Sudah dua minggu Dara berdiam diri di rumah. Setelah pertengkaran dengan Bu Upik, wanita gempal itu membuatnya dipecat dengan beralasan kinerjanya yang buruk.
Dara tidak mempedulikan hal tersebut. Jika pun ia tidak dipecat, ia tetap akan mengundurkan diri dari perusahaan itu. Buat apa bekerja dengan orang seperti Bu Upik. Dara takut, ia bisa silap nantinya dan membuat wanita itu dilarikan ke rumah sakit atau mungkin ke pemakaman umum.
Dara berjalan ke luar rumah. Ia ingin membeli rujak di ujung jalan.
"Heh Dara... di rumah saja ku lihat sekarang."
"Iya. Sudah nggak jadi wanita karir lagi."
Dara tidak menanggapi ucapan wanita-wanita rempong tersebut.
"Cari kerjaan lah, Dar. Masa di rumah saja?!"
Dara menghembuskan nafas pelan. Memanglah mulut-mulut orang-orang ini. Ada saja yang dikomentari mereka. Kerja salah, nggak kerja apa lagi.
"Iya, mana enak nggak punya uang."
"Aku sekarang nggak kerja pun tidak masalah, bahkan tak bekerja sampai tahun depan. Uang pesangonku sangat banyak loh!" Dara menjawab cibiran tetangga rempongnya. Setelah membayar rujaknya, ia pergi meninggalkan mereka.
'Sabar Dara! Anggap saja ucapan mereka bukan keluar dari mulut!'
\=\=\=\=\=\=
"Kak Dara!!!"
Dara melambaikan tangan pada wanita yang memanggilnya.
"Kak Dara jahat sekali. Tidak membalas pesanku, apalagi teleponku. Ke mana saja kakak?" Eka meluapkan kekesalannya. Ia duduk di depan Dara lalu membuang wajahnya.
"Maklum saja. Aku orangnya sok sibuk sekarang." Jawab Dara santai.
Mendengar itu, Eka ingin saja menokokkan kepala Dara dengan sendok. Dara sudah membuatnya khawatir.
"Kakak sekarang kerja di mana?" Tanya Eka disela makannya.
"Aku terdaftar di salah satu anggota pengangguran."
"Kak Dara!!!" Pekik Eka kesal.
"Dari tadi teriak mulu. Lihat orang-orang pada melihat ke arah kita!" Dara melihat orang-orang sekitar.
"Kakak yang buat kesal. Ditanya malah jawabannya nyeleneh." Eka mencibir.
"Nyeleneh gimana? aku memang pengangguran loh, Ka." Ucap Dara meyakinkan.
"Oh iya, apa mantan pacarmu itu masih menghubungimu?" Tanya Dara ingin tahu.
Eka menggeleng.
"Kan... apa ku bilang. Pria itu jahat. Dia tidak mencintaimu. Sudahlah, Ka. Tak usah pedulikan dia lagi!"Saran Dara.
"Sepertinya cuma aku yang mencintainya. Tapi dia tidak, kak."
"Lah, itu tahu! Eka, jika kita yang pertama mencintai seorang pria, kadang mereka suka memanfaatkan perasaan wanita!"
Eka mengangguk. "Jadi lebih baik mencintai atau dicintai?"
Dara mengangkat bahunya. "Aku juga tidak tahu." Dara jadi tertawa geli. Ia pernah mencintai dan dicintai. Dicintai oleh pria yang malah meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Apa ia benar-benar pernah dicintai oleh pria itu?
"Oh iya... Kakak tahu anaknya pak Dana?"
"Pak Dana siapa?" Dara berwajah bingung. Eka mau menceritakan siapa.
"Itu loh, Dirut di perusahaan kita. Yang waktu itu menyempatkan diri mengundang semua karyawan, untuk menghadiri pernikahan putranya." Eka mengingatkan Dara.
"Oh..." Dara mengangguk saat ingat.
"Pernikahan putranya batal kak. Pengantin wanitanya tidak datang."
Dara diam mendengarkan cerita Eka. Anaknya Pak Dana ditinggalkan di hari pernikahan, sama seperti yang dialaminya.
"Bagaimana lah perasaan calon pengantin prianya ya, kak? Pasti sangat sedih, frustasi. Atau... mungkin berniat bunuh diri!" Eka menutup mulutnya memikirkan jika berada di posisi tersebut.
Ditinggalkan di hari pernikahan sungguh sangat menyakitkan. Bukan hanya sakit di hati. Tapi pikiran bahkan mental juga sangat sakit. Belum lagi rasa trauma yang terus menghantui.
"Kasihan ya Kak anaknya pak Dana."
Dara mengangguk pelan. Ditinggalkan di hari bahagia, memang sungguh sangat menyedihkan.
\=\=\=\=\=\=
"Ayah... Bunda..." Dara merengek pada kedua orang tuanya di ruang tamu.
"Sampai ke luar kota sana, Ayah sama Bunda nggak bisa menjaga kamu, nak."
"Benar, Dara. Ngapain kamu sampai sana? Di sini juga banyak pekerjaan!"
Ayah dan Bunda menolak keinginan Dara yang akan bekerja di luar kota. Mereka tidak rela melepas anak kesayangannya itu pergi merantau.
"Ayah, Bunda... Hanya kontrak 2 tahun. Lagian setiap 3 bulan sekali, Dara bisa pulang." Wanita cantik itu masih merengek.
"Dara sudah melamar sana sini, nggak ada panggilan. Cuma perusahaan ini yang nerima Dara!" Jelas Dara. Ia sudah memasukkan lamaran, tapi tidak ada panggilan.
"Tapi, nak. Kalau penipuan bagaimana?" Ada ketakutan Ayah. Jika perusahaan itu hanya modus penipuan.
"Tidak, Ayah. Dara sudah cari tahu. Ini perusahaan retail terbesar di negara kita. Perusahaannya terdaftar, nanti Dara di tempatkan di salah satu gerai minimarketnya..." Dara pun menjelaskan semua tentang pekerjaannya di luar kota. Agar Ayah dan Bunda mengerti dan mengizinkannya untuk pergi merantau.
Bunda menggeleng pada suaminya, setelah mendengar penjelasan sang putri.
Dan Dara mengangguk sambil memasang wajah memelas. Supaya Ayah mengizinkannya.
Dan tak lama...
"Ayah... Terima kasih!" Dara sangat bahagia memeluk pria paruh baya tersebut.
"Ayah izinkan kamu. Tapi ingat, kamu harus janji sama Ayah harus bisa menjaga diri. Ayah sangat percaya sama kamu."
Dara menggangguk cepat. Ia akan menjaga dirinya.
Berbeda dengan Dara, Bunda berwajah cemberut. Tidak terima suaminya mengizinkan anak semata wayang mereka untuk merantau. Dara itu tidak pernah pergi jauh dari mereka.
"Dara mau siapkan pakaian!" Wanita itu pun beranjak memasuki kamarnya.
"Ayah... kenapa diizinkan? kalau Dara gimana-mana di sana bagaimana?" Tanya Bunda setelah Dara masuk kamar.
"Biarkan Dara mencari pengalaman, Bun. Kita percaya saja sama Dara!"
"Ayah pun!" Bunda masih kesal.
\=\=\=\=\=\=
"Nanti 3 bulan sekali Dara pulang. Tidak... sebulan sekali saja. Jadi tiap gajian Dara pulang." Ucap Dara sambil memeluk Bunda yang berwajah mewek.
"Sebulan sekali. Kamu kira tiket pesawat itu tidak mahal." Bunda memanyunkan bibirnya. Ia masih tidak mau berpisah dari putrinya.
"Nanti kita ke sana, Bun. Mengunjungi Dara." Bujuk Ayah.
"Hah iya. Ayah dan Bunda harus datang ke sana. Nanti Dara ajak jalan-jalan!" Dara tampak antusias.
Dara berpamitan pada Ayah dan Bundanya. Memeluk keduanya bergantian dengan erat. Ia akan memulai hidup mandiri di luar kota.
"Dara pergi ya Yah, Bun. Ayah dan Bunda jaga kesehatan ya!" Walau Dara berusaha untuk tidak menangis. Tapi air matanya jatuh berlinang. Ternyata berpisah dengan orang tuanya sangat menyedihkan.
"Nanti kalau sudah sampai langsung telepon kami. Baik-baik di sana, jaga diri! Jangan telat makan dan minum obat kalau sakit..." Bunda mengingatkan anak semata wayangnya. Meskipun Dara sudah dewasa. Tapi bagi Bunda, Dara masih putri kecilnya yang manja.
Dara mengangguk sambil mengusap air matanya. Lalu melangkah menggeret koper sambil melambaikan tangan pada orang tuanya.
"Dara ingat. Ayah dan Bunda sangat menyayangimu!" Ucap Ayah sambil mengusap sudut matanya.
"Dara juga sangat sayang Ayah dan Bunda!" Dara tersenyum dengan air mata yang sudah tidak terbendung. Ia terus melambaikan tangan sampai kedua orang tuanya tidak terlihat lagi.
'Hanya 2 tahun!'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
tu anak Pak Dana akan jd jodohmu Dara kalian sama sama terluka di hari H pernikahan yg ditnggal calon pengantin 1 calon pengantin pria pergi dg wanita lain 1 lg pengatin pria di tinggal pengantin wanita dg pria lain
2024-03-22
3
meE😊😊
mngkn anak y pak dana yg akn jd jdoh y dara.. aplg prnh sma2 trluka
2023-08-27
0