Pagi yang cerah untuk hari kamis yang untungnya tidak gerimis, suara kicauan burung terdengar saling bersahutan menyapa para pendengar dengan merdunya.
Dari balik celah kamar gadis yang kini masih menutup matanya dengan rapat tanpa memperdulikan sang mentari mengintip malu. Gadis yang tak lain adalah Queena, kini tengah tertidur dengan pulasnya tanpa memikirkan jika sekarang sudah jam setengah tujuh.
Kemarin ia tidur begitu larut, hingga kini ia masih begitu mengantuk. Suara alarm yang sedari tadi sudah membangunkannya sama sekali tidak Queena hiraukan. Ia hanya bangun untuk mematikan alarm nya itu dan kembali menutup tubuhnya dengan selimut.
Tok tok tok
"Queen bangun sayang ini udah siang," suara ketukan pintu disusul suara ibunya mengganggu tidur nyenyak Queena. Queena menggeliat dalam tidurnya, merasa terganggu dalam tidurnya akhirnya ia membuka matanya yang langsung menatap jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 6.26 Queena langsung memelototkan matanya.
"Huwaa Mama Queena telat bangun," teriak Queena dan langsung berlari menuju kamar mandi untuk bersiap, melihat di dinding kamarnya itu membuat ia kalang kabut sendiri karena nya. Dhisi di luar kamar anak gadisnya itu hanya menggeleng mendengar teriakan Queena.
Queena mandi dengan secepat kilat dan segera bersiap, tak membutuhkan waktu lama setelah siap Queena segera turun untuk berpamitan pada orang tuanya. Saat sampai di ruang makan hanya tersisa Daddy dan Mamanya yang terdiam dalam ketegangan mereka. Dewi mungkin kini sudah berangkat mengingat jam sudah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit.
Sial sekali rasanya Queena saat ini. Karena ia malah bangun begitu siang. Ia pagi ini jadi tak memiliki kesempatan untuk mengganggu Arsen. Bahkan di saat seperti ini pun Queena masih memikirkan laki-laki itu.
"Morning semua, Queena langsung berangkat ya udah telat," ucap Queena sambil menyalami tangan kedua orang tuanya dan memberikan kecupan di pipi mereka.
"Gak mau sarapan dulu?" tanya Dhisi yang mendapatkan gelengan dari Queena yang kini hanya meneguk susu nya separuh.
"Gak usah Queena udah telat," ucap Queena hendak keluar dari ruang makan namun ia malah tak bisa berjalan kedepan karena kini Carol menahan tas nya.
Queena segera menoleh ke belakang dan mendapati tas nya ditahan oleh ayahnya sontak melihat ke arah ayahnya itu dengan tatapan kesalnya.
"Sarapan dulu atau kamu berangkat jalan kaki," ancam Carol membuat Queena langsung merengek pada ayahnya itu. Meskipun jelas Carol tak akan tega untuk membiarkan anaknya itu berjalan kaki ke sekolah, apa lagi tanpa pengawasannya.
"Daddy ini sudah siang, nanti Queena telat," ucap Queena menghentak-hentakkan kakinya dengan bibir yang sudah mengerucut.
Jika ia harus sarapan lebih dulu yang ada ia akan terlambat dan bisa saja mendapatkan hukuman. Meskipun sebenarnya tak akan ada yang berani untuk menghukumnya namun tetap saja ia tak ingin untuk terlambat.
"Sarapan Queena," ucap Carol tegas seolah tak menerima penolakan yang membuat Queena mau tidak mau harus menuruti ucapan Carol jika tidak ingin melihat Daddynya itu marah dan berujung ia harus ke sekolah dengan berjalan kaki. Tidak, bisa patah kaki Queena jika berjalan dari rumah ke sekolah nya yang jauh.
Queena makan dengan cepat dengan perasaan kesal pada sang Ayah. Carol yang melihat tingkah anaknya itu hanya menggelengkan kepalanya. Melihat anaknya yang marah seperti itu sudah menjadi hal biasa untuk Carol mengingat Queena akan begitu mudah ngambek hanya karena hal kecil saja.
"Queena pelan-pelan makannya," peringatan Dhisi yang khawatir melihat anaknya yang makan dengan terburu-buru itu. Ia takut jika Queena malah akan tersedak karena makan dengan begitu cepat. Ucapan Dhisi sama sekali tidak dihiraukan oleh Queena saat ia menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 6.58
Queena bahkan kini makan dengan perasaan tak menentu karena kini ia sudah terlambat padahal jika dari rumahnya ke sekolah jika tidak macet saja memakan waktu lima belas menit. Kini ia hanya berharap jika jalanan mendukungnya.
"Daddy, udah selesai. Ayo jalan," ajak Queena pada ayahnya setelah meneguk minumannya. Carol segera berdiri, melihat suaminya yang berdiri Dhisi dengan cepat menyalami punggung tangan Carol dan segera mengikuti Carol yang sudah merangkul Queena untuk mengantar anak dan suaminya itu untuk ke depan rumah mereka.
Hembusan nafas kasar terus saja keluar dari Queena sampai mereka berada di depan gerbang SMA Bumantara yang sudah terlihat sangat sepi karena proses KBM yang sudah dimulai sekitar setengah jam yang lalu, yap Queena sudah terlambat sekitar setengah jam yang lalu, ini semua karena jalanan yang macet dan Carol yang melarangnya untuk naik ojek online.
"Daddy sih telatkan Queena nya," ucap Queena dengan matanya yang sudah berkaca-kaca ia takut jika nanti ia malah dihukum. Tatapannya kini begitu tajam pada ayahnya itu walau mata nya masih saja berkaca-kaca. Carol menghela nafasnya kasar.
"Ya udah ayo daddy antar kamu sampai di depan kelas, biar Daddy yang izin sama guru kamu. Udah jangan nangis," ucap Carol yang mendapat anggukan dari Queena yang setelahnya mereka langsung berjalan memasuki sekolah dengan Carol yang dengan setia merangkul pundak anak gadisnya itu.
Saat sampai di depan kelas Queena, Carol mengetuk pintu kelasnya dengan Queena yang berada di sampingnya sambil menunduk.
"Permisi Bu saya mau mengantar Queena, maaf telat karena tadi jalanan macet dan saya sedikit ada kendala," ucap Carol menjelaskan, guru yang mengajar di kelas Queena yang terkenal dengan guru killer itu sebenarnya ingin protes tapi saat melihat siapa yang sedang berada di hadapannya guru itu hanya tersenyum dan mengangguk.
Jika ia protes bisa saja karir nya yang menjadi ancaman. Jadi untuk kali ini lebih baik ia mengalah dan membiarkan Queena begitu saja.
"Queena silahkan duduk, lain kali jangan di ulangi lagi," ucap guru itu menasehati. Queena segera menyalami ayahnya itu lalu berjalan ke arah bangkunya yang sudah ada sahabat nya di sana.
“Terima kasih Bu,” ucap Carol yang di balas dengan senyuman dan anggukan oleh guru tersebut.
“Sama-sama Pak,” ucap guru tersebut.
“Kalau begitu saya permisi dulu,” ucap Carol yang setelahnya langsung pergi dari sana.
Tanpa di sadari sedari tadi Dewi melihat ke arah ayah nya itu yang bahkan tanpa repot-repot untuk sekedar menatapnya. Jika saja yang berada di posisi tadi adalah Dewi pasti ayahnya itu tak akan peduli dan membiarkannya di hukum.
Pelajar kembali berlanjut setelah kepergian Carol dengan guru Matematika yang terus menjelaskan semua materinya dan hal itu sukses membuat Queena ingin muntah rasanya. Pelajaran hitung-hitungan tersebut memang sering kali membuat Queena mual sendiri.
“Bentar lagi kayaknya isi perut guru bakalan keluar semua nih,” ucap Queena yang kini tengah mengeluh karena pelajaran di depannya. Sahabatnya yang mendengar keluhan Queena hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena saat pelajaran matematika gadis tersebut memang hobi sekali untuk mengeluh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments