"Kak Dara!"
Dara yang sedang berjalan di lobi sebuah perusahaan menoleh ke arah suara. Terlihat seorang wanita berlarian kecil menghampirinya.
"Kak Dara... Lihat ini!" Ucap Eka menunjukkan jari manisnya yang melingkar sebuah cincin.
"Wah... Apa kau dilamar?" Tanya Dara dengan wajah bertanya.
Eka mengangguk pelan. "Iya, dia melamarku tadi malam. Dan dalam waktu dekat ini, aku akan menemui orang tuanya." Ucap Eka dengan wajah berbinar.
Dara agak bingung. Temannya belum lama ini baru menjalin hubungan. Apa sudah seserius itu? Cepat sekali!
"Selamat ya. Semoga lancar tanpa hambatan sampai ke pernikahan." Doa Dara dengan tulus. Ia menepis pikiran negatif yang tadi sempat singgah.
"Kak, mau ku kenali sama temannya nggak?" Eka menawarkan.
Dara menggeleng dan kembali melangkahkan kaki.
"Kak Dara... Ayolah!" Eka menyusul temannya yang sudah menjauh itu.
"Aku nggak suka pria, Ka."
"Tapi kakak suka laki-laki, kan?!" Ledek Eka. Dara selalu menolak, jika ia ingin mengenalkan teman dari kekasihnya.
Dara sudah berada di meja kerjanya. Ia menghembuskan nafas panjang sebelum memulai pekerjaannya.
"Hei... perawan tua!!!"
Dara berpura-pura tidak mendengar. Atasannya itu selalu memanggilnya begitu. Entah apa faedah buatnya.
"Hei... Saya memanggil kamu. Kenapa kamu tidak menyahut?" Bu Upik mendatangi meja Dara. Ia melipat tangannya di dada. Menatap tajam Dara.
"Oh... kapan Ibu memanggil saya ya?" Tanya Dara bersikap biasa. Seolah tidak mendengar wanita itu tadi memanggilnya.
"Perawan tua. Saya memanggil kamu seperti itu!" Cibirnya.
"Sepertinya mata anda bermasalah, Bu. Nama saya Dara Natasha bukan perawan tua." Balas Dara menunjukkan name tag-nya.
Hal tersebut membuat Bu Upik makin kesal dan rekan kerja yang mendengar menahan senyum.
Bu Upik, kepala bagian di devisi keuangan yang terkenal sangat cerewet. Atasan mereka itu suka sekali mencari masalah dengan Dara. Jika rekan kerja akan membela, wanita dengan lipstik merah yang begitu cetar akan mengancam memecat mereka.
Mau tidak mau rekan kerjanya hanya diam saja. Tapi mereka cukup senang. Dara selalu bisa menjawab perkataan atasan mereka tersebut. Dara selalu membalas dengan tenang, tapi mampu membuat Bu Upik jadi kesal minta ampun.
"Kamu!!!" Bu Upik menunjuk Dara tidak senang. Dan Dara bersikap biasa saja ditunjuk seperti itu.
"Apa ada yang mau ibu katakan?" Tanya Dara masih tenang. Walaupun dalam hatinya, ia ingin sekali mengajak wanita bertubuh gempal itu untuk bergelut.
"Bawa laporan yang semalam saya suruh kamu kerjakan!" Pinta Bu Upik masih dengan mata tajam. Ia pun pergi meninggalkan Dara dan masuk ke ruangannya.
"Kak, sabar ya." Bisik Eka menepuk pundak Dara. Ia ingin membela temannya. Tapi takut dipecat. Bu Upik bekingnya manajer di perusahaan ini. Jadi mudah saja memecat mereka jika tidak senang.
Dara hanya tersenyum dan mengambil laporan yang disuruh wanita itu. Lalu berjalan menuju ruangan Bu Upik.
Setelah batalnya pernikahan dan kejadian Dara yang berniat bunuh diri. Orang tua Dara memutuskan untuk pindah. Hal itu dilakukan agar Dara, tidak terus-terusan mengingat kejadian itu, karena mulut tetangga yang sangat berbisa.
Keluarga Dara pindah ke luar kota. Di tempat baru, tidak ada yang tahu perihal pernikahan Dara yang pernah batal.
Dan di perusahaan tempat Dara bekerja juga, tidak ada yang tahu tentang masa lalunya Dara. Mereka hanya tahu perihal Dara yang tak kunjung menikah, meski usia sudah tidak muda lagi.
Jika Bu Upik tahu tentang pernikahannya yang pernah batal. Tah seperti apa lagi cibiran wanita itu padanya.
\=\=\=\=\=\=
Dara turun dari kenderaan umum. Ia lalu berjalan memasuki gang rumahnya.
Di sore yang masih sangat cerah, dengan semilir angin yang menyejukkan. Terlihat banyak tetangga rempong yang sedang menggosip di teras rumah.
Dara berjalan santai sambil memberi senyum tipis. Namanya juga tetangga, ia harus tetap menyapa, bukan?
"Wanita karir baru pulang."
"Kerja terus kapan nikahnya?"
"Uang dicari... nggak dibawa mati loh!"
Dara tidak menanggapi, ia terus berjalan menuju rumahnya saja. Ia sudah kebal menjadi objek gibahan di gang tersebut.
Jika Dara sudah menanggapi. Ia jadi menyusahkan kedua orang tuanya. Tetangganya pernah dilarikan ke rumah sakit, karena kalah bergelut dengan dirinya. Kalau sudah bergelut, Dara bisa gelap mata. Dan tidak sadar sudah memelintir tangan tetangganya itu sampai tulangnya bergeser.
Dan karena itu juga, mereka diusir dari daerah tersebut. Dan pindah di tempat yang sekarang ini.
Dara tidak mau kedua orang tuanya kesulitan lagi karenanya. Makanya ia lebih memilih diam dan seakan budek dengan ucapan nyinyir mereka.
"Bunda... Dara pulang!" Ucapnya ketika memasuki rumah. Ia segera menuju dapur untuk mengambil air dingin dalam lemari es. Mendinginkan hatinya kembali.
"Dara... Ayo cepat mandi!" Bunda mendorong sang putri masuk ke kamarnya.
"Dara lapar, Bunda." Dara ingin makan baru setelah itu mandi.
"Sudah mandi dulu sana!!!" Bunda tetap memaksa untuk mandi.
Tak lama setelah mandi, Dara ke dapur. Ia mengambil piring. Perutnya sudah keroncongan.
"Nanti saja makannya." Bunda datang dan mengembalikan piring yang dipegang Dara ke rak piring. Lalu menggeret Dara ke luar rumah.
"Ada yang mau Bunda kenali sama kamu. Dia ponakannya tante Meti."
Ternyata Bunda menyuruhnya mandi, karena ada maksud. Menyomblanginya.
"Bunda... Dara nggak mau. Dara lapar mau makan." Wanita itu akan kembali ke dapur.
"Dara, ayolah Nak! Ayah dan Bundamu sudah makin tua. Kami hanya ingin ada yang menjagamu nantinya!" Bunda memelas pada putrinya. Demi kebahagiaan Dara, Bunda memasang wajah sedih.
"Bunda..." Dara sedih melihat wajah Bunda. "Baiklah, Bun. Hanya mengobrol saja, kan? kalau nggak cocok sama Dara, Bunda jangan memaksa!"
Dengan cepat Bundanya mengangguk. Ia cukup senang, Dara mau menurutinya.
"Dara... Kenali ini Imam, ponakan tante. Dan Iman, ini Dara tetangga sebelah." Tante Meti mengenalkan mereka.
Imam tersenyum senang. Wanita yang dikenalkan dengannya ternyata cantik. Ia pun mengulurkan tangannya.
Dara membalas uluran tangan Imam. Meski dengan terpaksa. Karena tampak Bunda tersenyum-senyum melihatnya dari depan pintu.
"Kalian ngobrol dulu ya. Tante mau ke rumah tetangga." Tante Meti meninggalkan mereka di ruang tamu.
"Kamu kerja di mana?" Tanya Imam ingin tahu.
"Perdana Group." Jawab Dara seadanya. Ia sangat lapar, Bunda tidak mengizinkannya makan terlebih dahulu.
Imam mengangguk. "Kalau boleh tahu, umur kamu berapa?
"30."
"30?" Imam memastikan kembali.
Dara mengangguk.
"Kamu becanda. Mana mungkin!" Imam tidak percaya. Wajah Dara tidak terlihat seusia itu. Seperti baru berusia 25 tahunan. Sebaya dengannya.
"Untuk apa aku becanda denganmu?! Aku sedang menjawab pertanyaanmu!" Tegas Dara. Ia sedang tidak berbasa basi.
Pria itu tertawa, ia tidak menyangka wanita di hadapannya sudah berusia jauh di atasnya.
"Maaf, sebelumnya. Aku mencari wanita yang sebaya denganku atau di bawahku. Bukan perawan tua!!!" Ucap Imam kesal. Ia tadi merasa cocok dengan Dara, tapi ternyata wanita cantik itu sudah berumur.
"Di usia sepertimu ini, tingkat kesuburan sudah berkurang. Bisa-bisa aku tidak memiliki anak, jika menikah denganmu!" Imam menggeleng, ia tidak mau hal itu terjadi.
"Hei!!! kau kira aku mau dengan anak bau kencur seperti dirimu?!" Dara pun membalas. Pria itu mulutnya sangat lancip.
"Apa katamu?" Imam tidak senang. Usianya sudah 25 tahun dibilang anak bau kencur. Ia sangat tidak terima.
"Anak bau kencur!!! Apa perlu ku ulang lagi?!" Dara bangkit dari duduknya. Menatap kesal pria yang lebih muda darinya itu.
"Kencing belum lurus saja, sudah belagu!!!" Setelah mengatakan itu, Dara pun pergi.
"Kau!!! Dasar!!!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Dwi Setyaningrum
hehehe kencing blm lurus😀 emang mesti lurus ya MB dara 🤭😀
2024-07-10
0
Nur fadillah
Kasihan sedih banget lihat Dara...sabar ya Anak Sholehah....😍😍
2024-07-09
0
Lanjar Lestari
Bu upikmulutmu pedas amat kl g tahu kebenarannya mengapa blm nikah g usah julid seperti tetangga.
2024-03-22
1