Yoan keluar dari lift, lalu berjalan menuju unit apartemennya. Ia telah meninggalkan Malik di kafe itu. Pasti Malik sudah habis-habisan dimarahi tante Lydia.
Pria itu meraih ponselnya yang bergetar dalam saku.
'Ibu Yumi...'
Yoan menghembuskan nafas melihat nama kontak penelepon. Lagi dan lagi Mamanya menelepon. Ia pun terpaksa menjawab panggilan tersebut. Tidak mungkin mengacuhkan Mamanya terus.
"Halo... Ibu Yumi, ada yang bisa dibantu?!" Ucap Yoan kemudian.
"Yoan!!!" Pekik suara wanita dari seberang sana. Suara melengking itu membuat Yoan menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara itu tak baik untuk gendang telinga.
"Ma, jangan teriak-teriak!" Yoan menggelengkan kepala.
"Kamu kenapa sulit sekali mengangkat telepon Mama, Yoan?" Suara wanita itu terdengar sangat kesal. Sudah sering ia menelepon, tapi Yoan keseringan mengabaikan. Sesibuk apa putranya itu.
Yoan tidak menjawab dan memilih diam. Ia memang sengaja tidak mengangkat telepon Mamanya. Karena jika menelepon, Mamanya pasti akan menyuruhnya pulang, pulang dan pulang.
"Yoan... kapan kamu pulang, nak?" Tanya Mamanya dengan suara yang mulai pelan.
Kan benar saja. Lagi-lagi Mama meneleponnya untuk menyuruh pulang.
"Ma, telepon itu basa basi tanya kabar dulu-"
"Tak perlu. Mama yakin kamu baik-baik saja. Kamu harus pulang!" Tegas Mama dari seberang.
"Iya, nanti aku pulang." Jawab Yoan sekenanya.
"Nanti-nantinya itu kapan, Yoan? Nanti-nanti mulu!" Dengus wanita paruh baya itu.
"Nanti, Ma. Ada waktunya itu!"
"Pulanglah, nak. Sudah cukup bagi kamu untuk menenangkan diri. Ini sudah 2 tahun berlalu. Kamu harus bisa melupakan semuanya-"
"Ma, sebenarnya aku suka tinggal di sini! Jadi aku akan menetap di sini saja!" Yoan meyakinkan sang Mama.
"Yoan!!! kamu harus pulang!" Mama tetap memaksa.
"Tapi, Ma-"
"Tidak ada tapi-tapi. Kalau kamu tidak pulang. Mama keluarkan kamu dari kartu keluarga!"
"Astaga!!!" Yoan jadi tersenyum tipis. Ancaman Mamanya sama seperti ancaman tante Lydia pada Malik. Apa begitu semua orang tua, jika mengancam anaknya.
"Yoan, Papamu sudah tua nak. Papa mau pensiun. Kamu yang akan meneruskannya. Jadi cepat kembali!!!"
"Ma-"
"Mama dan Papa menunggu kamu di sini. Kalau dalam seminggu kamu tidak pulang, Mama geret kamu!!!" Mama pun mengakhiri panggilan tersebut.
Pria itu kembali menghembuskan nafas kasar. Ia sangat berat kembali pulang.
Yoan pun berjalan menuju kamarnya lalu membaringkan tubuh di tempat tidur empuknya. Memandangi langit-langit atap kamar sambil bergelut dengan pikirannya.
Pagi menjelang...
Tok
Tok
Tok
"Masuk." Ucap Yoan saat pintu ruangannya diketuk.
"Selamat pagi, Pak." Ucap El menundukkan kepala sejenak. El adalah asisten Yoan.
"El, begini... saya akan pindah ke kantor pusat. Apa kamu-"
"Saya akan ikut anda, Pak!" Sela El cepat, membuat Yoan menautkan alisnya.
"Jika anda... te-tetap berkenan menjadikan saya asisten anda!" Ucap El membenarkan perkataannya.
"Baiklah. Kamu pesankan penerbangan untuk besok." Pinta Yoan.
"Baik, Pak." Jawab El patuh. "Jam 10 akan ada rapat di luar kantor, Pak."
"Baiklah. Saya akan bersiap."
Yoan Perdana Putra. Pria berusia 34 tahun. Sudah 2 tahun ia berada di kota itu. Bekerja di kantor cabang milik orang tuanya. Sekaligus menenangkan diri dari masalahnya.
Yoan menghirup nafas dalam dan membuangnya pelan. Sudah waktunya ia kembali pulang. Ke kota yang pernah menorehkan luka di hatinya.
2 tahun ini sudah cukup baginya untuk belajar ikhlas dan menerima. Melupakan masa lalu dan kembali menata masa depannya.
'Baiklah, Mari kita mulai dari awal!!!'
\=\=\=\=\=\=
"Dara, kapan kamu pulang? Bunda sudah rindu berat denganmu, nak!"
Dara tersenyum mendengar suara Bunda. Ibu kandungnya itu pagi-pagi sudah meneleponnya.
"Dara juga rindu... banget sama Bunda dan Ayah." Jawab Dara yang juga merasakan rindu yang mendalam.
"Besok Dara akan pulang, Bun. Oa iya... Bunda mau ole-ole apa?" Tanya Dara kemudian. Ia ingin membelikan buah tangan.
"Bunda nggak mau dibawakan ole-ole, nak. Kamu pulang saja Bunda sudah senang." Suara Bunda terdengar bergetar.
"Bunda, besok masak apa?" Tanya Dara berusaha menahan air matanya. Setiap menelepon Bundanya, Dara pasti selalu mewek.
"Makanan favorit kamu dong! Anak Bunda akan pulang. Jadi Bunda akan masak semua yang kamu suka!" Jawab Bunda.
"Bunda... Dara jadi nggak sabarlah. Bunda masak yang banyak ya. Nanti biar Dara habiskan semua." Ucap Dara sambil tertawa. Ia merindukan masakan Bundanya.
"Iya, nak. Pokoknya Bunda akan masak spesial untuk kamu. Oh iya... besok kamu sampai jam berapa, nak?"
"Sore kemungkinan, Bun. Tapi... nanti Dara kabari lagi, waktu mau naik pesawat."
"Baiklah. Nanti Bunda sama Ayah yang jemput kamu." Ucap Bunda tak sabaran ingin bertemu dengan anaknya.
"Terima kasih, Bunda."
"Oh iya, nak."
"Iya, Bun." Jawab Dara.
"Pacar kamu mana?" Tanya Bunda ingin tahu. Sudah 2 tahun berlalu, Dara mungkin sudah menjalin hubungan dengan pria di sana.
"Dara nggak punya pacar, Bunda. Dara kerja di sini." Jawabnya cepat. Selama ini Dara hanya fokus bekerja.
"Oh..." Ucap Bunda kecewa. "Dara, ada teman kerja Ayah. Sebaya kamu gitu. Dia lagi cari calon istri."
Dara menepuk jidatnya. Lagi-lagi Bunda mau mencomblanginya.
"Nanti kamu pulang, temui dia ya. Bunda sudah ketemu sama anaknya. Dia baik, sopan lagi...." Panjang Bunda menjelaskan teman Ayahnya itu. Seperti seorang sales begitu lancar tanpa jeda.
"Bun, Dara mau mandi dulu. Sampai jumpa besok Bun. Dah Bunda..." Dara pun mengakhiri panggilannya. Ia menghindari perjodohan tersebut.
Dara kemudian membereskan barang-barangnya yang akan dibawa. Jadi besok dia tidak keteteran lagi.
"Ok... selesai. Besok tinggal go!" Ucap Dara dengan bahagia. Pakaiannya sudah masuk dalam koper. Dan hanya meninggalkan beberapa pakaian saja, yang akan dipakainya untuk hari ini dan besok. Pakaian itu akan dimasukkannya dalam tas saja.
Selesai dengan kopernya. Dara pun bergegas mandi. Rencananya hari ini, ia akan pergi berjalan-jalan sekalian beli ole-ole.
Dara pergi ke sebuah toko ole-ole khas kota tersebut. Tak sadar 2 bungkusan besar, sudah terisi berbagai macam ole-ole untuk kedua orang tuanya.
Senyum Dara mengembang. Ayah dan Bunda pasti menyukai ole-ole bawaannya.
Kruk
Kruk
Kruk
Dara menutup matanya sejenak, lalu melihat sekitarnya. Terlihat seorang pria menahan tawa. Sudah dipastikan, pria itu mendengar suara nyanyian perutnya. Suara laper memang tidak pernah melihat kondisi terkini.
"Lapar Neng!" Ledek seorang pria saat Dara berjalan melewatinya.
Dengan menahan malu, Dara pun segera keluar dari toko tersebut. Ia tidak mau merespon pria menyebalkan itu. Seharusnya pria itu berpura-pura budek saja, bukan malah meledeknya.
'Sepertinya aku pernah melihat wanita itu?! Di mana ya?' Pria itu berusaha mengingat wanita itu. Ia mengingat sambil memilih ole-ole yang akan dibelinya.
'Ah... Malik. Wanita yang semalam ditemui Malik.'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Zieya🖤
apa Yoan anak Pak Dana yang gagal menikah?
2024-09-25
1
Sita Sit
ternyata yoan jodohnya dara ,sama2 terluka ditinggal pas hari pernikahan
2024-07-12
1
Lanjar Lestari
Yoan kesengsem sama Dara kan yg di jodohkan dg sepupumu Malik yg tolak terus,oh jd Yoan yg anak mantan Bos Dara dl yg nikah batal krn calon pengantin wanita tak datang pas banget kl sama Dara biar Malik menyesal
2024-03-22
1