Maysha tak dapat membendung air mata setelah mendapati kenyataan yang terlampau menyakitkan. Bukannya bahagia setelah menemukan sang suami, ia malah harus dihadapkan dengan ujian baru dalam kehidupannya.
Kecelakaan parah tiga tahun lalu mengakibatkan Arlan mengalami amnesia dan melupakan kenangan apapun dari masa lalunya. Bahkan ia tidak mengingat istri yang ia tinggalkan sedikit pun.
Arlan dan Laura masih terdiam di tempatnya duduk. Sepasang suami istri itu tampak shock saat diberitahu Maysha tentang siapa Arlan yang sebenarnya. Bahkan Arlan tampak belum percaya dengan apa yang didengarnya.
"Maaf, tapi kami tidak bisa mempercayai orang asing begitu saja. Kalau memang kamu adalah istri suamiku, apa kamu punya bukti?" tanya Laura, seakan tidak mempercayai ucapan Maysha.
"Aku yakin kamu hanya salah orang. Aku sama sekali tidak mengenalmu dan tidak ingat apapun tentang kamu," tambah Arlan.
Maysha mengusap air mata. Kenyataan bahwa Arlan tidak mengingat dirinya adalah pukulan paling menyakitkan sepanjang hidupnya. Ia lalu merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Membuka galeri dan menggeser benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke hadapan suaminya.
"Di situ ada semua bukti kalau aku tidak berbohong."
Ragu-ragu, Arlan meraih ponsel. Sejenak ia melirik Laura yang sedang mencondongkan kepala, seolah ingin ikut melihat apa saja yang ada di ponsel wanita yang mengaku sebagai istri pertama suaminya.
Sepasang mata Arlan berkaca-kaca saat membuka foto demi foto yang ada di ponsel. Mulai dari foto pernikahan, foto selfie, bahkan ada foto kebersamaan mereka di sebuah kamar yang tampak sangat mesra. Tanpa sadar Arlan menjatuhkan ponsel ke lantai. Beruntung benda tersebut tidak pecah dan hanya lecet di sisi yang berbenturan dengan lantai.
"Aku istri kamu, Mas Arlan. Tiga tahun lalu kamu dinyatakan hilang dalam kecelakaan. Aku sudah mencari kamu selama tiga tahun ini."
Ketegangan mendominasi selama beberapa saat. Arlan belum dapat mengucapkan apapun. Hanya Laura yang terus bergelayut di lengannya. Seolah wanita itu ingin menunjukkan kepada Maysha bahwa dirinya lah pemilik lelaki itu.
"Lalu apa yang kamu inginkan sekarang? Dia sudah menikah dan kami saling mencintai." Suara Laura terdengar memekik.
Kalimat menghujam itu seperti menusuk ke relung hati Maysha. Dulu Arlan bersikap dingin kepada semua wanita yang mendekatinya. Sikap lembut hanya ia berikan kepada dirinya seorang. Dan sekarang, Maysha melihat sendiri suaminya sedang berusaha menenangkan dan memeluk wanita lain tepat di hadapannya sendiri.
Cemburu? Tentu saja. Bahkan saat ini Maysha merasa tubuhnya bak dilahap api.
"Dia bukan Devan tapi Arlan Alviano. Dia menikahimu karena mengalami amnesia dan tidak tahu kalau dia sudah menikah sebelumnya. Aku harap kamu mau mengerti keadaan ini!" pekik Maysha, mulai kehilangan kesabaran.
"Tidak! Kamu tidak mungkin memintanya meninggalkanku karena aku sedang mengandung anaknya. Lagi pula sekarang kamu hanya orang asing di mata suamiku!"
Kalimat panjang itu berhasil membungkam Maysha. Meskipun rasanya ingin menghajar Laura, tetapi akal sehatnya menuntun untuk tidak gegabah. Ia tidak ingin terlihat buruk di mata Arlan di hari pertama mereka bertemu.
Maysha lantas bangkit dan berjongkok tepat di hadapan Arlan. Menatap manik cokelat suaminya itu dalam-dalam. "Mas Arlan, aku mohon percayalah sama aku. Aku istri kamu dan kita saling mencintai. Ayo kita kembali ke rumah kita dan menjalani pengobatan. Aku yakin perlahan kamu bisa mengingat masa lalumu kembali."
"Tidak!" sambar Laura. Ia menghempas tangan Maysha yang sedang menggenggam lengan Arlan. "Kamu hanya ingin merebut suamiku, kan? Pergi dari rumahku sekarang juga!"
Laura kalap. Hendak meluapkan kemarahannya kepada Maysha namun Arlan mendekap tubuhnya dan membawa Laura ke kamar mereka.
Sementara Maysha masih terpaku di tempatnya berlutut. Dari sini ia bisa mendengar suara Laura yang menjerit, disusul dengan suara lembut Arlan yang mencoba meredam amarah wanita itu.
*
*
*
"Mas, dia pasti cuma mau menipu kita. Dia bukan siapa-siapa. Jangan gampang percaya sama orang asing!" bujuk Laura terisak-isak.
"Lalu bagaimana dengan bukti-bukti itu, Laura? Itu semua foto asli."
"Jadi mau kamu apa sekarang? Ikut dia pulang!" pekik Laura.
"Bukan begitu, Laura. Aku rasa dia benar. Aku juga ingin tahu siapa diriku yang sebenarnya dan menjalani hidupku dengan identitas yang sebenarnya. Bukan seperti sekarang, di mana aku tidak tahu siapa diriku."
Ucapan suaminya membuat tubuh Laura membeku. Air matanya semakin deras membasahi pipi.
"Kamu adalah Mas Devan, suamiku! Itu lah identitasmu."
Arlan menarik napas dalam. "Devan tidak pernah ada. Dia hanya orang yang tersesat."
Ucapan Arlan layaknya sembilu yang menggores luka di hati Laura. Wanita itu terduduk di tepi ranjang dengan terisak-isak.
"Apa kamu akan meninggalkanku setelah mengingat semuanya?" lirih wanita itu.
"Itu tidak akan terjadi, Laura. Apa lagi kamu sudah mengandung anakku. Aku tidak mungkin meninggalkanmu."
Laura menyeka air mata. Lalu perlahan mendekati Arlan dan memeluknya dari belakang. "Baiklah, aku setuju kamu menjalani pengobatan. Tapi aku mau ikut denganmu. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu!"
"Kalau begitu biarkan aku bicara dengan perempuan itu. Kalau dia tidak keberatan, kamu boleh ikut."
*
*
*
Maysha hampir tidak percaya mendengar permintaan Arlan yang ingin Laura ikut dengan mereka pulang. Bagaimana ia akan leluasa membantu Arlan mengingat masa lalunya jika ada Laura di antara mereka?
Meskipun ragu dan sedikit keberatan, namun ia berusaha mengalah. Yang terpenting sekarang adalah Arlan mau ikut dengannya pulang dan berobat. Maysha tidak ingin menekankan keinginannya sendiri.
Setelah berbicara panjang lebar dan menemukan kata sepakat, akhirnya mereka berangkat keesokan harinya.
Sekarang ketiganya sudah berada di dalam pesawat. Udara sore itu cukup dingin. Arlan duduk di kursi bersisian dengan Laura yang tampak sedang mengeluh kedinginan.
Di sisi lain, Maysha harus menahan rasa cemburu melihat suaminya yang begitu lembut dan perhatian terhadap wanita lain. Ia sendiri merasa tubuhnya membeku. Beruntung jaket bulu tebal yang ia gunakan mampu mengurangi tikaman udara dingin.
"Mau minum?" Maysha menyerahkan dua cup minuman ke hadapan Arlan. Laura langsung menyambar satu cup kopi.
"Wanita hamil tidak baik minum kopi. Lebih baik minum teh saja," ucap Maysha, lalu menyerahkan cup teh.
"Baiklah, terima kasih," ucap Laura, lantas menyeruput teh. Rasa hangat dari minuman itu membuatnya merasa lebih baik.
Maysha memilih duduk di sebelah Arlan. Meskipun suaminya itu terkesan tak begitu memerdulikan keberadaannya dan lebih condong ke Laura, namun Maysha tidak ingin terlalu mempermasalahkan. Kesembuhan Arlan adalah hal paling penting baginya. Toh, Arlan bersikap seperti sekarang karena hilang ingatan.
Detik, menit dan jam berlalu cepat. Pesawat terus mengudara menembus malam yang gelap dan dingin.Tanpa sadar, sepasang mata Maysha terpejam.
Arlan menatap dua wanita yang bersandar di bahunya secara bergantian. Di sisi kiri ada Laura, seorang wanita muda berusia 25 tahun yang ia nikahi 3 bulan lalu. Dan sisi kanan ada Maysha, wanita misterius yang katanya ia nikahi 3 tahun lalu.
"Apa yang harus kulakukan dengan dua wanita ini?"
*
*
*
Setibanya di bandara, kedatangan mereka disambut oleh seorang sopir yang sebelumnya sudah diminta Maysha untuk menjemput mereka.
Laura sempat terpukau melihat kemewahan mobil yang mereka tumpangi. Setibanya di rumah, wanita itu kembali terkagum-kagum melihat kemewahan rumah yang baru saja mereka masuki.
"Apakah Mas Arlan dan Mbak Maysha adalah pasangan kaya raya?" Pertanyaan itu yang pertama kali terlintas di benak Laura.
Maysha membalikkan tubuhnya dan tersenyum ke arah suaminya. "Selamat datang kembali di rumah kita. Semoga dengan kembali ke rumah ini, ingatanmu juga akan kembali."
Arlan hanya menyahut dengan anggukan pelan. Semua yang ada di sana terasa asing baginya. Bahkan foto pernikahannya dengan Maysha dalam pose cukup mesra, yang menggantung di ruang tamu sama sekali tak berarti. Semuanya hambar.
"Ayo, aku akan tunjukkan rumah ini. Mungkin kamu bisa ingat sedikit-sedikit."
Maysha menarik tangan Arlan menuju sudut lain di rumah itu. Sementara Laura masih terpaku dengan kekagumannya. Ia menatap beberapa foto dan piagam yang menghiasi meja nakas.
"Jadi Mbak Maysha Hadikusuma adalah seorang dokter kandungan, ya? Pantas saja tadi dia melarangku minum kopi."
Laura meraih bingkai foto pernikahan yang menghiasi meja bufet. Senyum miring terbit di sudut bibirnya.
Matanya berotasi demi memastikan tak ada yang melihat. Dengan sengaja ia menjatuhkan bingkai foto ke lantai hingga pecahan kacanya berhamburan.
Setelah melihat kemewahan rumah itu, ia yakin bahwa suaminya adalah seseorang yang sangat kaya. Sehingga timbul keinginan dalam hati untuk memiliki Arlan seorang diri.
"Tenang saja Mbak Maysha, aku pasti akan menendang kamu dari sini."
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
Hai kak Chica baru komen di bab ini ini aku cari novel kak Chica kolom langit dan aku baru baca novel ini
2024-11-22
0
Nitha Ani
wah cari agar2 si laura,laura sini km biar aqu yg hadapin perempuan macam km.jdi gemes aqu
2024-11-04
0
Raufaya Raisa Putri
kalo aj jd masya ikhlasin aj deh4...drpd menyakiti diri sendiri.menahan cemburu
2025-03-30
0