Dara duduk di halte sambil menyenderkan kepala. Ia sudah merasa letih dan lelah pastinya.
Dari pagi ia sudah melamar pekerjaan, tapi tidak ada yang menerimanya. Padahal ada surat rekomendasi dari pekerjaan yang pernah digelutinya. Tapi, tetap tidak diterima. Karena faktor usia.
Dara mengusap air mata yang sudah jatuh berlinang. Juga menarik nafas panjang. Meratapi jalan kehidupannya.
Pengangguran, belum menikah, usia tidak muda lagi. Saat mencoba membuka hati, malah pria-pria itu pada tidak jelas.
Dara rasanya ingin menangis histeris saja. Menjalani kehidupannya yang seperti ini. Kapan dia akan merasakan kebahagiaannya?
'Aku harus kuat! Nggak boleh menangis!!!'Ayo kita hadapi kehidupan ini!' Dara mengusap air matanya. Ia tidak boleh putus asa dan menunjukkan rasa sedihnya pada kedua orang tuanya.
Dara bangkit dan berdiri di pinggir jalan. Menunggu lampu merah menyala, agar ia bisa menyeberang.
Setelah lampu merah menyala, Dara berjalan sambil setengah berlari. Hari sudah sore ia harus segera pulang.
Sampai di seberang jalan, Dara menaiki kenderaan umum yang akan membawanya pulang.
Sesampainya di depan gang rumahnya. Dara mengambil ponsel beserta headset.
Dara melewati tetangganya yang masih rempong sambil mendengarkan musik saja. Dari pada mendengar ucapan kasar mereka, tentangnya yang tidak kunjung menikah juga.
"Dara pulang, Bunda..." Ucapnya. Ia berjalan menuju dapur, lalu menenggak air dalam lemari es.
"Bunda masak apa?" Tanya Dara kemudian.
"Ayam sambal. Kamu dari mana, nak?"
"Dara tadi nyari kerjaan, Bunda." Jawab Dara sambil mendudukkan diri di kursi meja makan.
"Jadi sudah dapat?"
Dara menggeleng pelan. Di usianya sekarang sangat sulit mencari pekerjaan.
Entahlah, mencari pekerjaan saja sulit. Apa lagi mencari suami. Hidupnya begitu sulit.
Bunda mengelus kepala sang putri. Ia merasa sedih melihat Dara yang selalu gagal. Baik dalam karir maupun percintaan.
"Nak... Bagaimana kalau kita ke orang pintar?" Tanya Bunda pelan dan hati-hati.
Dara menatap Bunda dengan tatapan bertanya. "Orang pintar?"
Bunda mengangguk mengiyakan.
"Memang kita nggak pintar ya, Bun?" Tanya Dara dengan wajah polos.
Bunda menepuk jidatnya, bukan begitu maksudnya.
"Kita ke orang pintar yang bisa mengeluarkan sial dan membuka aura, nak. Mana tahu ada orang yang memang sengaja menutup aura kamu." Jelas Bunda agar putrinya itu mengerti.
Dara masih diam mencerna maksud ucapan Bundanya.
"Memang bisa begitu, Bun? Buka tutup, buka tutup kayak toko saja." Dara tidak percaya hal seperti itu.
"Kita nggak tahu. Ada yang nggak suka sama kamu, terus mengirim santetnya. Kita ke orang pintar itu buat buang santetnya atau balikin ke orang yang mengirimnya." Jelas Bunda kembali. Mungkin selama ini memang ada yang menutup aura putrinya.
Dara mengusap tengkuknya. Tiba-tiba ia merinding mendengar kata santet-santet seperti itu.
"Tidak usahlah, Bun." Tolak Dara mendadak takut.
"Dara, kita coba saja. Mana tahu memang ada yang sengaja menahan jodoh kamu. Bunda ingin kamu cepat menikah. Itu anak di gang ujung. Baru beberapa bulan yang lalu di bawa ke orang pintar itu. Dan minggu depan dia akan menikah." Bunda menceritakan anak tetangga yang sudah datang ke orang pintar tersebut.
Dara tersenyum tipis. Ia mengerti kekhawatiran Bundanya. Ibu kandungnya hanya ingin melihat ia bahagia.
"Bun... sebenarnya-" Dara menjeda ucapannya.
"Kenapa?" Bunda menatap Dara serius.
"Dara lagi dekat sama seorang pria-"
"Benarkah? Kenal di mana? Tinggal di mana dia?" Bunda segera menyela. Apa yang dikatakan Dara seperti angin segar.
"Dara kenal dia saat masih di luar kota."
"Terus?"
"Katanya dia akan menyusul Dara kemari." Ucap Dara. Ia mulai merasa tidak enak berbohong.
"Kapan dia mau datang? Tapi, kenapa semalam-semalam itu kamu nggak cerita atau menolak Rehan?" Bunda mulai merasa curiga.
