Dengan tombak di tangannya, Thea terlihat begitu gagah layaknya seorang pejuang wanita yang siap bertempur di medan perang. Ia sudah berada di samping Xavier dan bersiap untuk pergi berburu.
“Kita akan pergi ke arah selatan, di sana kita akan menemukan banyak rusa.” Terang Xavier yang sudah mengenal benar tempat ini.
“Berapa kecepatan lari rusa?” Thea tampak serius dengan pertanyaannya.
Xavier melirik sedikit tubuh Thea, memperhatikan kakinya, lalu menyeringai kecil.
“Kaki pendekmu tidak akan bisa mengejarnya, jadi sebaiknya kamu mengendap-endap saja dan menombaknya saat jarak kalian cukup dekat.” Terang Xavier.
“Hey, kau meremehkanku. Kamu tidak tahu saja kalau aku berhasil lari dari empat serigala lapar yang hampir menerkamku.” Ucap Thea dengan jumawa. Yang ia maksudkan adalah Allen dengan ketiga teman mesumnya.
“Oh ya?” Xavier segera menoleh tidak percaya.
“Apa mereka sangat lapar sampai bentukan sepertimu saja mau mereka makan?” Ledek xavier dengan wajah menyebik.
“Yaa, yaaa,, Aku memang tidak menarik tapi paling tidak aku tidak berbau sepertimu.” Timpal Thea.
Puas sekali karena berhasil meledek balik Xavier.
“Aku tidak bau!” protes Xavier seraya menggenggol Thea dengan sengaja.
Thea sampai sempoyongan karena senggolan Xavier.
“Hahaha... Rupanya kalau mulutmu kalah, kau menggunakan fisik. Harusnya, saat mulutmu kalah, gunakan otakmu. Atau gunakan otakmu sebelum kau menggunakan mulut dan fisikmu.” Cerocos Thea menasihati.
“Hhrrrr…” Xavier hanya berdecak dengan suara buasnya.
“Diam!” Ucap Thea yang tiba-tiba sambil menghadang Xavier dengan tombaknya.
“Sembarangan sekali kamu menyodorkan tombak.” Protes Xavier yang ikut menghentikan langkahnya.
“Sssttt..” Thea hanya mendesis seraya membungkuk. Ia memberi isyarat pada Xavier agar bersembunyi di belakanganya, di balik pohon. Ia lupa, kalau saat membungkuk tubuh Xavier tetap lebih tinggi darinya.
“Kamu melihat sesuatu?” Mata coklat Xavier ikut waspada memperhatikan sekitarnya.
“Arah 30 derajat ada rusa yang sedang minum di tepi sungai. Jarak kita sekitar 27 meter.” Ucap Thea dengan mata memincing.
“Apa kamu yakin?"
"Ya, aku yakin."
"Waahh… Ternyata kamu punya perhitungan yang hebat.” Puji Xavier yang rasanya ingin bertepuk tangan.
“Tentu saja, kamu beruntung bertemu denganku.” Sahut Thea dengan jumawa. Setelah tadi Xavier meledeknya kini ia mendapatkan kesempatan untuk menyombongkan dirinya.
Xavier hanya tersenyum. Ternyata Wanita di sampingnya tidak selugu yang ia pikirkan. Ia sangat cerdas bahkan bisa melihat sejauh itu.
Xavier tidak tahu kalau panca indra Thea malah berfungsi dengan baik saat ia datang ke tempat ini.
“Apa rencanamu sekarang? Kamu mau aku menerkamnya?” Xavier berubah antusias. Padahal ia sendiri yang tadi menyarankan agar mereka mengendap-endap saja.
“Kita akan mendekat, jarak 10 meter, kamu lari lebih dulu lalu halangi langkah rusa itu dan aku akan melemparkan tombak ke arahnya. Apa kamu mengerti?” tutur Thea.
“Baiklah.” Xavier menyetujuinya.
Mereka berjalan mengendap-endap di belakang pepohon yang satu ke pepohonan lainnya. Langkah mereka pelan-pelan karena rusa agar tidak mengusik rusa, binatang yang sangat peka pendengarannya.
Lihat saja, walau jarak mereka masih jauh, rusa itu sudah celingukan seperti tahu kalau ada bahaya yang mengintainya.
Tepat jarak mereka 10 meter, Xavier sudah berlari dengan cepat untuk menghadang rusa. Dan di susul oleh Thea yang melayangkan tombaknya ke arah binatang mamalia itu.
“Seb!” tombakan Thea menancap tepat mengenai sasaran. Ia berhasil menusuk punggung rusa dan membuat rusa itu ambruk.
“Waw! Kamu luar biasa.” Puji Xavier seraya berjalan mengelilingi rusa. Ia memperhatikan dengan seksama apakah rusa itu sudah benar-benar mati atau belum.
Thea segera mendekat. Ia mengambil tali dari akar pohon yang sudah ia pipihkan, lalu mengikat tangan dan kaki rusa dan siap mengangkatnya.
