Laura hampir tak percaya mendengar kalimat menyakitkan itu terlontar begitu saja dari mulut Arlan. Padahal selama ini Arlan hampir tidak pernah membentaknya. Dia selalu mengikuti apapun keinginan Laura dan jarang membantah. Hal itu menciptakan genangan cairan bening pada kedua bola mata Laura.
“Apa maksud kamu, Mas?” tanya Laura hendak memastikan.
“Tega-teganya kamu melimpahkan kesalahanmu sendiri kepada orang lain. Padahal kamu tahu betul bukan Maysha yang memasukkan bubuk cabai ke dalam makanan kamu!” Tatapan Arlan menghunus tajam, membuat amarah dalam hati Laura semakin melambung.
“Oh, jadi Mbak Maysha sudah berhasil meracuni pikiran kamu? Kasih tahu aku bagaimana cara dia memfitnah aku sampai kamu sepercaya ini!”
Arlan menghembuskan napas kasar. Sebisa mungkin ia menahan amarah agar tak sampai menjatuhkan tangan ke pipi wanita di hadapannya.
“Kamu mau tahu bagaimana Maysha meyakinkan aku? Lihat saja ini!” Arlan menyerahkan ponsel miliknya ke tangan Laura dengan kasar.
Laura gelagapan menatap tayangan di layar ponsel. Spontan saja wajahnya yang tadi merah karena dipenuhi amarah itu berubah pucat seketika. Rekaman CCTV di ponsel Arlan menunjukkan dirinya tengah mengendap-endap datang ke ruang makan dan menambahkan sesuatu ke dalam makanan.
“Sekarang kamu punya penjelasan apa untuk rekaman CCTV ini?” cecar Arlan.
Tubuh Laura menegang. Kepalanya tertunduk dengan wajah semakin pucat. Lidahnya yang tadi begitu lantang memaki mendadak terasa kaku.
Bagaimana mungkin ia tidak menyadari adanya kamera pengintai di rumah itu? Padahal ia mengira cara tadi sudah cukup bisa untuk menyingkirkan Maysha. Kepercayaan dirinya yang tinggi bak gedung Burj khalifa itu mendadak runtuh oleh rasa malu.
“Jawab!” bentakan Arlan menggema di udara, membuat tubuh Laura tersentak. Pikiran wanita itu sedang melayang demi mencari sebuah cara agar bisa terhindar dari keadaan ini.
“Ma-Mas, aku bisa jelaskan soal itu. Aku—” Suara Laura terdengar gemetar. Ia bahkan tak berani lagi untuk sekedar mengangkat kepala dan menatap Arlan. Terlebih setelah melihat kemarahan yang begitu nyata dalam setiap kata yang terucap dari bibir laki-laki itu.
“Kamu tahu, Laura. Sudah dua kali aku membentak Maysha untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Kemarin kamu menuduh dia memberi kamu minuman yang membuat kamu sakit perut, dan hari ini kamu tega menuduh dia memasukkan bubuk cabai ke makananmu. Apa sebenarnya maksud dan tujuan kamu melakukan semua ini?!”
Semakin gemetar saja tubuh Laura dibuatnya. Jika ini tidak segera diakhiri, bisa-bisa dirinya yang akan kalah dan terusir. Sementara Maysha akan memiliki Arlan seorang diri.
Tidak! Laura tidak akan pernah rela jika itu terjadi.
“Aku melakukan semua ini karena aku merasa kamu akan meninggalkanku kalau sudah mengingat masa lalumu!” pekik Laura dengan air mata berurai.
"Hanya karena itu?" Arlan berdecak kesal sembari menggelengkan kepala tak percaya. "Kelakuan kamu ini yang membuatku tidak tahan!"
"Kamu tega sama aku, Mas! Ingat, aku sedang hamil anak kamu!"
Tanpa banyak kata, Laura mendorong dada Arlan. Kemudian berlari keluar kamar menuju balkon. Di sana ia memanjat dan hanya berpegang pada pagar pembatas. Arlan yang mengikuti dari belakang cukup terkejut dengan aksi nekat wanita itu.
“Apa yang kamu lakukan, Laura!” teriak Arlan.
“Aku lebih baik mati dari pada kamu meninggalkan aku, Mas!” Laura menjerit sambil terisak-isak.
Keributan itu mengejutkan seluruh penghuni rumah. Maysha baru saja akan keluar kamar untuk berangkat ke rumah sakit tempatnya bekerja saat mendengar suara teriakan Laura dari arah balkon. Bik Wiwin dan Yanti juga datang dari lantai bawah. Keduanya menatap bingung.
“Ada apa itu, Non?” tanya Bik Wiwin.
“Saya juga tidak tahu, Bik.”
Ketiganya berbondong-bondong menuju balkon. Jika Bik Wiwin dan Yanti sangat terkejut melihat Laura sedang melakukan percobaan bunuh diri, maka berbeda halnya dengan Maysha yang justru terlihat santai. Wanita itu hanya menatap tanpa ekspresi. Seolah Laura dianggapnya hanyalah anak kecil yang sedang merajuk meminta permen.
Di sana terlihat Arlan yang sedang kesulitan membujuk Laura.
“Laura, tolong turun! Ini bukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah.”
“Tidak, Mas! Aku tidak mau turun!” pekik Laura semakin menggila. Ia melirik Maysha yang baru datang dari dalam rumah.
“Tindakan kamu ini tidak hanya membahayakan dirimu saja, tapi juga anak dalam kandungan kamu, Laura!”
“Aku tidak peduli!”
“Jangan bertindak gila!” sambar Arlan.
“Aku seperti ini karena kamu lebih memilih Mbak Maysha dan mengusirku dari sini. Coba pikir, Mas, apa lebihnya Mbak Maysha dibanding aku? Aku jauh lebih cantik, menarik dan lebih muda!”
Arlan melirik Maysha yang berdiri tak jauh darinya.
“Aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian. Ini juga sulit bagiku, Laura.” Arlan melembutkan suara.
“Tapi aku ingin kamu memilih salah satu di antara kami!” Laura melepaskan satu pegangan tangannya, yang membuat Bik Wiwin dan Yanti ikut menjerit ketakutan.
Sementara Arlan masih terpaku di tempat dan tak tahu harus berbuat apa. Ia tahu senekat apa Laura. Dia bisa saja melompat jika Arlan sampai salah langkah sedikit saja.
Masih dengan sikap tenang, Maysha menatap suaminya. Kemudian menatap Laura yang masih menggantungkan tubuhnya di balkon.
“Kalau kamu mau bunuh diri silahkan lompat. Kasihan Mas Arlan punya istri bebal dan egois seperti kamu.”
Ucapan Maysha membuat sepasang mata Laura melotot murka.
...**** ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
sok lompat siapa jg yg mau larang mana berani lompat emang orang bundir enak iya klo mati lah klo selamat klo gx cacat patah tulang ,klo kena kepala gegar otak pikir dah sendiri Laura😂😂😂
2024-11-22
0
Komalasari Hidayat Prasodjo
boleh ngakak kan? 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-12-19
0
Nitha Ani
wow keren masha
2024-11-04
0