Kaisar tak menyangka jika malam pertama dulu
ternyata hanya bersama Darius. Setelah cukup lama pusing memikirkan anak siapa
yang menghuni rahimnya, kini wanita itu bisa bernapas lega.
Sepertinya dewa diam-diam mengabulkan permintaan di
dalam hatinya yang berharap Darius menjadi yang pertama. Meski dirinya telah
memilih Helios, dengan kuasa para Dewa. Helios berakhir mendengkur di atas
ranjang.
“Terima kasih, Dewa. Akhirnya semua teka-teki ini
terpecahkan. Aku sungguh lega ternyata kau ayah dari anak yang sedang kukandung
ini, Darius.”
Kaisar tersenyum sambil memejamkan mata, membuat
wajah cantiknya semakin terlihat menggoda. Darius meneguk air liur, menatap
leher putih nan jenjang yang terpampang di hadapannya.
“Syukurlah kau pemiliknya,” ungkap Kaisar lirih,
membuat Darius sedikit bingung. “Kehormatanku … memang pantas jatuh padamu,
Darius.” Kaisar menjelaskan maksud ucapannya.
Semburat merah merona menghias wajah Kaisar Alessa
yang putih bening bak pualam. Lagi-lagi ingatan di malam itu terbayang,
menambah gugup wanita itu. Bersitatap dengan Darius saja mampu membuatnya
merona.
Kaisar meraba perutnya, “ternyata ayahmu adalah
Darius, ksatria perkasa yang selalu berada di garda depan Aegis,” ujar Kaisar
berbisik kepada sang janin.
Di saat bersamaan Darius melakukan hal sama.
Mengusap perut wanita tercinta, kedekatan mereka yang nyaris tanpa jarak,
membuat keduanya terlena.
“Malam ini datanglah ke kamarku, Darius.” Kaisar
tak sanggup lagi menahan rasa.
Jika biasanya ia yang mendatangi kamar para selir,
kali ini untuk menghindari kecemburuan seperti Pangeran Lucas, Darius ia
izinkan masuk ke kamar pribadi.
Malam yang dinantikan Darius pun tiba. Setelah
memastikan tak ada yang melihatnya, Darius segera berjalan tenang menuju bilik
Kaisar.
“Apalagi kau yang kau tunggu? Masuklah, putramu
sudah tak sabar melihat ayahnya.”
Kaisar menghabiskan malam kedua dengan Darius
kembali. Dua manusia itu benar-benar menikmati kebersamaan dan penyatuan
sebagai suami istri tanpa ada anggur memabukkan di antara mereka.
Kaisar mendesah panjang saat tubuh gagah Darius
yang bersimbah peluh, tergeletak di sampingnya. Napas mereka masih memburu,
tatkala Darius mendaratkan kecupan di dahi Kaisar yang menerima perlakuan manis
itu dengan senyum merekah indah.
Usai membersihkan diri, Kaisar kembali terbaring di
dada Darius. “Aku rasa sudah waktunya mengumumkan siapa ayah dari jabang bayi
yang kukandung ini, bagaimana menurutmu?” tanyanya lembut seraya membelai
bulu-bulu halus di dada Darius.
“Melihat reaksi Tuan Lucas tadi siang, sepertinya
Anda harus menunda dulu, Yang Mulia. Hamba juga mendapat laporan usai kita
pergi, Tuan Darius bertengkar hebat dengan Tuan Helios.”
“Ah, mereka itu …” keluh Kaisar.
“Sebaiknya cukup Anda yang tahu dan tetap
merahasiakan siapa ayah bayi ini, sampai waktunya tepat. Hamba tidak mau
terjadi keributan di dalam Hareem.”
Kaisar mengangguk tanda menyetujui pendapat Darius.
Mereka berdua menghabiskan malam dengan rasa yang saling bertautan. Menjelang
pagi, Darius kembali melayani Kaisar, membawanya terbang ke nirwana. *******,
lenguhan dan teriakan kenikmatan membawa mereka memasuki pagi yang cerah yang
segera terbit.
Namun, mentari pagi yang bersinar hangat di dataran
tanah Aegis harus ternoda oleh kabar mengejutkan yang dibawa mata-mata dari
wilayah perbatasan.
“Pasukan Kaisar Louise telah mengepung perbatasan
timur, Yang Mulia. Mereka membawa pasukan dalam jumlah banyak dan bersenjata
lengkap.”
Kisar Alessa sontak tak bisa menahan kemarahannya.
Memasuki wilayah Aegis sama saja mencari mati. Gegas ia meminta disiapkan
zirahnya.
“Yang Mulia sebaiknya Anda tidak ikut dalam
pertempuran kali ini, biar hamba dan seluruh prajurit yang menghadapi pasukan
musuh.”
“Berani sekali mereka memasuki wilayahku! Tidak
bisa! Aku harus ikut bertempur. Aku tak bisa berdiam diri di istana, sementara
musuh sudah memasuki wilayah Aegis,” geramnya.
“Yang Mulia, benar kata Tuan Darius. Saat ini lebih
baik Anda tetap berada di istana untuk menjaga kandungan hingga waktu melahirkan
tiba. Penerus Aegis harus lahir selamat,” nasihat Permaisuri Rhea.
Kaisar Alessa bimbang, di satu sisi ia ingin ikut
menggempur pasukan musuh, tapi benar juga yang dikatakan Permaisuri Rhea, jika
ada apa-apa terjadi padanya, itu berarti juga membahayakan anak yang sedang ia
kandung.
Sang Kaisar berpikir sejenak, lalu mengalihkan
pandangan kepada Tuan Cicero seolah meminta pendapat. Pria tua itu
menganggukkan kepala, memberi persetujuan atas usulan Darius dan pendapat
Permaisuri Rhea.
“Baiklah, aku tak ingin mengecewakan kalian,”
pungkasnya seraya menghela napas panjang. Semua yang hadir turut lega mendengar
keputusan Kaisar.
“Tapi Darius, kau harus berjanji untuk segera
mengirimkan kabar kepadaku secepatnya." Darius mengangguk. Dia tidak
mungkin membuat wanitanya cemas.
Darius pamit untuk mempersiapkan pasukan,
menyampaikan berita buruk yang menimpa kerajaan mereka.
“Bersiaplah kalian, kosongkan gudang senjata! Sudah
saatnya Kaisar Louise tunduk dan mengakui kekuatan Aegis! Hidup Aegis!” pekiknya
membakar semangat para prajurit yang segera berlarian menyiapkan pakaian perang
dan senjata.
“Hidup Aegis, Hidup Aegis!"
Semua pasukan segera menyiapkan bekal dan segala
yang dibutuhkan menuju medan perang. Setelah semuanya siap, seluruh pasukan berkumpul
di depan istana.
Kaisar melepas Darius dengan penuh haru. Baru
semalam ia memeluk tubuh kekar itu, sekarang ia harus melepas Darius menghadapi
musuh yang berbahaya.
Kaisar Louise pasti sudah mempersiapkan semua
dengan matang. Selama ini mereka sengaja mundur dan menyusun strategi demi bisa
merebut wilayah Aegis lagi.
“Berhati-hatilah Darius. Kau sudah tahu kekuatan
Louise dan pasukannya. Aku yakin kali ini mereka membawa pasukan terlatih
sepuluh kali lipat jumlahnya. Jangan lupa keahlian pasukan pemanah mereka
berada di atas pasukan kita.”
Kaisar masih teringat pertempuran terdahulu, di
mana prajurit Aegis banyak yang berguguran menghadapi pasukan pemanah
Diocletianus yang tersebar di segala penjuru medan perang.
“Serahkan urusan pertempuran kepada hamba, Yang
Mulia. Anda juga harus tetap sehat, demi penerus Aegis.” Darius mengarahkan
pandangan ke perut Kaisar.
Helios yang menyaksikan itu ikut terharu, dia
merasa bersalah kemarin sempat bersitegang dengan Darius karena hal sepele.
Helios menyaksikan Darius begitu perhatian dan menyayangi anaknya yang sedang
dikandung Kaisar.
“Kalian semua jaga Kaisar! Ingat tujuan kalian
berada di sini adalah untuk menjaga dan melindungi Yang Mulia.” Seluruh selir
menganggukkan kepala.
“Tuan Evandor dan Tuan Jerome, kalian tahu yang
kalian lakukan dalam situasi darurat, bukan?” tanya Darius.
“Siap, Panglima!”
Pangeran Jerome dan Pangeran Evandor menjawab serempak. Pengalaman mereka saat
menghadapi kudeta yang dilakukan Pangeran Yudas memang masih tercatat rapi di
dalam ingatan Darius. Pria itu tak mudah melupakan jasa dan kebaikan seseorang,
apalagi menyangkut keselamatan Kaisar yang berada di pundaknya.
Kaisar melangkah maju dan mengelus zirah keemasan
yang melindungi tubuh Darius lalu berbisik,” pergilah Panglima, doa seluruh
rakyat Aegis bersamamu, semoga Dewa melindungimu.”
Kaisar berusaha
menahan bulir bening yang mulai merebak mangaburkan pandangannya. Darius
mengangguk mantap, setelah menatap satu persatu selir yang berbaris di sisi
kiri dan kanan Kaisar, ia melangkah dengan gagah menghampiri kuda lalu duduk
dengan gagahnya. Kini panglima pemberani itu telah mengikhlaskan apa pun yang
terjadi saat dirinya tidak ada di istana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments