Arlan kembali dengan membawa beberapa obat yang tadi diresepkan Maysha. Tadinya ia ingin minta tolong Pak Udin saja, tetapi akhirnya memutuskan untuk ikut karena ingin berjalan-jalan sebentar di kompleks perumahan tempat mereka tinggal.
Harapannya mungkin akan mengingat sesuatu. Tetapi nyatanya, semua terasa asing. Bahkan apoteker tempatnya membeli obat juga sempat terkejut dengan kedatangan Arlan. Tetapi, kemudian dibantu menjelaskan kejadian sebenarnya oleh Pak Udin.
Begitu memasuki kamar, Arlan mendapati Maysha dan Laura sedang berbicara. Tetapi, pembicaraan itu langsung terhenti. Arlan menatap Laura yang sudah dalam posisi duduk bersandar.
“Bagaimana? Apa perutmu masih sakit?”
“Masih, Mas.” Laura menyentuh perut sambil sesekali meringis seolah sedang merasa sakit.
“Kalau begitu minum obatnya dulu.” Arlan memberikan beberapa obat yang dibelinya di apotek tadi dan meminta Laura meminumnya. Tetapi Laura malah menolak.
“Aku tidak mau minum obat dari resep Mbak Maysha. Bagaimana kalau Mbak Maysha memberiku obat penggugur kandungan?”
Mendengar tuduhan konyol itu, Maysha menyilangkan kedua tangan. Sementara Arlan menghembuskan napas kasar.
“Pikiranmu terlalu jauh, Laura. Maysha adalah seorang dokter dan tidak mungkin memberi sembarang resep kepada pasiennya.”
“Kenapa kamu seyakin itu? Padahal tadi kamu dengar sendiri Mbak Maysha menyuruh aku lompat dari balkon.”
“Bukannya tadi kamu memang berniat bunuh diri, ya?” sambung Maysha cepat. “Tapi sepertinya kamu kurang konsisten mau bunuh dirinya.”
Laura langsung melotot marah. Tangannya meremas selimut sekuat tenaga. Ingin rasanya Laura mendorong Maysha dari balkon lantai dua. “Mbak Maysha mengejek aku?”
“Sama sekali tidak.” Maysha menahan diri agar tidak terpancing. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. “Aku harus berangkat ke rumah sakit. Sampai ketemu.” Tanpa mengindahkan reaksi Laura, Maysha melangkah. Namun kemudian terhenti ketika telah berada di ambang pintu. “Oh ya, sebelum minum obatnya, ada baiknya kamu browsing dulu untuk cari tahu obat apa yang aku resepkan.”
*
*
*
Jam istirahat dihabiskan Maysha dengan menikmati makan siang di kantin rumah sakit. Ia merasa kehilangan selera makan jika teringat keadaan rumah tangganya. Arlan kembali dalam keadaan tidak mengingat dirinya dan ada Laura di antara mereka.
Maysha baru akan meninggalkan kantin saat tiba-tiba ponselnya berdering menandai adanya panggilan masuk. Rupanya panggilan itu berasal dari rumah.
“Halo, Non Maysha, gawat, Non!” Suara panik Bik Wiwin menyapa telinga. Membuat Maysha kembali duduk di kursi.
“Ada apa, Bik? Pelan-pelan bicaranya.”
“Di rumah ada banyak wartawan, Non. Mereka menanyakan Den Arlan.”
Informasi itu membuat Maysha terkejut. Sama sekali tidak terpikir bahwa kembalinya Arlan akan begitu cepat terendus media. Maysha sendiri hanya berani memberitahu kepada beberapa rekan terdekat suaminya.
Hilangnya Arlan 3 tahun lalu memang sangat menggemparkan. Kala itu ia sedang menangani sebuah kasus pembunuhan yang melibatkan seorang mafia berbahaya.
“Mas Arlan di mana, Bik?”
“Den Arlan di ruang kerja, Non. Kalau Non Laura ada di kamar.”
Maysha berpikir sejenak. Dia tidak ingin Arlan merasa tidak nyaman dengan adanya para pencari berita itu. “Bik, tolong keluar sebentar dan beri pengertian kepada para wartawan. Bilang saja untuk sekarang Mas Arlan belum bisa ditemui.”
“Baik, Non.”
"Terima kasih, Bik."
Panggilan terputus. Maysha tampak cukup gelisah.
*
*
*
Arlan menatap para pencari berita yang menunggu di depan gerbang rumah sejak satu jam lalu. Terlihat Pak Udin dan Bik Wiwin yang sedang berbicara dengan mereka. Entah membicarakan apa. Arlan sendiri tak berani menebak ada keperluan apa sampai ada banyak wartawan yang datang ke rumah.
Siang itu ia menghabiskan waktunya di ruang kerja pribadinya sambil membuka beberapa album foto lama antara dirinya dan keluarga, terutama dengan Maysha. Berusaha menemukan potongan masa lalu yang menghilang dari memorinya. Tetapi, lagi-lagi semuanya terasa asing. Bukannya ingat sesuatu, Arlan malah merasa kepalanya berdenyut.
“Sedang apa kamu sendirian di sini, Mas?” Laura tiba-tiba ada di sana dan merebut album foto dari tangan Arlan.
“Aku hanya mau lihat album foto lama. Mungkin aku akan ingat sesuatu dengan melihat itu.”
Laura panik bukan main. Mengasah otak demi mencari cara untuk mengalihkan perhatian Arlan. “Untuk apa sendirian di sini, Mas? Lebih baik kita jalan-jalan ke taman belakang.”
Laura sudah menarik lengan Arlan, tetapi tak sedikit pun Arlan bergeser. “Kamu bisa ke taman sendiri. Aku sedang ingin sendirian di sini.”
“Kamu ini kenapa sih, Mas? Apa sepenting itu untuk ingat dengan masa lalumu?” Ucapan Laura membuat Arlan menatapnya tajam.
“Kenapa aku merasa kamu tidak ingin aku mengingat kembali masa laluku?”
Laura tergugu. “Bukan begitu, Mas. Aku hanya—”
“Keluar dari sini!” Arlan menghujamkan tatapan tajam.
“Kamu mengusir aku?”
“Keluar!” teriak Arlan sekali lagi.
Laura tersentak mendengar bentakan Arlan. Dengan mata berkaca-kaca, ia meninggalkan ruangan itu. Tinggallah Arlan seorang diri. Menjatuhkan tubuhnya pada sofa. Duduk dengan tangan menopang kepala. Semua keadaan ini membuat kepalanya serasa akan pecah. Belum lagi Laura yang sangat egois dan ingin menang sendiri.
...*...
...*...
...*...
Hampir seharian dihabiskan Arlan di ruang kerja pribadinya. Ia baru naik ke lantai atas saat menjelang malam. Begitu melewati kamar Maysha, terlihat pintu terbuka setengah dan lampu menyala terang, yang menandai bahwa Maysha sudah tiba di rumah.
Diam-diam Arlan mendekati pintu dan menatap ke dalam. Maysha sedang berdiri menghadap kiblat dengan mukena berwarna putih yang membalut tubuhnya.
Tiba-tiba Arlan merasakan jantungnya berdegup cepat. Maysha terlihat cantik alami, kulitnya putih bersih. Wajahnya bercahaya, teduh, dan nyaris tanpa beban. Entah mengapa Arlan merasa sering melihat keadaan seperti ini.
Selama beberapa menit, Arlan membeku di ambang pintu dan larut dalam pikirannya sendiri. Ia bahkan tak sadar lagi sejak kapan Maysha selesai menjalankan ibadah shalat dan menyadari keberadaan Arlan di sana.
"Ada apa, Mas?" Pertanyaan Maysha membuyarkan lamunan Arlan. Ia menatap wanita itu sedikit ragu. Kemudian melirik ke arah kamar Laura demi memastikan keadaan aman. Sebab Laura akan mencari masalah jika tahu dirinya mendekati Maysha.
"Bisa kita bicara sebentar?"
"Boleh. Tapi aku mau ganti mukena dulu." Maysha hendak melangkah, namun pergelangan tangannya langsung di tarik Arlan. Hampir saja Maysha menabrak dada suaminya itu.
Arlan kembali membeku menatap Maysha. Entah perasaan apa yang sedang bersarang di hati. Satu hal yang pasti, ia betah memandangi Maysha yang menggunakan mukena. Terasa sejuk di hati.
Tetapi, dalam hitungan detik Maysha menarik tangannya yang digenggam Arlan. Kemudian mundur beberapa langkah seperti menjaga jarak.
“Jangan sentuh aku, Mas! Hari ini kamu sudah berjanji kepada Laura untuk tidak menyentuhku. Apa kamu sudah lupa dengan janji tadi siang?”
...**...
...**...
Yang mau lihat Visual Mbak Maysha sudah di post di IG yaa. Follow IG @Kolom_Langit
🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
Bagus Maysha ingat kan dia tentang janjinya Arlan ke si Laura jangan sembarangan sentuh sentuh km Maysha
2024-11-22
0
Nitha Ani
good masya biar suami gak bentak km lg
2024-11-04
0
Wati_esha
Tq update nya.
2023-11-25
1