Pintu yang terbuka

Setelah Thea siuman, Eve tetap dengan pendiriannya agar Thea dan Xavier segera keluar dari permukinan Klan air. Ia tidak mengizinkan dua orang ini berlama-lama di permukimannya karena ia tahu mungkin beberapa saat lagi, klan lain akan datang menyerangnya untuk mengeluarkan Xavier dari tempatnya.

Ia bisa merasakan kalau semakin lama, kekuatan Xavier semakin besar. Xavier mungkin merasakan kekuatannya hilang karena perisai klan air menahannya. Tapi, Eve tidak bisa menjamin, berapa lama lagi perisai di klan nya bisa menahan kekuatan Xavier dan mengundang kedatangan klan-klan yang berniat menghabisi Xavier.

Keluar dari sebuah teratak, tiga orang itu kembali mendapat tatapan waspada dari penghuni klan air.

Xavier dan Luella sama-sama memegangi Thea dari samping karena kondisinya yang masih lemah.

“Mereka akan pergi, tolong berhenti memandangi mereka seperti itu.” Ucap Luella pada beberapa orang yang menghadang jalan mereka.

Satu per satu orang-orang itu berbalik dan berusaha mengabaikan Thea dan Xavier walau mereka tidak lantas menurunkan senjata di tangan mereka.

“Maafkan aku Thea, aku tidak bisa banyak menolongmu. Aku tahu, yang aku lakukan tidak pernah sepadan dengan pertolonganmu.” Ucap Luella di sela perjalanan mereka.

“Tidak perlu berbicara seperti itu. Aku membantumu dengan tulus. Aku yang seharusnya berterima kasih karena kalian masih mau menolong dan menyelamatkanku.” Timpal Thea. Ia menggenggam tangan Luella dan tersenyum penuh arti.

Luella hanya bisa tertunduk, memandangi tangannya yang di genggam Thea. Rasanya sangat hangat, seperti membawa sebuah kehidupan di genggamannya.

“Jadi, kemana kalian akan pergi sekarang? Apa aku bisa bertemu kalian lagi?” Pertanyaan Luella terdengar menyedihkan.

Ia belum mendengar keputusan apa yang akan mereka ambil, apakah pergi ke Klan api ataukah mengantarkan Thea pulang kedunianya.

“Aku akan mengobati Thea.” Sahut Xavier dengan yakin. Ia tidak bisa membiarkan Thea terus menerus dalam kondisi lemah seperti ini.

“Kamu akan membawanya ke klan api?” Luella terlihat begitu penasaran.

Xavier terdiam sejenak, ia tampak berpikir. Ia sudah mempertimbangkan dengan benar ucapan tetua tadi. Ia sedang di buru dan mungkin Klan api yang memanah Thea pun sedang memburunya. Mana mungkin ia membawa Thea pergi ke Klan api?

“Aku akan membuatnya pulang ke dunianya.” Jawab Xavier dengan yakin.

”Tidak Xavier, aku tidak mau kembali ke duniaku.” Tolak Thea dengan segera.

Melihat penolakan Thea, Luella sepertinya paham.

“Kalian perlu bicara, aku permisi.” Pamit Luella yang sedikit menjauh, memberi kesempatan dua orang itu untuk memutuskan.

“Xavier, aku tidak mau pulang ke duniaku. Aku mohon jangan kembalikan aku ke sana.” Thea mengulang kembali penolakannya setelah mereka hanya berbicara berdua.

“Kenapa? Di sini tidak aman Thea. Saat kamu bersamaku, kamu akan mendapat serangan yang sama sepertiku. Aku tidak bisa membiarkan kamu terluka lagi.” Xavier menatap Thea dengan penuh kecemasan.

“Aku tau. Tapi kita bisa bersembunyi seperti sebelumnya. Kita bisa mencari goa dan cukup berburu di tempat yang aman saja.” Bujuk Thea.

“Tidak bisa Thea! Lagi pula mau sampai kapa kita bersembunyi?" Dengan tegas Xavier menolak permintaan Thea.

"Pikirkan dirimu. Kamu harus sembuh dulu dan aku tidak bisa menyembuhkanmu di sini. Kekuatanku bahkan hilang. Bagaimana bisa aku melindungimu saat ada yang menyerang kita?” Xavier memegangi kedua bahu Thea seraya menatap gadis itu dengan tajam. Ia berusaha meyakinkan Thea.

Bisa terlihat kecemasan di mata coklat milik Xavier.

Thea melihat tangan Xavier yang memegangi kedua bahunya, cengkramannya yang kuat seolah menegaskan kalau ia tidak bisa membiarkan Thea celaka.

“Lalu, bagaimana denganmu? Setelah aku pergi, apa kamu akan baik-baik saja?” Thea balik bertanya dengan tatapan yang sama cemasnya.

Xavier tidak lantas menjawab. Ia melepaskan cengkraman tangannya dari bahu Thea lalu mengusap wajahnya kasar.

“Jangan pikirkan aku. Cukup cemaskan diri kamu sendiri.” Ujaran Xavier terdengar putus asa.

“Apa kamu bilang, jangan pikirkan kamu?” Thea menatap Xavier tidak percaya.

“Kamu lupa kalau selama ini kita bersama-sama? Kamu lupa kalau selama ini kita saling melindungi? Kamu lupa kalau,”

“Dan kita tidak bisa meneruskannya Thea!” Gertak Xavier mematahkan kalimat Thea. Nafasnya terdengar terengah-engah karena kekalutannya.

Mata Xavier sudah merah dan berkaca-kaca sejalan dengan mata Thea yang kini mulai basah.

“Dunia kita berbeda Thea! Tempat kamu bukan di sini” Tegas Xavier.

“Kamu harus tau, aku hanya iblis yang berbalut tubuh manusia sepertimu. Aku bahkan membunuh ayahku sendiri dengan kedua tanganku.” Xavier mengangkat tangannya ke hadapan Thea, lalu mengepalkannya dengan erat hingga pembuluh darahya terlihat jelas.

Lihat saja tatapannya yang penuh kebencian pada tangannya sendiri.

“Apa kamu masih bisa berpikir kalau kamu akan aman di dekatku? Hah?” Suara Xavier kali ini terdengar rendah namun penuh penekanan.

Ia merasa kalau ia memang tidak bisa membiarkan Thea untuk pergi tapi suatu hal yang mustahil membiarkan Thea tetap berada di sisinya. Mungkin saja satu detik kemudian ia bisa benar-benar akan kehilangan Thea. Dan itu tidak bisa Xavier bayangkan. Ia bahkan sangat takut jika hal itu terjadi.

Lalu, ada apa dengan dirinya? Kenapa membayangkan Thea pergipun terasa begitu sesak?

Dan saat ini, Thea tidak bisa menjawab pertanyaan xavier. Ia hanya bisa mengguyar rambutnya dengan kasar lantas menatap Xavier dengan perasaan yang entah.

“Lalu apa kamu yakin kalau kamu bisa mengantarku pulang?” Tanya Thea setelah emosinya mereda. Sepertinya tidak ada harapan lagi untuk ia tinggal di sini.

“Luella akan membukakanmu jalan pulang.” Xavier sengaja mengeraskan suaranya agar Luella mendengarnya.

Saat itu juga Luella berbalik. Sejujurnya, tanpa Xavier mengeraskan suaranya pun, ia sudah mendengar semua pembicaraan dua orang yang sepertinya memiliki keterikatan perasaan ini.

“Kamu bisa melakukannya?” Thea menatap Luella penuh selidik.

“Iya, aku bisa melakukannya.” Sahut Luella dengan tegas.

“Orang-orang di klan kami, bisa membuka jalan menuju duniamu. Mereka bisa pergi ke sana kapanmu mereka mau tapi sayangnya, mereka tidak akan pernah bisa kembali.” Terang Luella dengan raut wajah yang berubah sendu.

“Maaf Thea, setelah kita berpisah, mungkin kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi.” Tegas Luella dengan penuh keyakinan.

Thea cukup terkejut mendengar hal itu namun tentu saja ia berusaha terlihat baik-baik saja.

“Tentu tidak masalah. Cukup pastikan kalau kalian akan baik-baik saja.” Ucapnya yang berpura-pura tersenyum, menatap Luella dan Xavier bergantian.

“Okey, jadi kapan kalian akan mengantarku?” Tanya Thea seperti tanpa beban. Namun suaranya tetap menyisakan getaran yang bisa di dengar Xavier dan membuatnya memalingkan wajah dari Thea.

“Aku bisa melakukannya sekarang.” Jawab Luella seraya mengeluarkan sebuah batu berwarna kebiruan dari dalam sakunya.

“Okey!” Thea segera mendekat pada Luella seraya mengusap sisa air matanya.

Ia berdiri di samping Luella yang mengangkat batu itu tinggi-tinggi seraya memejamkan mata. Gadis itu membacakan mantra yang entah apa artinya, Thea tidak terlalu mendengarnya.

Perlahan mata Luella kembali terbuka. Bola mata yang semula bening itu kini menyala kebiruan.

“Masuklah ke dalam air Thea dan air itu akan membawamu pulang ke duniamu.” Ucap Luella di antara cahaya yang seperti bergema dan membuat suaranya samar.

Thea tidak lagi menimpali. Ia lantas berjalan mendekati bibir danau dan masuk ke dalam air. Beberapa saat ia terhenti, untuk sekedar menoleh Luella dan Xavier yang memandangi kepergiannya.

“Terima kasih.” Batin Thea seraya tersenyum pedih pada dua orang itu. Hanya beberapa saat Thea memandangi keduanya sampai kemudian,

“TEEETTTT!!!!!” Suara klakson memekakan telinganya.

******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!