"Apa anda penguntit?"
Yoan melihat sekitarnya, memastikan pria di hadapannya ini sedang berbicara dengan siapa.
"Aku berbicara denganmu!" Rehan menekankan nada bicaranya dan menatap Yoan tidak senang.
"Penguntit? Siapa yang kamu bilang penguntit?" Balik Yoan bertanya dengan wajah yang tidak senang juga. Ia dituduh penguntit, padahal cuma mengikuti saja.
"Untuk apa anda mengikuti aku dan istriku?" Tanya Rehan kembali. Ia sengaja menekankan kata istriku. Agar pria penguntit itu tidak mengganggu Dara.
'Istriku?' Yoan merasa sedikit lucu. Pria di hadapannya mengaku-ngaku wanita itu istrinya. Terlalu berharap.
"Aku tidak mengikutimu, aku mau ke parkiran. Apa ini bukan jalan menuju parkiran mobil?" Tanya Yoan menaikkan alisnya.
Rehan terdiam. Sekarang mereka memang sedang berada di jalan menuju parkiran.
"Maaf kalau begitu. Silahkan lewat!" Rehan segera bergeser dan mempersilahkan Yoan berjalan duluan. Ia dan Dara akan berjalan di belakang pria itu saja. Memastikan pria itu memang bukan pria penguntit.
Yoan menggelengkan kepala melihat Rehan. Ia pun berjalan melangkahkan kakinya menuju parkiran.
'Yoan, sadarlah!!! Itu calon istri orang.' Yoan membatin sambil terus berjalan. Ia tidak mau melihat ke belakang, pasti pria itu akan menuduhnya pria penguntit.
"Dara, ayo!" Ajak Rehan menghampiri Dara.
Dara bangkit dan berjalan beriringan dengan Rehan. Dara lalu merogoh tasnya, karena ada panggilan masuk dari bundanya.
"Halo, Bunda." Jawab Dara.
"Kamu di mana, nak?" Tanya Bunda khawatir.
"Masih di jalan. Ini mau pulang, Bun."
"Ya sudah. Memang sudah dijalankan?" Bunda memastikan.
"Iya, Bun. Kenapa?" Dara merasa aneh.
"Hah tidak. Bunda cuma kangen sama kamu. Sudah langsung pulang ya." Ucap Bunda kembali.
"Baiklah, Bun. Dah Bunda." Dara pun mengakhiri panggilannya.
"Kenapa Bunda menelepon?" Tanya Rehan berwajah cemas.
"Tidak apa-apa. Bunda menyuruh cepat pulang. Mungkin karena sudah malam." Jawab Dara
Rehan melihat arlojinya yang masih pukul 8 malam. "Ayo kita pulang. Sudah malam ternyata."
Selama perjalanan, Dara bergelut dengan pikirannya. Sambil sesekali melirik Rehan. Sejauh ini Rehan baik dan sopan.
'Baiklah!' Dara akan menerima pria itu. Menepis pikiran-pikiran tentang masa lalunya kala itu.
Rehan, pria dewasa dan juga matang. Pembawaannya tenang dan tampak bertanggung jawab. Menurutnya tidak mungkin meninggalkannya di hari H pernikahan.
"Kamu kenapa?" Tanya Rehan yang menyetir.
"Hah? Aku kenapa?" Dara malah balik bertanya.
"Kamu itu dari tadi senyum-senyum sambil menggeleng kepala. Kenapa?" Rehan ingin tahu, apa yang membuat wanita itu senyum-senyum sendiri seperti itu.
"A-ku senyum-senyum? ti-ti-tidak ada." Sanggah Dara yang jadi gugup.
Rehan tersenyum sambil mengelus kepala Dara dengan lembut.
Tak lama Dara telah sampai di rumah. Rehan juga sudah berpamitan pulang. Saat ia akan masuk ke kamar, Bundanya pun menghampiri.
"Dara, tadi kalian ke mana?" Tanya Bundanya.
Dara jadi tersenyum. Bunda ingin tahu saja.
"Kalian ke mana? apa Rehan ada macam-macam sama kamu?" Tanya Bunda berwajah serius. Ia takut Rehan mencari kesempatan pada putrinya.
"Macam-macam apa, Bun?" Dara berwajah bingung, kenapa Bundanya berkata seperti itu.
"Dara..." Bunda masuk kamar mengikuti putrinya. Ia masih penasaran.
"Bunda... kami cuma makan, terus nonton. Nggak ada macam-macam loh."
"Benar?" Bunda masih memastikan.
"Iya loh, Bun!" Jawab Dara yakin. Dara menatap aneh, Bundanya menghela nafas lega.
"Nak, untuk sementara kamu tidak usah bertemu Rehan dulu." Saran Bunda dengan wajah serius.
"Kenapa, Bun?" Dara bingung.
"Jangan bertemu dia, kalau dia telepon nggak usah diangkat, nggak usah balas pesannya juga!" Ucap Bunda mewanti-wanti putrinya.
Dara makin berwajah bingung. "Ada apa, Bun?"
"Nanti kalau dia datang ke rumah, akan Bunda katakan kamu sedang pergi."
Dara makin menunjukkan wajah tidak mengerti. Semalam Bundanya begitu semangat mendekatkannya dengan Rehan. Sekarang malah disuruh menjauh.
"Pokoknya selama seminggu ini, kamu harus acuhkan Rehan. Ingat pesan Bunda!" Bunda masih juga mewanti-wanti.
"Ta-tapi, Bun-"
"Sudah dengarin Bunda. Setelah seminggu baru kita lihat hasilnya. Dia memang pria baik atau bukan!!!"
Dara terpelongo, ia benar-benar tidak mengerti. Bundanya sudah pergi setelah mengatakan hal yang membuat tanda tanya besar di kepalanya.
Ting
Dara meraih ponsel melihat satu pesan masuk. Pesan dari Rehan. Dara pun membacanya.
Rehan: sudah tidur?
Wanita itu meletakkan ponsel di atas nakas, tanpa membalas pesan Rehan. Ia akan menuruti kata Bunda, meskipun belum tahu apa alasan Bundanya menyuruhnya begitu.
'Terserahlah!'
\=\=\=\=\=\=
Yoan menepikan mobil di depan rumah yang tidak jauh dari rumahnya.
Lantaran mengikuti Dara, ia melupakan untuk bertemu dengan wanita yang mau dikenalkan Mamanya.
Yoan meraih ponsel dan melihat ada banyak panggilan dan pesan masuk dari Mamanya.
Pesan dari Mamanya berisi ancaman. Yoan memijat pelipisnya. Begitu sampai rumah, Mamanya pasti akan memarahinya.
'Apa aku menginap di hotel saja?' Yoan bingung mau ke mana. Ia tidak punya teman akrab di sini.
"El." Yoan mengingat asistennya. Ia bisa menumpang di tempat El tinggal.
Saat akan menelepon El, Yoan terdiam sejenak. Pria itu segera menggeleng. Ia harus menghadapi masalah, bukan malah menghindar. Ia harus tegas mengatakan pada Mamanya, jika ia tidak mau dijodoh-jodohkan seperti itu.
"Ma, tolong jangan jodoh-jodohkan aku lagi."
"Kamu harus bertemu dengan si Cinta. Dia wanita yang cantik dan-"
"Stop, ma! Aku bisa mencari wanitaku sendiri."
"Kamu pilih satu dari mereka dan jadikan wanitamu."
"Ma, aku sudah mempunyai wanita yang kusuka."
"Oh ya?! Kalau begitu besok kamu bawa dia ke rumah. Buktikan sama Mama."
"Tapi, Ma-"
"Kenapa tapi-tapi? Wanitamu itu tidak adakan?! Kamu mengarang bebas agar Mama tidak menjodohkanmu lagi!"
"Ada, ma."
"Kalau begitu bawa dia ke rumah."
"Tapi, Ma."
"Tapi apa?"
"Bagaimana aku merebutnya? Dia calon istri orang!"
"Astaga, Yoan!!! Kamu mau jadi pebinor?!!"
Yoan tersentak dari bayangan drama dengan Mamanya. Ia mengusap wajahnya kasar. Mamanya pasti akan mengamuk, jika ia berniat merebut calon istri orang.
Yoan melajukan mobil memasuki garasi rumah. Ia harus pulang dan menghadapi kemarahan Mamanya. Saat turun ia sudah melihat wanita bertanduk dan bertaring tajam, berdiri sambil melipat tangan.
"Ibu Yumi... ini sudah malam, kenapa belum tidur?" Basa basi Yoan setelah turun dari mobil.
"Yoan, dari mana kamu? Kenapa kamu tidak menemui Veronika? kamu ini-"
"Aku mau istirahat, Ma. Selamat malam!" Sela Yoan cepat dan segera mengambil langkah seribu. Ekpresi Mamanya sekarang sedang tidak bersahabat. Bisa-bisa Ibu Yumi akan merepetinya sampai pagi.
"Yoan!!!" Pekik Mama yang benar-benar kesal. Yoan tidak menemui Veronika. Hal itu membuatnya malu pada wanita itu dan keluarganyanya.
'Aduh... Kenapa aku punya anak yang tidak mau menurut?!!!'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Zieya🖤
makanya jangan maksa bu...
2024-09-25
0
Zieya🖤
jadi kebanyakan mikir 🤭🤭🤭
2024-09-25
0
Dwi Setyaningrum
sudahlah Bu yumi anakmu itu laki2 panjang langkahnya ga usah dijodoh2kanlah Bu pasti anakmu mendptkan jodohnya kok😊😊😁😁
2024-07-10
1