Suara semak belukar yang terinjak terdengar di
sepanjang jalan setapak, beberapa orang berjubah melangkah dengan tergesa,
kecemasan terlihat di pantulan matanya. Mereka adalah mata-mata yang dikirimkan
oleh Kaisar Louis untuk membakar ladang dan mencemari sungai.
Setelah membuat sebagian rakyat Aegis terkena
penyakit dan menghanguskan ladang yang cukup luas, mereka segera angkat kaki
dari sana.
“Cepatlah! Aku belum mau mati!” ucap salah satu
dari mereka menegur temannya yang berjalan paling depan.
“Siapa juga yang mau mati!” sahut orang yang paling
depan. Namun, langkahnya segera terhenti ketika jalan di depannya tertutupi
oleh pohong yang tumbang.
BRUGH!
Mereka semua terhenti hingga bertubrukan.
“Hei, kenapa berhenti?”
“Jalannya buntu!”
“Ah, Sial! Cari jalan lain!”
“Jalan yang mana?” tegur seseorang dengan sebuah
pedang di tangannya. Pria tampan bersurai panjang disertai tubuh tinggi kekar.
Orang itu adalah Pangeran Jerome.
Matanya memancarkan amarah, tidak lama dari
belakangnya muncul sosok lain yaitu, Pangeran Lucas bersama Helios.
“Ce-celaka,” desis pria pertama.
“Matilah kita,” sahut pria kedua dengan wajah
pasrah.
Tanpa menunggu komando, mereka segera lari tunggang
langgang.
DAP!
Di depan mereka sudah menghadang tiga selir dengan
pedang terhunus. Pelaku pencemaran air sungai dan pembakaran ladang yang
berusaha untuk kabur dari Aegis segera berlutut dengan wajah pucat pasi.
Mereka benar-benar memohon ampun seraya
menyembah-nyembah Pangeran Jerome, Pangeran Lucas dan Helios.
“Ampun, ampuni kami, Pangeran.”
“Kami hanya menjalankan perintah Kaisar Loiuse,
jangan bunuh kami.”
Mereka memohon-mohon supaya dibebaskan.
Ketiga pria kekar tentu saja tak semudah itu
meloloskan orang yang telah membuat rakyat Aegis sengsara.
“Tuan Jerome, sepertinya aku akan bermain-main
sebentar dengan mereka,” kata Pangeran Lucas seraya mengacungkan pedangnya ke
leher pria yang sudah terkencing-kencing ketakutan.
“Jangan langsung dibunuh. Mereka harus membayar
perbuatan yang mengakibatkan Kaisar bersedih karena banyak rakyatnya yang
meninggal.” Helios menendang salah satu pria itu.
DUGH!
Pria itu terpental hingga tubuhnya menimpa
kawannya. Mereka berdua jatuh bergulingan.
Pangeran Jerome tak mau tinggal diam. Akibat
perbuatan mereka, Kaisar Alessa hampir pingsan. Kesedihan yang terpahat di
wajah cantik istri mereka terlintas dan menambah amarah tiga pria tersebut.
Akhirnya sepuluh orang itu menjadi bulan-bulanan
ketiga selir yang tak rela istri mereka disakiti. Tiga pria kekar dan terlatih
yang mempunyai kemampuan ilmu pedang, melawan sepuluh orang prajurit biasa
tentu saja tak sepadan. Sepuluh orang itu ambruk di tanah dengan wajah lebam,
dan darah yang mengucur dari hidung juga telinga mereka.
Tak cukup sampai di situ, sepuluh orang itu
diinterogasi untuk memberitahukan di mana pasukan Kaisar Louis saat ini.
“Katakan di mana pasukan Kaisar Louise bersembunyi
kalau mau nyawa kalian selamat!” gertak Pangeran Jerome. Setelah puas
melampiaskan kemarahan, kini saatnya mereka menggali informasi berharga.
“Telingamu tuli? Cepat katakan di mana Kaisar
kalian yang pengecut itu menyembunyikan pasukannya!” cecar Pangeran Lucas
sambil mencengkeram leher salah satu pria.
Pria itu bergeming. Hening sesaat sebelum pria yang
merupakan pemimpin mereka menganggukkan kepala lalu serentak mereka roboh ke
tanah.
“Kenapa? Ada apa ini?”
Pangeran Lucas mundur selangkah, kakinya menjauh
dari pria yang telah menjadi mayat di depannya.
“Mereka memilih mati dengan cara menggigit lidahnya
sendiri. Sungguh pengorbanan yang sia-sia!” gerutu Helios sambil menyarungkan
pedangnya.
“Kurang ajar! Kaisar Louise benar-benar
mempermainkan kita!” gerutu Pangeran Jerome kesal. Ia pun menyarungkan
pedangnya sambil menatap kejauhan.
