Queena kini tengah berada di tenda nya bersama ketiga sahabatnya yang saat ini duduk saling melingkar. Senyuman Queena masih saja mengembang dengan begitu sempurna sedari ia kembali setelah mencari kayu bakar. Bahkan sahabatnya merasa heran, di saat ia terluka seperti ini gadis tersebut masih bisa menampilkan senyuman cerah nya.
“Queena, lo gak kesurupan kan?” tanya Calya dengan begitu khawatir pada Queena. Karena sedari kembali dari hutan sahabatnya itu terus saja tersenyum memarkan deretan gigi putihnya. Jadi ia berpikir jika sahabatnya tersebut kerasukan setan penunggu hutan tersebut.
“Ngaco aja lo kalau ngomong,” dengus Queena sambil mengerucutkan bibirnya kesal mendengar tuduhan dari sahabatnya tersebut yang rasanya tidak mendasar. Memangnya salah jika kini ia merasa senang karena Arsen mau membantunya dan menggendongnya hingga sampai ke tempat camping yang jaraknya lumayan jauh? Tentu saja Queena begitu bahagia karena hal tersebut.
“Lagian lu dari balik hutan malah senyum-senyum mulu, kan gue takutnya lu malah kesambet di sana,” ucap Calya yang dibalas dengan anggukan oleh Kina menyetujui ucapan sahabatnya tersebut. Karena baginya juga Queena begitu aneh semenjak ia pulang dari hutan.
“Gue itu cuma lagi bahagia, Karena yang tadi nolongin gue itu Kak arsen,” jelas Queena pada sahabatnya tersebut yang sontak menipiskan bibirnya sambil menghela nafas nya kasar. Harusnya mereka sudah bisa menebak hal ini dan tidak perlu bertanya lagi. Namun setidaknya mereka merasa lega karena Queena bukan kesurupan.
“Syukur deh kalau lu kagak kesambet,” ucap Kina sambil menatap sahabatnya itu dengan tatapan lega karena sahabatnya tidak kenapa-napa. Tadi ia sudah begitu khawatir saat Queena tak juga kunjung pulang saat mencari kayu bakar di hutan.
Iya jelas takut jika terjadi sesuatu pada gadis tersebut karena bukan hanya akan merugikan dirinya sendiri tapi juga merugikan orang lain yang ikut dalam camping ini ataupun adik kelas mereka nantinya. Siapa yang tahu jika pada akhirnya karena Queena yang kenapa-napa, ayah gadis tersebut malah menolak untuk diadakan kembali acara camping seperti ini dan orang-orang yang terlibat dalam camping terutama guru pembimbing akan dikeluarkan dari sekolah?
Memikirkannya saja rasanya Kina tidak sanggup. Tak hanya itu, ia benar-benar merasa khawatir pada Queena takut terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. Sebagai seorang sahabat jelas ia tak ingin jika sahabatnya tersebut kenapa-napa.
“Eh bentar lagi api unggun mau dimulai nih, lu mau keluar nggak Queen?” tanya Calya pada sahabatnya tersebut.
“Keluar dong,” ucap Queena dengan begitu semangatnya, senyumannya bahkan juga sudah mengembang dengan begitu lebarnya.
“Ya udahlah ayo bareng kalau mau keluar biar gue bantu lo buat jalan,” ucap Kina yang gini sudah bangun dan akan membantu sahabatnya tersebut untuk menuju ke tempat api unggun.
“Gue masih bisa jalan sendiri lagi, udah lo tenang aja gue nggak papa kok,” ucap Queena dengan senyumannya berusaha menenangkan sahabatnya tersebut. Iya tahu sahabatnya tersebut khawatir padanya namun baginya berlebihan jika sampai ia dibantu jalan segala padahal yang terluka hanya kakinya saja dan itu hanya lecet juga lebam karena terbentur oleh batu.
“Lo yakin?” tanya Kina yang dibalas dengan anggukan oleh Queena.
Setelahnya mereka langsung menuju ke tempat murid lainnya yang kini sudah berkumpul. Namun ternyata bukan berkumpul untuk menyalakan api unggun melainkan untuk makan malam bersama.
“Queena” suara panggilan tersebut membuat gadis tersebut menoleh dan mendapati kakaknya yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan wajah khawatirnya.
Dewi baru mendengar kabar jika ternyata adiknya tersebut terluka. Mendengar hal itu ia tadi sudah berencana untuk menuju ke tenda milik adiknya itu namun melihat Queena yang ternyata sudah berada di luar ia memilih untuk segera menghampiri adiknya.
“Kamu nggak papa?” tanya Dewi pada Queena yang kini hanya tersenyum membalas pertanyaan dari kakaknya itu. Ia dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah khawatir bercampur takut dari kakaknya.
“Aku nggak papa kok kak tenang aja,” ucap Queena dengan senyumannya yang membuat Dewi kini menghembuskan nafasnya lega, mendengar jika adiknya itu baik-baik saja. Walau dapat ia lihat kini di kening dan lutut gadis tersebut sudah diperban.
Jika saja ayahnya tahu pasti lagi-lagi Ia yang akan disalahkan. Namun dibalik itu ia benar-benar khawatir dengan keadaan adiknya.
“Kamu mau makan? Biar kakak ambil kan,” ucap Dewi yang kini menggandeng tangan Queena untuk berjalan ke arah tempat disediakannya makan malam. Sahabat Queena juga sahabat Dewi hanya mengikuti di belakang mereka dan sibuk dengan pembicaraan mereka sendiri. Meskipun mereka satu kelas namun mereka tidak terlalu akrab satu sama lain.
“Kamu tunggu disini. Kakak ambil makanan buat kamu,” ucap Dewi sambil membantu Queena untuk duduk namun baru saja ia akan pergi, Queena malah menahan tangannya dan tersenyum ke arah kakak nya itu.
“Gak papa kak. Aku bisa sendiri kok,” ucap Queena yang setelahnya segera berdiri dan berjalan bersama dengan Dewi untuk mengambil makan malam mereka.
Setelah mengambil makanan mereka. Mereka langsung duduk di kursi yang kosong dan menikmati makan malam mereka.
“Kamu kalau butuh sesuatu bilang aja ke kakak,” perintah Dewi di tengah acara makan mereka, yang dibalas dengan anggukan oleh Queena yang sibuk menghabiskan makanannya karena kini ia sudah begitu lapar.
Di sisi lain kini tiga orang laki-laki terus memperhatikan interaksi antara Queena juga Dewi. Meskipun banyak yang mengira mereka kembar, namun terkadang mereka suka heran melihat Queena dan Dewi yang seperti tak terlalu dekat satu sama lain. Apalagi perbedaan di antara begitu mencolok, entah dari sikap, sifat, ataupun wajah mereka.
“Tumben banget tuh kembar bareng,” ucap Panca sambil menatap pada Queena dan Dewi yang kini tengah memakan makanan mereka dengan sesekali berbincang ringan.
“Mereka kembar tapi kek jauh gitu ya. Bahkan dari wajah sama sikap aja beda jauh,” ucap Edsel yang kali ini ikut menambahi yang dijawab dengan anggukan oleh Panca.
Arsen hanya diam saja mendengarkan pembicaraan sahabatnya itu. Ia lebih memilih untuk segera menghabiskan makanannya sambil sesekali melihat ke arah Queena. Entah mengapa gadis tersebut kini menjadi objek yang sering ia lihat dan perhatikan.
“Cantikan Queena sih menurut gue,” ucap Panca yang dijawab dengan anggukan setuju oleh Edsel. Jika masalah cantik memang Queena yang lebih cantik. Tak hanya cantik namun gadis tersebut begitu imut dan lucu.
“Kalau kembaran dia tuh kalem, dewasa, cuek. Beda banget sama Queena yang petalikan, manja, tapi ceria,” jelas Edsel yang hanya menilai keduanya dari interaksi antar Queena dan Dewi yang kini masih saja berlangsung.
Dewi yang terlihat begitu perhatian pada Queena membuat mereka tahu jika Dewi adalah orang yang dewasa untuk adiknya yang begitu manja dan kekanakan.
“Itu yang namanya saling melengkapi,” ucap Arsen yang membuka suara nya yang sedari tanya hanya diam memperhatikan pembicaraan sahabatnya itu.
Sahabat Arsen yang mendengar komentar laki-laki tersebut menaikkan sebelah alisnya namun akhirnya tetap saja mereka menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Arsen yang ada benarnya juga. Lagi pula menurut mereka Queena tetap saja orang yang baik walau memang terkadang cukup membuat mereka tak habis pikir dengan tingkah kekanakannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments