Pagi-pagi sekali Maysha sudah berada di dapur. Pagi ini ia berniat membuatkan sarapan untuk suaminya. Dulu Arlan sangat menyukai masakannya dan Maysha berharap Arlan akan ingat sesuatu tentang dirinya melalui masakan itu.
Bibi Wiwin yang sedang membantu Maysha sesekali menatapnya. Ia turut prihatin dengan apa yang dialami sang majikan. Bibi Wiwin sendiri sudah lama mengabdikan diri pada keluarga Hadikusuma. Sehingga ia tahu seluk beluk kehidupan majikannya itu.
“Non Maysha, jangan terlalu sabar-sabar sama kelakuan Non Laura,” ucap wanita itu.
“Kenapa, Bik?”
“Bibi lihat Non Laura itu mau menang sendiri. Non Maysha jangan mau mengalah terus.” Bibi Wiwin sangat geram dengan ulah Laura semalam, yang seolah ingin menguasai Arlan seorang diri. Bahkan ia tak memberi kesempatan bagi Maysha untuk dekat dengan suaminya. “Padahal Non Maysha kan istri pertama. Lagi pula, Den Arlan menikah dengan Non Laura karena amnesia dan tidak ingat kalau sudah menikah dengan Non Maysha.”
“Tidak apa-apa, Bik. Biarkan saja. Saya tidak mau nanti Mas Arlan tidak betah tinggal di sini.”
"Tapi kasihan Non Maysha kalau seperti ini terus." Bik Wiwin dapat melihat kelopak mata sang majikan yang bengkak, menandai Maysha habis menangis dalam waktu yang lama.
"Saya masih sanggup, Bik. Anggap saja ini ujian."
“Kalau Bapak sama ibu tahu, pasti mereka kecewa.”
Maysha menghembuskan napas panjang. Ia sendiri belum berani memberitahu kepada keluarga besarnya perihal Arlan yang sudah kembali, tetapi dalam keadaan amnesia dan telah menikah lagi. Jika kedua orang tua dan saudara-saudaranya tahu, mereka mungkin akan sedih dan kecewa sama seperti dirinya.
“Selamat pagi, Mbak Maysha.” Sapaan penuh semangat itu sejenak mengalihkan perhatian Maysha. Tampak Laura datang dengan mengenakan gaun tidur tipis sepaha, yang memamerkan kulit putih mulusnya.
“Selamat pagi, Laura,” jawab Maysha, lantas kembali terfokus pada masakannya. "Lain kali kalau keluar kamar jangan pakai baju itu. Di rumah ini ada Pak Dadang. Bagaimana kalau dia masuk dan melihat kamu pakai baju itu?"
"Ups, maaf, Mbak. Aku kebiasaan di rumah pakai baju seperti ini. Soalnya Mas Arlan suka."
Maysha berusaha menekan rasa sakit di dada. “Bagaimana perut kamu, apa sudah tidak sakit?”
“Tidak lagi, Mbak.”
“Syukurlah.”
Laura tersenyum, kemudian mendekati Maysha. “Semalam perut aku terus dielus Mas Arlan. Sepertinya anakku tahu kalau yang elus ayahnya sendiri.”
Hati Maysha seolah tersayat mendengar ucapan Laura. Gagang pisau di tangannya ia genggam kuat. Karena kebohongan Laura semalam, Arlan panik dan membentak dirinya. Jika tak ingat dosa dan penjara, Maysha pasti sudah mencincang habis lidah tak bertulang wanita itu. Atau menyiramkan kuah sup panas ke kepalanya.
Ah, Maysha tak tahu mengapa tiba-tiba merasa memiliki jiwa psikopat.
“Dan sepertinya anak kamu tahu kalau ibunya seorang pembohong,” gumam Maysha sangat pelan, tetapi masih dapat ditangkap oleh indera pendengaran Laura meskipun tersamar.
“Mbak Maysha bilang apa barusan?” Terlihat kerutan tipis pada kedua alis Laura.
“Aku tidak bilang apa-apa,” balas Maysha, dengan bahu terangkat. “Memangnya kamu dengar apa?”
“Aku dengar Mbak Maysha mengatakan bahwa aku pembohong!” Meskipun posisinya sebagai istri ke dua, namun Laura tidak ingin mendapat perlakuan buruk dari Maysha. Ia akan melakukan apapun untuk berada satu langkah lebih maju dibanding istri pertama suaminya itu.
“Apa kamu merasa sudah berbohong?”
“Tentu saja tidak! Untuk apa aku berbohong?”
Jawaban Laura menciptakan tawa kecil di bibir Maysha. Wanita itu lantas mematikan kompor setelah meyakini masakannya sudah matang. “Kalau begitu kamu tidak perlu tersinggung. Toh, kamu tidak merasa berbohong tentang sakit perut.”
“Mbak Maysha menuduh aku?” ucapnya tak terima.
“Sama sekali tidak, Laura. Tapi selama menjadi dokter, aku belum pernah menemukan jenis sakit perut seperti yang kamu alami semalam.”
Laura merasakan tubuhnya meremang saat itu juga. Maysha adalah seorang dokter. Tentu saja ia tahu jika seseorang sedang berpura-pura sakit. Merasa kalah, Laura akhirnya memikirkan cara untuk membalas Maysha. Ia akan membuat wanita itu merasa lebih sakit lagi dibanding semalam.
“Emh ... Maaf ya, Mbak. Sepertinya aku harus kembali ke kamar. Mas Arlan akan kesal kalau bangun dan tidak menemukan aku di sampingnya. Suami aku itu suka dipeluk kalau pagi.”
Ucapan Laura yang menekan kata 'suami' membuat hati Maysha bagai diremas tanpa ampun. Tiba-tiba teringat awal menikah dulu. Arlan akan mengomel panjang jika terbangun di pagi hari dan tak menemukan dirinya di tempat tidur. Dan sekarang, semua perlakuan hangat itu ia berikan kepada wanita lain.
Laura memamerkan smirk setelah melihat raut sedih Maysha. Seperti sangat terpuaskan, ia lalu menatap Bik Wiwin. “Oh ya, Bik, buatkan saya jus apel sekalian. Gulanya jangan terlalu banyak, ya. Jangan lupa roti panggang selai cokelat!”
Bik Wiwin tak menjawab. Ia merasa geram dan ingin menjambak wanita itu. Tingkahnya seperti seorang ratu. Padahal Maysha saja yang majikan sebenarnya tak pernah memberinya perintah dengan nada tak sopan dan seenaknya seperti itu.
Laura lantas beranjak meninggalkan dapur. Sementara Maysha masih mematung di tempatnya berdiri. Sesak perlahan menjalar ke hati.
“Sabar ya, Non. Kalau bibi yang jadi Non Maysha, sudah bibi ikat bibirnya pakai tali rapiah,” ucap Bik Wiwin, sambil mengusap punggung sang majikan.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dedeh Kuraisin
Terus aja km menyakiti orang sering menyakiti dia akan di balas dengan tunai dan orang yg terdzolimi akan Alloh kabulkan setiap doanya
2024-11-22
0
Nitha Ani
laura oh laura sampai kpn km sprti itu hm.
2024-11-04
0
anisa
aq baca maraton, dl baca tp gk kuat sama sedihny maysha, skrng sambil papa gurita dan bang juned apdet di pf sebelah jd nguat2in hati dan esmosi nih buat baca kisah maysha ini
2024-01-31
1