“Aku yakin setelah ini pasti akan ada lagi yang
diperbuat Louise untuk mencelakakan rakyat Aegis.”
Pangeran Lucas juga menyarungkan pedangnya. Mereka
bertiga segera kembali ke istana untuk melaporkan kejadian ini kepada Kaisar.
“Biadab! Louise benar-benar membuatku naik darah!
Jadi kalian tidak berhasil mengorek informasi apa pun dari para prajurit itu?”
Kaisar tak kuasa menahan amarahnya.
Dari hari ke hari dia diam di istana dan menunggu
kabar perkembangan dari Darius, tapi selama menunggu diam-diam Louise melakukan
pergerakan membahayakan. Kaisar tidak bisa tinggal diam. Dia segera menemui
Tuan Cicero untuk meminta nasihat.
***
Helios bersama para tabib sedang bekerja keras
membuat ramuan agar bisa menyembuhkan rakyat Aegis yang sudah terlanjur meminum
air sungai. Para prajurit diperintahkan untuk datang dari rumah ke rumah
membagikan ramuan itu.
Meskipun tidak langsung sembuh, ramuan itu sangat
bermanfaat mengurangi rasa sakit perut dan perlahan-lahan mengeluarkan racun
dari tubuh mereka.
Setelah berhari-hari akhirnya kondisi mereka mulai membaik.
“Ya Dewa, terima kasih, panjang umur Yang Mulia
yang masih memikirkan kami.”
Rakyat bersyukur karena tindakan Kaisar lewat
tangan para selirnya yang sangat cepat, sehingga mereka segera bisa pulih
kembali. Mereka tak henti-hentinya memuji Kaisar dan membuat acara pemujaan di
desa masing-masing.
Pangeran Lucas mengatur kembali persediaan makanan
yang sebelumnya berhasil dia amankan di gudang-gudang makanan.
“Jangan berebutan, bagikan dengan adil kepada
seluruh rakyat di wilayah kalian masing-masing! Kaisar tak akan membiarkan
rakyatnya kelaparan!”
Para utusan wilayah pulang dengan kereta penuh
gandum dan bahan makanan lain. Wajah mereka berseri-seri. Semakin siang gudang
bahan makanan telah kosong.
Tindakan Pangeran Lucas untuk mengantisipasi keadaan
dengan menyimpan bahan makanan, sangat berguna untuk keadaan saat ini sehingga
rakyat Aegis terhindar dari
kelaparan hingga panen tahun depan.
Para petani yang sudah sehat kembali segera turun
ke ladang. Mereka bahu-membahu membenahi ladang-ladang yang terbakar agar bisa
kembali ditanami bibit. Kaisar mengamati rakyatnya yang kini kembali
bersemangat.
“Terima kasih Pangeran Lucas, Jerome dan juga
Helios. Apa yang kalian lakukan selama ini sangat membantu Aegis.”
Kaisar memandang rakyatnya dari kejauhan. Tiupan
angin membelai rambutnya yang keemasan ditimpa sinar matahari.
Kaisar teringat nasihat Tuan Cicero yang
melarangnya pergi jauh. Tapi dia tidak bisa menunggu kabar dari Darius. Saat
ini kondisi di istana sudah mulai pulih. Kaisar memutuskan akan menyusul Darius
ke perbatasan.
“Hamba bisa menemani Anda melakukan perjalanan ke
perbatasan, Yang Mulia.” Pangeran Jerome membungkukkan badan.
“Istana lebih membutuhkanmu Pangeran Jerome. Kau
tetap harus bersiaga di istana menjaga segala kemungkinan yang terjadi. Aku
menyukai kerjasama kalian bertiga. Jangan sampai mengecewakanku.”
Ketiga selir mengangguk memberikan hormat. Tanpa
mereka sadari kerjasama dan keakraban mereka terjadi begitu saja, sehingga
tanpa dikomando mereka telah berhasil melakukan hal-hal penting yang bisa
menyelamatkan Aegis dari ancaman Kaisar Louise.
“Pangeran Evandor, temani aku menemui Darius ke
perbatasan.” Pangeran Evandor mengangguk, sementara para selir lainnya saling
berpandangan. Bukan karena cemburu atau rasa iri, tapi mereka sungguh sangat
mengkhawatirkan kondisi Kaisar yang sedang hamil dan harus bepergian jauh.
“Tuan Cicero
melarangku pergi, tapi aku tak bisa berpangku tangan di istana.” Jika Tuan
Cicero saja tak didengarkan Kaisar, bagaimana mungkin mereka bisa menasihati
wanita cantik tapi keras kepala di depan mereka? Ketiganya hanya bisa menunduk
pasrah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments