Jangan memanggil ingatan yang tak pernah terjadi, karena kau tak akan menemukannya. Seperti memukul angin, Kaisar tetap tak menemukan potongan ingatan saat dirinya bercumbu dengan Helios pada malam pertama mereka.
Kaisar justru mendapatkan potongan-potongan kilasan adegan layaknya sebuah trailer layar lebar, bagaimana membaranya pergumulan bersama Darius. Kaisar sedikit teringat ia meliukkan tubuh di atas badan Darius yang polos tanpa busana. Kaisar juga mengingat samar-samar saat Darius
mencumbunya dari belakang, membiarkannya merasakan kenikmatan sambil memejamkan mata dan mereka mulai tak terkendali lalu melakukan penyatuan di semua sudut kamar pengantin.
Ada sebuah suara yang saat ini terngiang-ngiang di telinganya. “Ahhh, Darius, teruskan, jangan berhenti. Ya, aku sangat menyukainya, Darius! Kau membuatku gila!”
Kaisar tersentak kaget. Suara itu miliknya!
Mendadak wajahnya panas dengan jantung yang
bertalu-talu seperti hendak keluar dari rongga dada. "Ada yang tidak beres," ucapnya lirih. “Kenapa hanya Darius yang bisa kuingat? Di
mana Helios?”
***
Kondisi Kaisar semakin membaik. Seluruh negeri
Aegis menghangat karena kabar kehamilan Kaisar ini menjadi berita baik untuk rakyatnya. Di beberapa wilayah, rakyat sengaja memasang umbul-umbul berwarna warni pertanda turut bersuka cita menyambut calon penerus Aegis.
Kaisar sedang terburu-buru karena hendak menghadiri pertemuan penting dengan beberapa pejabat dan menteri di Bangsal Kehormatan.
Dua orang pengawal mengikuti langkahnya. Kaisar sengaja mengambil jalan pintas, melewati gerbang samping yang langsung terhubung dengan gedung pertemuan itu.
Dari kejauhan terlihat Darius juga berjalan ke
arahnya. Tentu saja Kaisar tahu jalan pintas itu memang hanya boleh dilalui orang dalam.
Sejenak Kaisar ragu untuk meneruskan langkah.
Darius tersenyum ketika menyadari Kaisar akan melewatinya. Senyuman yang khas saat Darius bertemu Kaisar. Senyuman hangat yang hanya bisa terbit saat dia sedang berdua dengan wanita yang dicintainya. Senyuman itu hanya Kaisar yang
bisa melihat dan menikmatinya. Darius menepikan langkah lalu berhenti menunggu Kaisar lewat sembari membungkuk dengan hormat.
“Panjang Umur Yang Mulia Kaisar Alessa,” sapa
Darius seraya menekuk lutut memberi penghormatan untuk Sang Kaisar.
Kaisar menahan detak jantungnya yang berdegup
sepuluh kali lebih cepat.
“Kau tahu ada pertemuan penting hari ini, Darius?”
“Hamba sudah menyiapkan pengamanan terbaik supaya acara berjalan lancar, Yang Mulia.”
“Menurutmu aku tak perlu mendapat pengawalan
khusus?”
Kaisar tahu tugas Darius menyiapkan prajurit
terbaik untuk berjaga-jaga saat acara berlangsung. Tapi ia juga tak ingin jauh dari Darius. Entah magnet apa yang menempel pada tubuh panglimanya, sehingga setiap detik Kaisar selalu merindukan Darius. Apalagi saat potongan adegan panas itu melintas di kepalanya.
Kaisar kembali memejamkan mata. “Hamba siap melayani Anda, Yang Mulia. Hamba baru saja memastikan para menteri yang hadir. Saat ini baru separuh yang datang ke Bangsal Kehormatan. Hamba bermaksud menjemput Anda jika semua menteri sudah memasuki ruangan. Ternyata Anda lebih cepat datang dari para menteri itu, hamba mohon maaf atas kelalaian ini.”
“Berani sekali mereka tidak tepat waktu,” gumam
Kaisar mencari alasan yang tepat.
Sejatinya dia tak sabar menunggu Darius menjemputnya. Dia ingin menjadi orang pertama yang melihat senyuman khas yang melengkung di bibir Darius setiap hari.
“Entah hanya perasaanku saja, atau memang Darius sering melemparkan senyumnya yang membuat hatiku seperti hendak melompat,”
keluhnya dalam hati. “Apakah dia tidak tahu pesonanya ini sangat berbahaya?”
“Jaga senyumanmu, Darius. Kau membuatku kepanasan di hari yang masih pagi ini,” cetus Kaisar dengan suara pelan, tapi cukup terdengar di telinga Darius.
