"Wow!!! Tampan sekali anak Mama." Mama menatap Yoan yang sudah rapi berpakaian kantor. Hari ini, hari pertama putranya akan bergabung di kantor pusat.
"Oh... jelas dong aku tampan, Ma. Anaknya Ibu Yumi loh!" Yoan memperjelas dengan bangga.
Mama tersenyum lalu menyuruh Yoan duduk. "Ini sarapan untuk kamu."
"Terima kasih, Ibu Yumi-ku." Yoan menerima sarapan dari Mamanya.
"Yoan, bagaimana semalam? Apa kamu suka dengan si Cantika itu? kapan kamu melamar dia?" Mama mulai penasaran menanyai anaknya. Yoan semalam sudah menemui wanita itu. Bagaimana kelanjutannya.
"Ma, dia sama sekali bukan tipeku." Jawab Yoan santai sambil mengunyah sarapannya.
"Kalau begitu kamu harus temui si Isabella. Dia seorang model loh. Kalau penampilan, jangan ditanyalah!"
Yoan menepuk jidatnya. Stok wanita Mamanya begitu sangat banyak.
"Ma, Yoan baru mulai bergabung di kantor pusat. Jadi biarkan dia fokus. Jangan membahas wanita dulu. Kasihan Yoan, nanti pikirannya bercabang terus bertunas. Bisa-bisa Papa nggak jadi-jadi pensiun!" Papa pun membantu Yoan. Ia tahu putranya tidak mau dijodoh-jodohkan seperti itu.
Yoan mengangguk cepat sambil memasang wajah melas. Pria itu sangat setuju ucapan Papanya. Papanya begitu sangat pengertian. "Benar Ibu Yumi. Aku setuju dengan Papa. Fokus dulu ke perusahaan, baru ke wanita."
Mama menyemberutkan wajahnya, melihat kedua pria yang seperti sedang bersekongkol itu. Tapi yang dibilang suaminya benar juga. Yoan harus fokus pada perusahaan, baru pada wanita.
"Baiklah Yoan, tapi Mama mau dalam tahun ini kamu harus menikah." Harap Mama dengan wajah ikut memelas.
Yoan menganggukkan kepala pelan. 'Maunya begitu, Ma. Tapi...'
"Ma." Panggil Yoan.
"Kenapa?"
"Kalau menculik calon pengantin wanita berdosa nggak?" Tanyanya.
Papa yang sedang sarapan tersedak mendengar pertanyaan sang putra. Apalagi Mama yang matanya langsung terbelalak.
"Maksud kamu apa?" Tanya Mama dengan mimik tidak senang.
"Astaga!!! Biasa saja ekspresinya itu. Aku cuma bertanya saja." Ucap Yoan mendinginkan suasana yang sempat tegang sesaat.
"Yoan, wanita mana yang mau kamu culik? Kamu lagi dekat dengan calon istri orang begitu? Kamu mau jadi tukang tikung?" Tebak Mama dengan tatapan mata yang setajam silet.
"Tidak ada, Ma. Aku cuma tanya saja!" Yoan menggeleng cepat. Mamanya langsung menuduhnya tanpa ampun.
"Yoan, kamu itu pernah ditinggalkan di hari pernikahan. Jadi jangan lakukan hal tersebut di pernikahan orang lain!" Mama menasehati, sekaligus mengingatkan Yoan akan kisah masa lalunya.
"Benar, nak. Kalau wanita itu memang jodohmu, tidak perlu ditikung pasti kalian akan bersama juga. Jadi kalau dia menikahi orang lain, dia memang bukan untukmu×" Jelas Papa.
"Seperti kamu dulu. Sudah 100% persiapan mau menikahi Maudy, tapi bisa batal juga. Tandanya wanita itu memang bukan untuk kamu!00" Mama ikut menimpali.
Yoan diam. Maudy, mendengar namanya saja ada kesal menghinggapinya.
"Haha... aku cuma becanda, kenapa Pak Dana dan Ibu Yumi begitu serius?!" Yoan berusaha menutupi kekesalannya yang sempat singgah. Ia tidak mau lagi membahas masa lalunya.
"Pak Dana... Ayo kita meluncur ke kantor!"
\=\=\=\=\=\=
Yoan menghembuskan nafas panjang. Lalu ia berjalan beriringan dengan Papa beserta asistennya. Menuju ruangan Dirut.
Pak Dana yang akan membimbing Yoan, setelah Yoan mampu baru ia akan pensiun. Ia sudah terlalu tua untuk menjalankan perusahaan.
Selama berjalan beriringan dengan Dirut perusahaan itu. Yoan melihat para karyawan yang menunduk hormat dan setelah itu saling berbisik.
Yoan sudah menebak, pasti mereka menggosipkan dirinya karena kejadian 2 tahun yang lalu. Saat itu dirinya yang begitu menyedihkan, menunggu calon pengantin wanita tidak kunjung datang. Menunggu di aula itu hingga malam.
Tah seperti apa gosipnya setelah hari itu. Karena Yoan yang memutuskan tinggal di luar kota.
Yoan melirik Papanya yang tersenyum pada para karyawan yang berpapasan. Bagaimana Papanya menghadapi rasa malu setelah hari itu? Papanya yang selalu tersenyum seolah tidak ada masalah apapun.
Ada rasa menyesal dan bersalah di hati Yoan. Seharusnya saat itu, ia tetap tinggal bersama kedua orang tuanya di kota ini. Bukannya mencari aman seorang diri.
Meninggalkan kedua orang tuanya untuk menghadapi rasa malu karena pernikahan yang batal kala itu.
'Pak Dana, Bu Yumi... tolong maafkan anakmu yang tidak berguna ini!' Batin Yoan menyadari sikapnya yang kekanak-kanakan kala itu.
"Itu pak Yoan, anaknya Pak Dana yang akan menggantikan beliau saat pensiun." Bu Upik memberitahu sambil mendekatkan tubuhnya pada seorang pria di sampingnya.
Melihat Bu Upik akan mendekat, dengan segera pria itu menjauh selangkah. Hal tersebut membuat Bu Upik hampir terjatuh.
"Pak Yoan itu batal menikah, Pak. Calon pengantin wanitanya kabur." Bu Upik masih memberitahu atasannya. Menceritakan dengan penuh semangat 45.
Mendengar batal menikah membuat Roni kembali mengingat Dara.
'Dara, kamu di mana sekarang? Kamu baik-baik sajakan?!' Roni pun berjalan menuju ruangannya.
"Pak Roni mau ke mana? Pak Roni sudah sarapan? Mau saya bawakan kopi." Bu Upik mencoba perhatian tetapi tidak direspon Roni.
Bu Upik mengedarkan pandangan ke sekitar. Para karyawan menahan senyum melihatnya. Cinta Bu Upik bertepuk sebelah tangan.
"Lanjutkan pekerjaan kalian!!!" Ucap Bu Upik tidak senang. Para karyawan pun kembali pada pekerjaannya.
'Tampan dan bersinar!!! Apa itu masa depanku?!' Eka masih menatap kagum sosok yang berjalan beriringan bersama Dirut mereka.
"Eka... Kamu ngapain?" Tanya Bu Upik melihat wanita itu yang masih melamun. Tah apa yang dilihatnya.
"Hah?" Eka tersadar dan bingung sendiri tadi dia sedang apa. Wanita itu pun bergegas kembali ke meja kerjanya. Melanjutkan pekerjaannya.
\=\=\=\=\=\=
Bu Upik: hati-hati di jalan ya, Pak
Bu Upik: hati-hati jaga hati
Roni mencampakkan ponsel setelah membaca pesan yang terasa begitu menggelikan.
Sudah 2 tahun ia dipindahkan ke kantor pusat. Dan dari setahun yang lalu wanita gempal itu terus mengejarnya. Memberikan banyak perhatian, yang membuat Roni jadi merasa tidak nyaman.
Mobil Roni berhenti di lampu merah. Ia menajamkan pandangannya saat melihat pejalan kaki yang menyeberang.
'Dara?!'
Mata Roni terus melihat wanita yang mirip seperti Dara yang berjalan setengah berlari.
Roni menggelengkan kepala menepis pikirannya. Ia sekarang berada di luar kota, mana mungkin Dara juga berada di kota ini.
Apa karena sering memikirkan Dara, ia jadi mengira wanita itu Dara? Roni yang masih penasaran, melihat lagi wanita itu yang sudah hilang dikerumunan orang-orang.
Tin
Tin
Tin
Suara klakson pengendara lain yang saling bersahutan menyadarkan Roni. Ia pun terpaksa melajukan mobilnya, tidak mau terus diklakson karena membuat kemacetan.
Roni mengemudi sambil memijat pelipisnya. Ia kembali memikirkan wanita itu. Wanita yang sudah ia torehkan luka yang teramat dalam.
'Dara... Kamu di mana sekarang? Aku ingin meminta maaf. Bisakah kita bertemu kembali...?!'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Sita Sit
jangan mudah maafkan Roni ya dara ,
2024-07-12
1
Nur fadillah
Sedihh kaaan...😥😥
2024-07-09
0
Lanjar Lestari
gak mau weh Dara sdh benci km Roni luka yg km torekkan sangat dalam trauma ku pun blm hulang masih menyayat hati km menyesal dan mau minta maaf dan kembali Roni
2024-03-22
1