Namun sejurus kemudian Xavier merasakan ada bahaya yang mengintainya dan Thea.
“AWAS!” seru Xavier seraya menubruk tubuh Thea agar tiarap di tanah.
“Trak!” Xavier terlambat.
Sebuah anak panah sudah lebih dulu menghantam tangan Thea dan mengenai gelang di tangan kiri Thea.
“AKH!” Thea meringis kesakitan sambil memegangi tangan kirinya dan berusaha bangkit namun tiba-tiba anak panah kedua kembali melayang ke arahnya.
Dengan cepat Xavier melompat dan menerkam Thea, mengungkungnya di bawah tubuhnya yang besar.
“Akh!” Xavier ikut meringis saat ternyata anak panah itu menggores punggungnya.
“Kamu tidak apa-apa?!” tanya Thea yang terkejut.
“Tidak. Segera naik ke punggungku, kita pergi dari sini.” Xavier berusaha bangkit.
Dengan cepat Thea mengambil gelangnya yang tergeletak serta menarik tali yang mengikat tubuh rusa itu.
Ia segera naik ke punggung Xavier dan Xavierpun berlari dengan cepat.
“Siut! Siut! Siut!” beberapa anaka panah kembali menyerang mereka, namun tubuh Xavier dengan lincah menghindarinya.
“Membungkuk!” titahnya pada Thea dan Thea hanya bisa patuh, memeluk leher Xavier erat-erat agar tidak terjatuh.
*****
Setelah cukup lama berlari, akhirnya Thea dan Xavier berhasil menjauh dari serangan beberapa anak panah tadi.
“Kerja yang bagus, Xavier.” Ucap Thea seraya mengusap punggung Xavier.
Namun saat ia mengangkat tangannya, ternyata punggung Xavier terluka cukup dalam dan banyak berdarah yang keluar.
“Kamu terluka, turunkan aku.” Pinta Thea yang baru tersadar.
Xavier menghentikan langkahnya di bawah sebuah pohon yang besar lagi rindang. Membungkuk sedikit dan Thea segera turun, membawa serta rusa yang tidak pernah ia lepaskan.
“Aku akan memeriksa lukamu.” Ucap Thea seraya mengusap punggung Xavier dan Xavier patuh, menurunkan tubuhnya agar Thea bisa memeriksa lukanya.
Thea memeriksa luka Xavier dengan seksama. Serigala itu mengaung lirih saat Thea menekan lukanya yang masih berdarah. Thea menyobek ujung bajunya lalu membebat luka Xavier dengan kain itu.
“Bertahanlah. Paling tidak darahnya harus berhenti mengalir sebelum kita melanjutkan perjalanan.” Ujar Thea yang dengan telaten mengusap punggung Xavier.
Xavier hanya melenguh kecil seraya membiarkan Thea merawat lukanya.
“Apa kamu mengenal mereka yang menyerang kita?” Tanya Thea penasaran. Baru kali ini ia dan Xavier mendapatkan serangan yang tiba-tiba.
“Mungkin pribumi di Godland ini.” Sahut Xavier sekenanya.
“Kenapa mereka memanah kita? Apa mereka takut karena melihat serigala berkeliaran di wilayah mereka?” Thea masih dengan rasa penasarannya yang tinggi. Ia tidak melihat sama sekali siapa sebenarnya yang menyerang ia dan Xavier.
Xavier hanya terdiam, tidak berani menimpali.
“Bagaimana tanganmu?” Xavier malah mempertanyakan tangan Thea yang tadi terkena anak panah.
Thea memilih duduk di samping Xavier, lalu mengeluarkan gelangnya yang putus terkena anak panah.
“Gelang ini menyelamatkan tanganku.” Sahut Thea seraya memandangi gelangnya yang putus.
“Aku pikir, gelang ini tidak akan putus karena gelang ini tidak pernah berubah sedikitpun. Dia selalu mengikuti bentuk tanganku dan melebar dengan sendirinya tapi tidak pernah bisa aku lepaskan. Tapi karena anak panah tadi, gelang ini putus.” Tutur Thea seraya menggenggam gelang di tangannya dengan erat.
“Mungkin kamu bisa menyambungkannya kembali.” Saran Xavier.
Thea hanya tersenyum. “Entahlah, melihat gelang ini terlepas membuatku merasakan kalau ada sesuatu yang terbebas di dalam jiwaku.” Aku Thea.
Ia mengarahkannya gelang itu pada Xavier, Xavier sempat merunduk karena takut namun kemudian ia kembali menatap gelang itu karena ternyata sekarang ia tidak merasakan apapun dari gelang itu.
“Gelang itu tidak berfungsi lagi. Aku tidak lagi merasakan kesakitan saat melihatnya. Mungkin, gelang itu juga sudah membebaskanmu dari sesuatu.” Ujar Xavier dengan sejujurnya.
Thea tidak menimpali, ia hanya memandangi gelang itu dengan lekat sambil memikirkan, apa yang sebenarnya dimiliki gelang ini saat melingkar di lengannya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments