"Apa kamu sengaja memecahkan foto pernikahan kami?" Suara Maysha yang tiba-tiba muncul dari belakang membuat Laura tersentak.
Wanita itu membalikkan tubuhnya. Memasang ekspresi wajah seolah-olah menyesali perbuatannya barusan.
"Aku minta maaf, Mbak Maysha. Aku benar-benar tidak sengaja menjatuhkannya."
Laura menundukkan kepala. Beberapa saat kemudian, ia melirik Arlan yang datang dari arah belakang. Sepertinya Maysha belum menyadari keberadaan suaminya di balik punggung.
"Tapi sayangnya aku melihat kamu dengan sengaja menjatuhkan foto itu!" tuduh Maysha yang tadi kebetulan melihat kelakuan Laura.
Laura membelalak tak percaya. "Kenapa Mbak Maysha tega sekali menuduh aku? Aku sudah bilang tidak sengaja dan sudah meminta maaf, kan?"
"Ada apa, ini?" Arlan mendekat dan berdiri di antara kedua wanita itu. Membuat Laura menyeka ujung matanya yang basah.
"Aku tidak sengaja menjatuhkan fotonya. Tapi Mbak Maysha mengira aku sengaja. Aku Benar-benar minta maaf, Mas."
Arlan melirik Maysha. "Ayolah, Maysha. Laura tidak sengaja melakukannya."
Sepasang mata Maysha terpejam demi menekan amarah agar tak meledak. Tangannya terkepal di balik punggung. Lagi-lagi ia harus mengalah. Padahal jelas-jelas ia melihat sendiri Laura sengaja menjatuhkan foto itu.
Seperti kaca yang hancur terburai, begitu pula perasaan Maysha. Ia membungkukkan badan dan memunguti pecahan kaca.
"Auh!" Ujung jari Maysha mengeluarkan cairan merah. Pecahan kaca yang kecil dan tajam itu baru saja merobek kulit jarinya.
Melihat itu, Arlan langsung berjongkok tepat di hadapannya. Perlahan mencabut pecahan kaca yang tertancap sempurna di ujung jari telunjuk dan refleks menyesapnya. Maysha menatap Arlan. Matanya berkaca-kaca. Meskipun sempat membela Laura, setidaknya ia masih menunjukkan sedikit kepedulian terhadapnya.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, terima kasih."
Perhatian Arlan lantas tertuju ke lantai, di mana pecahan kaca berhamburan. "Biar aku saja yang bersihkan ini."
"Tidak usah. Aku akan minta tolong bibi yang membersihkannya."
Maysha bangkit dari posisinya. Lalu mengusap ujung mata demi menyembunyikan cairan bening yang hendak menetes.
"Oh ya, ini sudah malam. Aku akan tunjukkan kamar kita. Mungkin kamu akan ingat sesuatu di sana," ajak Maysha, menggandeng lengan suaminya.
Pemandangan yang tersaji tepat di hadapannya itu membuat Laura meremang. Ia panik. Sepenuh hati tak rela jika Arlan harus berada satu kamar dengan Maysha. Wanita itu pun mengasah otak demi mencari cara untuk mempertahankan Arlan di sisinya.
"Lalu aku bagaimana," potong Laura cepat.
"Tenang saja, tadi sebelum pulang aku sudah meminta bibi menyiapkan kamar untuk kamu. Di sana!" Maysha menunjuk sebuah kamar yang cukup berjarak dari kamarnya.
Laura menggigiti kukunya yang lentik. Tatapannya tertuju pada Maysha dan Arlan yang hendak menuju kamar mereka.
"Auh! Perutku sakit sekali," keluh wanita itu sambil meraba perut.
Arlan melepas tangan Maysha yang melingkar di lengannya. Kemudian mendekat dan ikut menyentuh perut Laura. Ia terlihat cukup panik dan takut jika terjadi sesuatu kepada janin yang dikandung istrinya.
"Kamu habis makan apa, kenapa perutnya bisa sakit?"
"Aku tidak tahu. Aku hanya minum teh pemberian Mbak Maysha tadi."
Alis tebal Arlan mengerut dalam. Ia menatap Maysha sedikit curiga. Membuat Maysha menarik napas dalam.
"Kalau begitu mari kita ke kamar kamu. Aku akan memeriksa keadaanmu," ujar Maysha.
"Sakit sekali, Mas Arlan! Aku tidak tahan!" Jeritan Laura semakin menjadi. Arlan yang panik langsung membopongnya menuju kamar. Sementara Maysha mengikuti dari belakang dengan memendam perasaan terluka.
Begitu Laura sudah terbaring di ranjang, Maysha membantu menyibak pakaian hingga batas dada, lalu mulai meraba perut wanita itu. Sementara Laura terus mengeluhkan sakit di perut.
"Bagian mana yang sakit?' tanya Maysha.
"Yang ini, aduh sakit sekali!"
Maysha kembali meraba bagian yang ditunjuk Laura. Ia pun sedikit terkejut. Sebagai seorang dokter, tentu saja Maysha tahu bahwa saat ini Laura sedang berpura-pura sakit.
"Jangan tinggalkan aku, Mas Arlan. Aku sangat takut di sini sendirian," mohon Laura, sambil menarik lengan Arlan.
"Baiklah, aku akan di sini menemani kamu," balas Arlan yang masih tampak panik.
Rasanya Maysha benar-benar ingin menjambak rambut si ratu drama itu. Tetapi sebisa mungkin ia tahan. Maysha tidak ingin menambah masalah dan membuat suaminya tidak betah di rumah mereka.
"Laura tidak apa-apa, Mas Arlan."
Detik itu juga tatapan menghujam diarahkan Arlan kepada istrinya itu. Maysha dapat melihat keraguan bercampur amarah di sana.
"Bagaimana kamu bisa berkata dia tidak apa-apa, sementara dia sedang kesakitan seperti ini?" Tanpa sadar Arlan membentak.
Membuat tubuh Maysha berjingkat. Sepasang mata Maysha tiba-tiba dipenuhi cairan bening. Selama mengenal Arlan, belum pernah satu kali pun ia membentaknya, dan sekarang ia membentak karena wanita lain.
Maysha membalikkan tubuhnya. Menyembunyikan air mata agar tidak yang melihat.
"Bibi, tolong bawakan air hangat untuk Laura. Dia hanya butuh istirahat malam ini," pinta Maysha kepada Bibi Malina.
"Iya, Non."
Tak ingin ada masalah lagi, Maysha memilih mengalah. Ia harus menelan kekecewaan dan kembali ke kamar seorang diri tanpa suaminya.
Begitu masuk wanita itu langsung menjatuhkan tubuhnya di atas pembaringan. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luntur juga.
Kamar luas nan mewah itu mendadak dipenuhi isak tangis.
*
*
*
Sementara itu di kamar lain, Laura menatap setiap bagian kamar yang di tempatinya. Sebuah kamar yang sangat nyaman dengan tempat tidur super empuk. Sepertinya ia akan termanjakan dengan kemewahan selama menghuni rumah itu.
"Mas Arlan ...," panggil Laura. Menatap Arlan yang berbaring membelakanginya.
"Hemm."
"Apa kamu tidak bisa mengingat apapun tentang rumah ini?"
"Tidak. Aku merasa semuanya asing."
"Termasuk Mbak Maysha?"
"Hemm."
Tangan Laura mengulur mengguncang pelan lengan lelaki itu. "Mas, aku ingin kamu berjanji satu hal padaku."
"Janji apa?"
"Setelah nanti kamu bisa mengigat semuanya, jangan pernah meninggalkan aku. Aku takut kamu akan lebih memilih Mbak Maysha dan meninggalkan aku."
Arlan tak menjawab. Seluruh hatinya dipenuhi kebimbangan.
"Kenapa kamu berpikir seperti itu?"
"Karena aku merasa Mbak Maysha tidak menyukai keberadaanku di sini. Aku takut dia akan menjauhkan kamu dari aku. Kamu lihat sendiri kan, tadi dia memberiku teh dan aku sakit perut setelahnya. Kedepannya aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan kepadaku."
Meskipun merasa Maysha sangat asing, namun Arlan ragu akan ucapan Laura. Entah mengapa hati kecilnya berkata Maysha tak sejahat itu.
"Mas, kenapa kamu diam saja?" desak Laura kala suaminya terdiam.
"Ya sudah, aku janji."
Laura mengulas senyum puas. Sementara Arlan tenggelam dengan pikirannya sendiri. Hampir semalaman ia tak dapat terpejam. Pancaran penuh luka dari sepasang mata Maysha saat ia membentaknya terus terbayang dalam ingatan.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
Orang jahat mah pasti nanti kena tulah ya sendiri yaa ibarat kata pepatah siapa yg menabur dia yg menuai
2024-11-22
0
Nitha Ani
laura lama2 km jdi jahat jg.sini km biar aqu dorong biar semaput sekalian/Smug//Smug/
2024-11-04
0
ferdi ferdi
mulai dech ratu drama, mudah2an Arlan cepat ingat siapa dirinya
2024-11-10
0