier datar.
“Godland ini dihuni oleh empat klan. Klan dewa api, klan dewa air, klan dewa udara dan yang dihadapan kita adalah Klan dewa tanah.”
Terlihat Xavier menghela nafasnya dalam, merasakan perbedaan udara di dua tempat yang kini berbeda.
“Apa mereka benar-benar keturunan dewa?” Thea semakin penasaran.
Ia pikir kalau cerita klan seperti itu hanya ada di dunia dongeng tapi siapa sangka ternyata ia mengalaminya sendiri.
“Lebih tepatnya penganut. Namun diantara mereka, akan selalu ada satu orang yang dituakan karena berumur sangat panjang dan konon pernah bertemu dengan dewa mereka. Tidak sedikit juga di antara mereka terdapat orang-orang kutukan dari langit yang dihukum dan di tempatkan di keempat klan Godland ini.”
“Lalu, apa kamu punya klan sendiri?” Thea menoleh Xavier yang tampak tenang menikmati pemandangan di hadapannya.
“Pikirmu aku manusia?” Serigala jantan ini hanya merespon dengan pendek. Benar adanya kalau Xavier sangat suka menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi.
“Akh baiklah, lagi-lagi aku salah bicara.” Thea terlihat kecewa dan membuat Xavier menolehnya.
“Apa?! Tidak perlu sok peduli, aku sudah biasa diabaikan. Pengabaian binatang buas sepertimu tidak akan menyakiti hatiku.” Thea bersuara lirih diujung kalimatnya.
Ya, ia memang sudah sangat terbiasa diabaikan bahkan di anggap tidak ada. Jika sekarangpun ia tersesat di dunia yang berbeda, bukankah tidak akan ada yang mencarinya?
“Kita harus pergi ke sana, karena sebentar lagi akan ada badai salju.” Ujaran Xavier yang menyadarkan Thea dari lamunannya.
“Pikirmu aku punya sayap untuk terbang ke sana?” Akh senang rasanya bisa membalas Xavier dengan pertanyaan.
“Naiklah. Aku akan membawamu menyebrang.” Xavier membungkukkan sedikit tubuhnya agar Thea bisa naik. Rupanya gadis ini sudah terbiasa dengan cara bicaranya.
“Jauhkan tangan kirimu dari tubuhku.” Ia menambahkan perintah.
“Iya-iyaa baiklah.” Thea menurut saja. Ia naik ke atas punggung Xavier. Satu tangannya memeluk leher Xavier sementara satu tangan lainnya ia angkat tinggi-tinggi, menjauh dari tubuh Xavier.
“Membungkuklah.” Xavier memberi aba-aba dan Thea mengikutinya.
Ia membungkukkan tubuhnya lalu memeluk leher Xavier dengan erat. Xavier mundur beberapa langkah sebelum kemudian ia berlari dengan kencang dan melewati jurang itu untuk sampai ke sebrang.
Untuk beberapa saat jantung Thea seperti melorot jatuh ke dasar perutnya. Ia mengencangkan pelukannya, seperti tengah mengencangkan pelukannya pada tubuh seorang laki-laki yang menggendongnya di punggung. Matanya menutup erat, tidak berani melihat apa yang ada di bawahnya sekarang.
“BUK!” Xavier mendarat dengan sempurna. Keempat kaki kokohnya tegap tanpa bergeming sedikitpun.
Ia tidak lantas menurunkan Thea yang masih ada di punggungnya dan belum membuka matanya. Ia berjalan menuju hutan klan tanah, tempat paling aman bagi dirinya.
*****
Sebuah Goa yang kini di tuju Xavier. Ia berjalan beriringan bersama Thea menuju goa di bawah bukit.
“Kamu pernah kesini sebelumnya?” Thea begitu penasaran karena sepertinya Xavier tidak asing dengan tempat ini.
“Menurutmu apa yang aku lakukan selama 400 tahun selain berkeliling?” Kebiasaan memang, jawab tanya dengan tanya.
“Yaa kamu benar. Hanya aku saja yang bodoh karena bertanya dengan pertanyaan semacam itu.” Thea memilih mendahului langkah Xavier di depannya. Ia lebih dulu masuk ke dalam Goa dan Xavier hanya tersenyum kecil.
Baru kali ini ia tersenyum setelah 400 tahun berada di tempat ini.
Sebuah goa dengan tempat yang cukup nyaman. Ada dua batu besar di dalamnya yang bisa digunakan untuk beristirahat. Di dinding goa terlihat rebesan air yang kemudian menetes di salah satu sudut.
Thea bisa membayangkan bagaimana dingin dan gelapnya tempat ini saat malam hari.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya xavier saat melihat Thea mengambil batu dan saling menggesekkannya di atas permukaan batu yang besar.
“Aku sedang membuat pisau.” Akunya.
Beruntung ia kuliah dengan mengambil jurusan Archeolog sehingga sedikit demi sedikit ilmunya bisa di pakai.
Xavier memperhatikan apa yang Thea lakukan. Cukup lama gadis itu menggosokkan batu di tangannya lalu sesekali di tempa oleh batu lainnya membentuk lempengan batu yang tipis dan tajam. Gadis itu berhasil menyelesaikan pekerjaannya.
Mulai tertarik, Xavier mengikuti saja kemana Thea pergi. mulai dari mengambil bambu dan Xavier membantu merobohkan pohon bambu itu. Memetik beberapa tanaman dan buah-buahan untuk dibuat minyak lalu menemani Thea menyiapkan tempat tidur dengan dialasi rerumputan kering.
Beberapa obor kayu berhasil dibuat oleh Thea. Dengan menggesekkan bebatuan satu sama lain, Thea membuat nyala api untuk menyalakan obor. Ia menempatkan obor itu di beberapa tempat dan membuat goa itu kini tidak terlihat gelap.
Thea juga menyiapkan sebuah tungku perapian untuk menghangatkan udara di dalam goa tersebut.
Menjelang sore, Thea baru selesai dengan pekerjaannya. Tubuhnya sudah sangat lelah setelah seharian ini melakukan banyak hal. Tapi waktu terasa lambat berputar, mungkin karena ia tidak kerasan tinggal di tempat yang asing seperti ini.
“Kamu melakukannya dengan baik.” Ucap Xavier yang mendekat pada Thea yang sedang menghangatkan tubuhnya di depan perapian.
Gadis itu tampak tercenung entah memikirkan apa.
“Apa saja yang kamu lakukan selama 400 tahun di sini? Apa tidak membosankan?” Tanya Thea tiba-tiba. Ia merasakan sepi yang sangat karena biasanya ia mendengar suara musik disko yang keras menggetarkan gendang telinganya dan pekerjaan yang banyak untuk melayani pelanggannya.
Waktu terasa cepat berputar saat ia berada di dunianya.
“Apa menurutmu aku punya pilihan lain selain berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya?” Xavier duduk di samping Thea, memandangi nyala api yang kemerahan.
“Kita sama-sama tidak punya tempat untuk pulang kan Thea?” lagi Xavier bertanya dengan lirih.
Thea tersenyum kecil mendengar pertanyaan Xavier.
“Kamu benar, selain aku tidak tahu caranya untuk pulang, aku juga tidak tahu siapa yang harus aku tuju saat ingin pulang.”
“Tidak ada keluarga yang menungguku pulang.”
“Tidak, aku bahkan tidak memiliki keluarga.” Ucap Thea yang masih berusaha tersenyum.
Tangannya bergerak di atas tanah membuat gambar dirinya sendiri dengan dua orang di belakangnya yang ia buat buram. Mungkin maksudnya adalah kedua orang tuanya.
“Apa kamu juga tidak punya keluarga Xavier? Bukankah serigala biasanya bergerombol dan tidak pernah meninggalkan kawanannya?” Thea begitu penasaran dengan keluarga Xavier.
Karena setahu Thea, serigala adalah binatang yang sangat setia. Ia akan selalu bepergian dengan kawanannya dan hanya akan mencintai satu pasangannya.
400 tahun hidup sendiri bagi seekor serigala, bukankah sangat aneh?
“Apa kamu percaya kalau aku bilang aku tidak punya keluarga?” Xavier balik bertanya namun tatapannya tetap tertuju pada nyala api yang membuat tubuhnya hangat.
“Kamu cukup menyebalkan jadi mungkin saja keluargamu tidak menyukaimu. Tapi tidak mungkin kan mereka membuangmu? Aku tahu serigala adalah kawanan yang setia, mereka saling menjaga satu sama lain.” Terang Thea dengan segaris senyum untuk Xavier.
Xavier hanya termenung. Ucapan Thea memang benar kalau serigala adalah kawanan binatang yang setia tapi sayangnya, ia hanya seorang diri tanpa memiliki kawanan bahkan sejak ia ada di Godland ini.
“Mau berburu denganku?” Tawar Xavier tiba-tiba. Ia ingin menepis pikiran tidak menyenangkan yang mengisi kepalanya.
“Boleh, tapi aku ingin membuat tombak dulu.” Thea beranjak dari tempatnya.
“Kamu bisa membuatnya?” Xavier terlihat antusias. Ia baru sadar kalau gadis yang ditemuinya ternyata gadis yang luar biasa.
“Tentu saja. Tunggu sebentar, aku akan membuatnya.” Thea mengambil sebilah batu yang sudah ia bentuk juga sepotong kayu panjang yang akan ia buat tombak.
“Ada yang perlu aku bantu?”
“Tidak, kamu duduk saja. Istirahat sebentar sebelum nanti aku harus menunggangimu.”
“Baiklah.” Sahut Xavier yang duduk dengan nyaman memandangi Thea yang sedang membuat tombak.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Andiyani
berasa nonton film fantasi🤩😍
2023-01-22
3
Evi
semangat thoor
2023-01-22
2