"Hah itu-" Dara bingung sendiri merangkai alasan.
"Dia masih ragu. Jadi Dara pikir untuk apa masih menunggu dia. Makanya Dara mau saja dijodohkan dengan Rehan." Jelas Dara serius, menjawab kecurigaan Bundanya.
"Dan semalam dia bilang, dalam bulan ini akan kemari Bunda. Dara pikir akan menunggunya saja." Timpal Dara kemudian.
Bunda mengangguk dan mencoba mengerti.
"Jadi, sudah sampai mana hubungan kalian?"
"Hubungan serius, Bun. Di usia Dara sekarang, Dara tidak mau berpacaran lagi." Menjalin kasih dengan Roni sampai 9 tahun saja, berakhir sia-sia.
"Ya, sudah. Bunda doakan, dia dan kamu berjodoh. Tidak ada lagi hambatan. Dan dia segera bisa datang dan membuktikan keseriusannya sama kamu." Harap Bunda dengan tulus.
Dara mengangguk sambil tersenyum. Ia sangat merasa berdosa berbohong seperti itu. Dekat dengan pria? Siapa? Ia tidak sedang dekat dengan pria manapun.
Sengaja mengatakan begitu, Dara ingin agar tidak membuat Bundanya khawatir dan mengajaknya bertemu orang-orang pintar. Atau mungkin menjodohkannya lagi.
Batal dengan Rehan saja, Bunda jadi merasa bersalah kepadanya. Padahal saat itu Dara juga terpaksa menurut dan menerima Rehan.
"Bunda akan doakan yang terbaik buat kamu. Dara, putri-ku harus bahagia!"
"Bunda!!!" Dara pun memeluk ibu kandungnya dengan erat. Air matanya berjatuhan membasahi pipinya.
'Bunda, maaf ya Dara telah berbohong!!!'
\=\=\=\=\=\=
"Kak Dara..." Ucap Eka.
"Apa?" Jawab Dara sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaraan tempat tidur. Ia sedang mengobrol dengan Eka via udara.
"Kak, aku mau tanya. Kalau tiba-tiba hati kita berdebar-debar melihat seseorang. Kenapa ya, kak?" Tanya Eka.
"Hmm... Mungkin lapar." Jawab Dara ngasal.
"Kak Dara, aku serius nanya!"Eka bernada kesal.
"Kau selalu begitu, lihat pria tampan saja berdebar-debar. Makanya pacarmu dulu suka memanfaatkanmu!" Sindir Dara mengingatkan sifat Eka.
"Kak Dara pun. Ini beda loh!"
"Ya sudah. Cerita dulu, nanti baru aku tanggapi." Dara akan mendengarkan dan akan menasehati Eka setelahnya.
"Pria itu orang baru kak di kantor. Dia tampan, tinggi, berkharisma dan sangat cool."
Dara menautkan alisnya mendengar Eka terlalu berlebihan menilai seorang pria.
"Bagaimana aku mendekatinya, kak?"
"Kenapa harus kau yang ngejar dia? Seharusnya dialah." Menurut Dara sekarang, jadi wanita itu harus dikejar bukan mengejar.
"Bagaimana dia mau mengejarku, melihatku saja dia tidak!" Eka menggelengkan kepala.
"Ya sudah. Berarti kau bukan tipenya!" Dara segera menyadarkan Eka.
"Kak Dara!!!" Eka merengek tidak terima. Ia menelepon untuk meminta saran, bukan saran seperti ini.
"Eka, jangan sampai kau mengejar pria yang tidak menyukaimu! Tapi..."
"Tapi apa?" Eka tampak penasaran.
"Tapi kalau mencari perhatiannya boleh sih."
"Maksudnya?"
"Buat dia melihat ke arahmu dengan pesonamu, kinerjamu atau yang lainnya. Seperti memancing!" Saran Dara.
"Memancing?"
"Saranku sih begitu. Kalau kau ngejar-ngejar dia capek. Belum lagi malunya ditolak. Cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan!"
Tidak ada sahutan. Eka tampaknya sedang berpikir.
"Siapa sih dia? Kok aku jadi penasaran." ucap Dara.
"Namanya El kak." Eka memberitahu dengan semangat.
"L?"
"Iya El."
"Pasti nama panjangnya Hello." Ledek Dara.
"Kak Dara pun!!!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Dwi Setyaningrum
ealah kirain ek suka sm Yoan hehehehe salah duga🤭✌️
2024-07-10
1
Dwi Setyaningrum
emng ga punya keahlian lain ya dara mgkn bisa bikin kue,masakannya enak mgkn kan bisa buka usaha tuh ga hrs krj diperusahaan aja 🤔
2024-07-10
0
Lanjar Lestari
Eka naksir El asisten Yoan 😄😄😄
2024-03-23
1