Maysha menata menu sarapan di meja makan. Sementara Bik Wiwin sedang membuatkan jus apel dan juga roti panggang untuk Laura.
“Bik, saya mau mandi dulu, ya?” ucap Maysha.
“Iya, Non.”
Maysha segera beranjak menuju kamar untuk membersihkan tubuhnya. Dalam 20 menit, ia sudah keluar kamar dan tampak lebih segar. Saat hendak kembali ke dapur, ia melirik pintu kamar Laura yang masih tertutup rapat. Sepertinya penghuni kamar belum keluar juga.
Perlahan Maysha menuju kamar tersebut dan mengetuk pintu. Begitu terbuka, Maysha seketika terpaku di tempat. Betapa tidak, Arlan muncul dari balik pintu hanya dengan menggunakan handuk putih yang melilit pinggang. Memamerkan dada bidang dan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna. Rambutnya yang masih basah menambah kadar keseksiannya pagi itu.
Dulu, Maysha merasa menjadi wanita paling bahagia sebagai pemilik satu-satunya tubuh itu. Sekarang ia harus menerima kenyataan pahit untuk berbagi dengan wanita lain.
“Selamat pagi, Mas.” Maysha mengulas senyum.
“Pagi, Maysha.” Arlan menjawab sungkan. Terlebih saat melihat mata Maysha yang sembab. Pikirannya dengan cepat menebak bahwa Maysha habis menangis karena semalam dibentak olehnya. Hal yang memicu hadirnya kecanggungan di antara keduanya.
“Sarapan sudah siap. Aku tunggu di ruang makan, ya?”
“Iya, terima kasih.”
Baru saja Maysha akan beranjak, namun Arlan menarik tangannya. Langkah Maysha pun terhenti sejenak.
"Ada apa, Mas?"
"Aku minta maaf untuk yang semalam. Aku tidak bermaksud membentakmu."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti," balas Maysha. Tiba-tiba pemandangan dari dalam kamar berhasil mencuri atensinya. Laura keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah piyama.
Sepasang mata Maysha terpejam. Untuk ke sekian kali ia harus menekan cemburu yang terasa melahap hatinya tanpa ampun. Memikirkan apakah Arlan dan Laura baru saja mandi bersama.
“Siapa, Mas?” tanya Laura, sambil berjalan menuju pintu. “Oh, Mbak Maysha. Kenapa, Mbak?”
“Aku cuma mau panggil kalian sarapan.”
“Oh iya. Maaf, kita mandinya kelamaan, ya?” Sambil bergelayut di lengan polos suaminya.
Melihat raut wajah Maysha, Arlan mencoba untuk menjauhkan Laura, sebab merasa tak enak hati terhadap Maysha. Akan tetapi, Laura layaknya ulat bulu yang terus menempel ke tubuh Arlan.
“Laura, tolong jangan begini,” tegur Arlan.
“Kamu kenapa sih, Mas? Aku kan sudah biasa seperti ini. Lagi pula Mbak Maysha tidak akan keberatan. Aku kan istri kamu juga. Iya kan, Mbak?”
Maysha tak menanggapi ucapan Laura. Ia hanya menatap Arlan yang terlihat sangat risih dengan sikap berlebihan Laura.
“Aku akan tunggu kalian di ruang makan.”
“Baik, Mbak.”
Tanpa menunggu lagi, Maysha mengayunkan langkah meninggalkan kamar itu. Menyembunyikan genangan kristal bening di bola matanya. Sesak begitu kuat membekuk paru-paru, seakan oksigen dalam rumah luas itu tak cukup baginya untuk bernapas.
*
*
*
Di meja makan
Arlan tampak sangat menikmati masakan buatan Maysha. Entah mengapa rasa masakan ini seperti tak asing baginya. Maysha mengulas senyum melihat Arlan yang sangat lahap.
“Dulu kamu sangat suka sup ayam buatan aku, Mas” tutur Maysha.
“Terima kasih, ini memang enak,” puji Arlan.
“Kalau kamu suka, aku akan sering-sering masak untuk kamu, Mas.”
“Tidak usah, Maysha. Kamu pasti sibuk. Aku tidak enak merepotkan kamu.” Setidaknya itu yang terpikir oleh Arlan. Maysha adalah seorang dokter dan pasti sangat sibuk.
Tak lama berselang, Laura ikut bergabung di meja makan. Ia membutuhkan lebih banyak waktu di kamar untuk berdandan. Sebab ingin selalu tampil lebih cantik dibanding Maysha.
Ia lantas melirik roti panggang dan jus apel yang tadi dimintanya dari Bik Wiwin. Selain itu, ada juga sup yang dipersiapkan Maysha untuknya.
Laura yang duduk di samping Arlan mengerucutkan bibir melihat suaminya begitu lahap menikmati sup ayam buatan Maysha.
“Mau roti panggang, Mas? Tadi aku sengaja membuat ini untuk kamu,” tawar Laura.
“Tidak usah, Laura. Itu untuk kamu saja,” tolak Arlan.
Laura semakin merajuk. “Kamu tidak menghargai usaha aku, Mas. Padahal tadi aku sengaja bangun cepat membuat sarapan untuk kamu.”
Maysha mengatupkan bibir demi tak meledakkan tawa. Selain pandai berbohong, ternyata Laura pandai mencari perhatian. Padahal roti panggang tersebut adalah buatan Bik Wiwin yang dibuat dengan penuh gerutuan.
“Ya sudah, sini aku makan.” Akhirnya Arlan mengalah demi menghindari masalah.
Arlan mencicipi roti panggang tersebut. Tak lama berselang, Bibi Wiwin muncul dan melihat Laura tak memakan roti panggang buatannya. Malah ia berikan kepada Arlan. Wanita itu sedikit terheran.
“Apa Non Laura tidak suka roti buatan saya? Maaf, saya belum tahu selera Non Laura. Makanya saya buat roti panggang sesuai kebiasaan saya,” tanya wanita itu.
Kala Laura tersedak makanan yang baru akan ditelannya, Maysha malah mengatupkan bibir demi tak menyemburkan tawa. Bibi Wiwin telah berhasil merubah selai cokelat yang manis menjadi terasa seperti menelan biji cokelat yang pahit bagi Laura.
Laura melirik Arlan dengan wajah bersemu merah. Bik Wiwin seolah sengaja mempermalukan dirinya.
"Enak, Bik. Mas Arlan suka," ucapnya ragu.
"Tadi kamu bilang roti panggang ini buatan kamu," ujar Arlan.
"Iya, tadi aku mau buat. Tapi tiba-tiba aku mual. Makanya minta tolong Bibi Wiwin."
Tak tahan, Maysha pun terkekeh.
Arlan mencuri pandang kepada Maysha. Kemudian menunduk saat tatapan mereka saling beradu. Entah mengapa Arlan merasa ada debaran aneh setiap melihat senyum Maysha. Ada rasa kagum yang tak terbantahkan kepada wanita itu. Maysha selalu berpenampilan sopan dengan hijab menutupi kepala. Berbeda dengan Laura yang selalu berpakaian sedikit terbuka.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
Namanya orang hatinya sudah tertutup akan ada debaran selalu bila melihat tawa dan senyum Marsya .Aneh ya si Laura gx ada malu malunya jadi perempuan kek ulat bulu
2024-11-22
0
Nitha Ani
malu kan laura puas banget aqu.hehehe
2024-11-04
0
anak orang
ALLOHUAKBAR GREGETTTTTTTTTTT
2025-01-08
0