Malam itu Arga masih kepikiran dengan kejadian tadi siang. Usai sholat isya di mesjid, Arga duduk merenung di bawah pohon ceri halaman rumahnya. Ia masih bingung dari mana asal perempuan yang banyak tadi.
"Lastri!" panggil Arga pada ART di rumah. Lastri dengan sigap menghadap majikannya. "Iya mas Arga, ada apa, mau saya temenin ngobrol?" Lastri tersenyum malu.
Arga menghela nafas seolah geram dengan tingkah sok imut Lastri. "Cepat panggilkan Laila ke sini, sekalian suruh dia buatin kopi untuk saya," perintah Arga pada Lastri.
"Saya aja yang buatin," Lastri bersemangat.
"Saya mau diskusi penting sama Laila, buruan sana panggil dia," tegas Arga. Mendengar itu wajah Lastri pun cemberut, semenjak ada Laila ia merasa tak dihargai lagi.
Lastri menemui Laila di kamarnya. Tanpa basa-basi langsung saja Lastri menerobos masuk ke kamar Laila. "Astaghfirullah..ngagetin aja," ucap Laila yang sedang melipat mukenanya.
"Kamu di panggil mas Arga ke depan, katanya buatin dia kopi," ucap Lastri dengan raut wajah masam.
"Kenapa nggak kamu aja las,"
"Aku juga maunya gitu, tapi kayanya harus kamu, aku tuh heran ya, kamu pake pelet apa sih," cetus Lastri sembari menatap sinis Laila.
Laila tersenyum, ia merasa lucu dengan tingkah Lastri. "Kamu bicara apaan sih, nggak nyambung banget,"
Lastri yang kesal pada Laila, memperhatikan Laila dari ujung kaki hingga ujung kepala, "Tapi..aku heran deh, kenapa kamu nggak buka cadar kamu, di sini kan cuma ada kita berdua, apa kamu juga pakai cadar saat tidur dan ke toilet? astaga, kurasa itu berlebihan," Lastri tersenyum sinis.
Laila hanya terdiam, tak mungkin ia mengatakan pada Lastri bahwa ia memiliki wajah yang akan membuat orang lain iri.
Lastri yang penasaran bercampur kesal memaksa Laila untuk membuka cadarnya. "Aku mau lihat wajah kamu, buka dulu, sebentar aja! aku mau lihat, pasti kamu bercadar karena gigi mu seperti serigala, atau hidungmu kempis sebelah," Lastri memaksa membuka cadar Laila hingga ia berhasil membukanya. Alhasil, Lastri tercengang menatap wajah laila yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tentu saja itu membuat Lastri khawatir jika Arga akan terpesona dengan paras cantik Laila.
"Sudah-sudah, pakai cadarmu, memang sudah seharusnya sebagai muslimah sejati kamu bercadar, aku mendukungmu, tetaplah pakai cadar mu sampai kamu tua," Lastri membantu Laila memakai kembali cadarnya.
Sikapnya itu membuat Laila bingung, namun Laila hanya menurut saat Lastri memasang cadarnya kembali.
***
"Ini kopinya, terimakasih sudah memberi saya kesibukan di waktu istirahat saya," Laila membawakan kopi ke bawah pohon tempat Arga duduk bersantai.
Padahal seharusnya Laila beristirahat malam ini, namun Arga tampaknya ingin mendiskusikan mengenai penjahat yang mengganggu ketenangannya.
"Ini baru pekerja yang gigih, cek hp mu! bonus mu sudah saya kirim," tutur Arga sembari meminum kopi dari Laila.
Laila mengambil hp dari sakunya. Matanya terkejut menatap layar hpnya yang menunjukkan notifikasi m-banking. Ia tampak kaget dan bahagia melihat jumlah bonus yang tak sedikit itu, padahal ia baru saja bekerja.
"Terimakasih banyak pak bos, saya kira anda cuma main-main dengan bonus itu," ucap Laila bersemangat.
Arga tersenyum sombong, karena baginya itu bukanlah seberapa, "Sama-sama, saya orangnya selalu menepati janji, jadi jangan ragu bekerja dengan saya," tutur Arga.
Malam hari yang cukup terang, di bawah sinar rembulan Laila pun duduk berkisar satu meter dari Arga. Laila tampak bahagia melihat bintang malam, terlebih karena keindahan malam identik dengan namanya.
Angin berhembus pelan, menyejukkan suasana hati Laila yang baru gajian, rasanya bahagia tak terungkapkan. Karena ia tak sabar ingin memberikan uang itu pada adiknya yang kuliah.
Arga melirik Laila yang tak henti menatap ke langit. "Nama kamu Laila Ikrimah kan? kalau tidak salah itu artinya malam yang begitu indah, apa karena itu kamu sangat senang melihat langit malam?" tanya Arga sembari menatap Laila.
Dengan pandangan yang masih mengarah ke langit, Laila tersenyum dan berkata, "Apa pun arti namaku, aku memang sangat senang melihat langit malam, lihatlah bintang-bintang itu, mereka terlihat kecil, namun bisa saja ukuran mereka pada aslinya lebih besar dari pada bumi, ciptaan Allah memang selalu membuat kita takjub,"
Arga ikut tersenyum melihat raut bahagia Laila, namun tetap saja, malam ini mereka harus membicarakan tentang penjahat yang mengancamnya.
"Barusan saya mendapat SMS ancaman lagi, saya rasa segerombolan perempuan tadi adalah suruhan dari pengirim SMS teror ini, saya jadi bingung dan serba salah, jika saya melapor polisi, pasti mereka akan lebih ganas lagi, bisa-bisa mereka membahayakan mama, secara logika tidak mungkin mereka tertangkap polisi seluruhnya, kalau pun tertangkap palingan hanya beberapa dari mereka, sehingga yang lainnya akan bergerak menyerang kita," jelas Arga meluapkan kekhawatirannya.
"Satu-satunya cara adalah menemukan akarnya, ibarat tumbuhan jika kita hanya memetik batangnya, ia bisa saja tumbuh lagi, tapi jika kita mencabut akarnya, dia akan layu dan mati, kita tidak boleh gegabah, pelan-pelan kita selidiki orang di balik ini semua," tutur Laila memaparkan pemikirannya.
"Itulah yang ku maksud, kita harus menemukan akarnya,"
"Tapi pak bos, apa yang membunuh Linda adalah bagian dari mereka yang menyerang kita tadi?" Laila tampak merasa aneh, karena penjahat tadi adalah sekumpulan wanita, bisa saja pembunuh Linda dari sumber yang lain.
Setelah mengingat kembali peristiwa yang telah ia lalui, Arga mulai berpikir bahwa pelaku pembunuh Linda sepertinya tidak sama dengan penjahat wanita tadi siang. Karena penjahat laki-laki itu tak pernah muncul lagi setelah kematian Linda. Seperti yang pernah Laila katakan bahwa target pembunuh Linda bukanlah Arga.
***
Pagi hari,,
Arga tampak fokus menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Arga memerintahkan Laila untuk berjaga di luar ruangannya, dan agar Laila mencegah siapa pun yang ingin masuk, karena suasana hati Arga kurang baik.
Laila pun melaksanakan, ia berjaga di pintu masuk ke ruangan Arga. Namun tiba-tiba Afni muncul dan ingin bertemu Arga.
"Jangan masuk dulu mba Afni, tunggu di luar ya, bos Arga lagi nggak bisa di ganggu," ucap laila menghentikan langkah Afni.
Afni tak perduli dengan perkataan laila, "Jangan sok tau deh, Arga nggak akan marah kalau aku yang masuk," ucap Afni dan mencoba membuka pintu. Namun tetap saja Laila menyuruh Afni untuk menunggu.
"Kurang ajar, perempuan ini berani menghalangi langkah ku," batin Afni menatap kesal wajah Laila.
Afni pun duduk di sana menunggu Arga keluar, namun saat ini ia sedang memikirkan cara untuk membalaskan rasa kesalnya pada Laila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
msih tekakeki....🙄
2024-05-14
0
Sulaiman Efendy
JELASLH, TARGET AFNI SUDAH TRCAPAI HABISI WANITA YG DEKAT DGN ARGA, SDGKN SI DIANA TARGETNYA ELO
2024-04-17
1
Sandisalbiah
jika pasukan perempuan itu emang suruhan Diana buat melenyapkan Agra tp laku² yg menikam Linda itu suruhan Afni yg emang ingin menyingkirkannya agar dialah yg menjadi pendamping Agra...
2024-03-19
3