Pria itu kembali tersenyum, rona merah menghiasi wajahnya. Kini mereka berjalan beriringan. Darius memberi isyarat supaya kedua
pengawal yang berjalan di belakang mereka menjauh.
“Sambil menunggu para menteri hadir, bagaimana kalau kita minum teh di ruangan khusus, Yang Mulia?”
Darius merasa ini saat yang tepat untuk
menyampaikan kebenaran mengenai siapa yang menanam benih pada Kaisar. Hanya dia, tidak ada Helios di antara mereka.
“Ruangan di samping bangsal kehormatan? Baiklah, aku juga tidak mau menunggu terlalu lama.” Tentu saja Kaisar sangat senang dengan tawaran Darius. Berdua dengan pria itu selalu membuat hatinya ringan.
Mereka berjalan menuju ruangan khusus, tetapi saat hendak memasuki ruangan, ada beberapa menteri yang melihat Kaisar melintas. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengucapkan selamat secara langsung.
“Selamat atas kehamilan Anda, Yang Mulia. Calon
penerus Aegis akan segera lahir. Negeri ini sungguh diberkati para Dewa.”
“Terima kasih,” jawab Kaisar pendek.
Tanpa diduga, ketika satu menteri mendekat dan
mendapat sambutan dari Kaisar, menteri yang lain pun mendekat. Jika di dalam ruang pertemuan, mereka pasti akan membahas soal pekerjaan, jadi memberi ucapan selamat dadakan seperti ini adalah ketidaksengajaan yang sopan.
Darius hanya menggaruk kepala saat melihat Kaisar sibuk menerima ucapan selamat dari orang-orang yang mendukungnya. Gagal lagi
rencana untuk memberi tahu kejadian yang sebenarnya di malam pengantin.
***
Helios sedang sibuk mengatur menu sehat untuk
Kaisar. Putra menteri Attala itu selalu berada di samping Kaisar, bersikap layaknya suami siaga. Sikapnya itu tentu disambut baik oleh Kaisar. Beberapa kali Kaisar meminta dimasakkan sesuatu oleh Helios, hal yang tidak bisa Darius
lakukan.
Darius diam-diam pergi ke dapur istana dan menemui Icarus, kepala koki.
“Apa Anda yang mengajari Tuan Helios menyiapkan menu untuk Kaisar?” tanyanya dengan nada tinggi saking kesalnya.
“Tentu saja bukan, Tuan Darius. Jika Anda bertanya kenapa Tuan Helios begitu mahir memasak menu, sebaiknya Anda juga membaca
buku-buku resep masakan. Tuan Helios mendapatkan ilmu memasak dari sana.”
“Apakah Anda juga membaca buku resep itu, Tuan Icarus?”
“Hamba belajar semua resep masakan dari Ayah. Anda pasti terkejut kalau hamba beritahu keluarga kami memang turun-temurun menjadi
koki istana Aegis, bahkan sejak hamba belum lahir,” ujar kepala koki sambil terkekeh. Profesi koki istana menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarga Icarus.
“Bagus.” Darius menepuk pundak Icarus. “Kalau
begitu Anda pasti tidak keberatan mengajari saya resep-resep hebat itu, bukan?” pinta Darius dengan wajah datar.
Icarus terperanjat. Wajah bulat yang sekian detik
lalu berhiaskan senyum, kini mendadak pucat pasi. Bagaimana mungkin seorang panglima perang hebat tiba-tiba ingin belajar memasak? Icarus menganggap Darius hanya bercanda. Tawanya nyaris pecah saat sejurus kemudian Darius berucap “jangan menolak karena aku ingin memberikan pelayanan terbaik untuk Kaisar, kau
paham maksudku?” tanya Darius dengan wajah serius.
Tangannya menggenggam kepala pedang yang tersarung rapi dan menggantung di pinggang. Icarus menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. Kepala koki bertubuh tambun itu menganggukkan kepala, menyanggupi permintaan aneh dari Panglima Darius.
“Baiklah, hamba jamin Anda pasti akan mendapatkan pujian dari Kaisar, karena resep yang hamba buat tidak pernah gagal, Tuan Darius.” Icarus mencoba menenangkan hatinya yang mendadak resah.
Mengajari resep masakan berarti setiap hari ia akan bertemu panglima perang yang terkenal kejam ini. Salah sedikit saja, bisa- bisa jari-jarinya ditebas pedang tajam Darius.
“Sebaiknya Anda buktikan omongan itu, karena jika tidak, Anda harus membersihkan kandang kuda selama sebulan.” Darius berlalu meninggalkan Icarus yang sontak menutup mulut
besarnya dengan kedua tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments