Pertemuan dengan raja malaikat.

Joy memerintahkan anak buahnya membunuh Sean dan pekerja lainnya.

"Ada apa tuan? Bukankah anda sudah berjanji membayar mereka?" tanya anak buah Joy.

"Bukan tentang masalah uang. Kita sudah dikenali menyelundupkan senjata untuk perang. Bisa saja salah satu dari mereka akan memberitahu polisi setelah menerima upah mereka." jelas Joy kepada anak buahnya.

"Baik tuan." jawab anak buah Joy menuruti perintah.

Sean dan pekerja lainnya sedang berada di dalam gudang. Tiba-tiba...

"Dreeem..." bunyi suara pintu gudang yang di tutup.

"Kenapa ini?" tanya salah satu pekerja.

Anak buah Joy datang dengan menggunakan senapan machine gun yang mempunyai peluru lebib dari 100 butir.

"Saya akan membayar upah kalian semua." kata anak buah Joy sembari mengarahkan senapan besar itu ke mereka semua.

Melihat situasi tidak beres, Sean langsung diam-diam bersembunyi di balik peti-peti kosong gudang.

"Tung.. Tunggu dulu. Ada apa ...?" ucap salah satu pekerja yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Tetapi sebuah peluru sudah bersarang dikepalanya.

"Maaf, kalian semua harus MATI!" ujar anak buah Joy.

"DRRRTTT... DRRRTTT..." bunyi suara senapan menembaki para pekerja.

"ARRRGGGHHH... ARGGHHH..." suara jeritan terdengar dimana-mana. Sean hanya bisa duduk bersembunyi sambil ketakutan.

Setelah semua pembantaian selesai. Anak buah Joy menghitung junlah mayat disana.

"27, 28, 29... Hei kenapa hanya 29 mayat saja? Harusnya ada 30?" ucap anak buah Joy.

"Drrtttt..." suara pintu gudang terbuka. Sean berhasil kabur. Dia segera berlari di tempat keramaian menuju kota.

"HEIII.. JANGAN KABUR KAU!!!" teriak anak buah Joy sambil segera mengejar Sean.

Sean berlari dengan sekuat tenaga dan secepat mungkin. Sesampainya di kota...

"TOLONGGG... TOLONGGG... ADA PEMBANTAIAN DI PELABUHAN." teriak Sean di keramaian.

"Pembantaian? Dimana nak dimana?" tanya seorang penduduk yang lewat.

"Di pelabuhan pak. Semuanya tewas ditembaki. Tolong pak." jelas Sean yang masih trauma dan ketakutan.

Tak lama kemudian sepasang tangan menyentuh bahu Sean. Sean menoleh kebelakang, terlihat Joy sedang berdiri di belakangnya.

"Maafkan saya semua. Anak ini adalah pencuri. Saya mengejarnya tadi. sekarang dia sengaja mencari alasan untuk melindungi dirinya." ujar Joy kepada semua penduduk disana.

"BOHONG! DIA BOHONG!" teriak Sean membela dirinya dari fitnahan Joy.

Beberapa penduduk setempat menjadi ragu kepada perkataan Sean. Pada saat itu lewat juga penduduk yang kemarin mengejar Sean.

"Oya... Kamu ternyata disini. Iya semuanya. remaja ini telah mencuri roti di toko saya tempo hari. Jangan percaya dia." ujar penduduk tersebut.

Semua penduduk yang awalnya percaya kepada Sean berbalik melihatnya dengan pandangan jijik.

"Ke... Kenapa jadi seperti ini. Saya hanya berusaha mencari uang buat ibu." tangis Sean bercampur kesal.

Meskipun melihat kondisi Sean yang sangat menyedihkan seperti itu. Semua penduduk disana tetap tidak percaya dan mengangapnya pembohong dan pencuri.

"Kalau begitu biar saya bawa dia ke kantor polisi saja." ujar Joy yang segera menangkap tangan Sean.

Sean mencoba memberontak dan melawan. Namun apa daya, tenaga dia kalah oleh Joy. Akhirnya Joy berhasil menyeret Sean menjauhi dari keramaian tersebut. Joy membawa Sean kembali ke pelabuhan, tempat dimana semua pekerja dibantai. Terlihat posisi Sean yang sedang duduk di lantai. Sebuah pistol terpampang dibelakang kepala Sean. Terasa dinginnya besi ujung pistol di belakang kepala, tepat letak otak Sean berada.

"Kamu punya permintaan terakhir nak?" tanya Joy yang siap mengeksekusi Sean.

"Saya hanya punya seorang ibu yang sedang sakit. Kumohon... Jenguklah ibu saya dan berikan uang hasil kerja saya kepadanya. Setidaknya dia mampu membeli sedikit makanan dan obat dengan itu." mohon Sean dengan ekspresi wajah datar dan penuh putus asa.

"Maaf nak. Saya tidak sempat lagi melakukan itu. kami sudah harus berangkat malam ini. Selamat tinggal nak." ujar Joy sembari menarik pelatuk pada pistol di tangannya.

"DUARRRR" suara tembakan pistol tanda berakhirnya hidup Sean. Joy dan lainnya berangkat dan meninggalkan mayat Sean disana seorang diri.

"Uhukkk... Uhukk... Sean... Kenapa belum pulang selarut ini?" gumam ibu Sean yang menunggu di rumah.

Terlihat arwah Sean datang. Tetapi sang ibu tidak dapat melihatnya.

"Bu... Maafkan Sean bu." ucap Sean sambil menangis meskipun sang ibu tak dapat mendengarnya.

Tak lama kemudian muncul seorang malaikat. dari balik dinding gubuk rumah Sean.

"Si.. Siapa kau?" tanya Sean yang terkejut.

"Ooo.. kenapa ada arwah penasaran disini? Hei nak, apakah kamu dibunuh? Belum saatnya kamu untuk mati. Arwahmu menjadi gentayangan saat ini." ucap malaikat tersebut.

Sean hanya diam dan menunduk. Dia sangat sedih dan kesal.

"Semua ini salahku. Seandainya saya bisa lebih giat lagi mencari uang. Hiks.. Hiks..." tangis Sean.

"Sudahlah. Kamu jangan menangis lagi. Saya kesini hendak menjemput wanita ini." jelas malaikat.

"Tunggu.. Tunggu dulu. Mau kau apakan ibuku?" tanya Sean yang bergegas menghalangi jalan malaikat tersebut.

"Sudah jelas kan? ajal wanita ini sudah tiba. Sudah saatnya dia untuk mati." jelas malaikat tersebut.

"Jangan tuan malaikat. Kumohon jangan." cegah Sean.

Sang malaikat tidak mempedulikan Sean. Dia tetap berjalan ke arah ibu Sean untuk mencabut nyawanya. Sean berusaha menahannya, sampai-sampai dia memeluk kaki malaikat tersebut. Sang malaikat menghentikan langkahnya.

"Apakah kamu kira wanita ini dapat hidup dengan baik jika saya tidak mencabut nyawanya?" tanya malaikat sambil melihat Sean.

"Sepertinya dia sudah sebatang kara. Kamu saja sudah meninggal. Untuk apa lagi dia di dunia ini dengan tubuh sakit-sakitan seperti ini." sambung sang malaikat.

"Akan lebih bijaksana jika kamu merelakan kepergian ibumu. Kamu juga masih gentayangan. Jika kondisimu seperti ini terus. Maka kamu juga akan menderita dalam waktu yang lama." ucap sang malaikat sambil meneruskan langkahnya.

Sean akhirnya luluh mendengar perkataan sang malaikat. Dia melepaskan kaki malaikat dari pelukannya. Proses pencabutan nyawa pun dimulai. Arwah ibu Sean dikeluarkan oleh malaikat dari tubuhnya. Terlihat di tangan malaikat sebuah bola arwah bercahaya biru. Sean mendekati bola arwah tersebut.

"Terima kasih bu sudah merawat Sean. Semoga ibu bisa berbahagia di tempat yang indah." ucap kata perpisahan Sean kepada ibunya.

"Kamu tenang saja. Saya akan membawa ibumu ke tempat reinkarnasi. Dia akan segera terlahir kembali menjadi manusia." ucap sang malaikat.

Malaikat segera menghilang dari hadapan Sean. Kini Sean duduk di sudut gubuk rumahnya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.

"Hei nak!" Sahut malaikat yang muncul kembali dari balik dinding.

Sean menoleh ke arah suara tersebut.

"Kenapa anda kembali?" tanya Sean melihat malaikat yang mencabut nyawa ibunya datang kembali.

"Perkenalkan, saya adalah raja malaikat. Mulai hari ini bergabunglah denganku. Akan kulatih kamu menjadi malaikat pencabut nyawa." ucap sang malaikat sembari menjulurkan tangannya ke arah Sean.

"Baiklah." Jawab Sean yang meraih tangan malaikat tanda dia setuju.

Bersambung...

Begitulah kisah masa lalu dari Sean. Ikuti terus cerita HAI.. MALAIKAT MAUTKU. Terima kasih sudah membaca. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!