BAB 16.

BAB 16.

"Tidak perlu khawatir, beliau hanya shock saja, tekanan darahnya pun tidak naik terlalu tinggi."

Begitulah penjelasan dokter yang menangani eyang putri, dan kini eyang putri sudah dibawa ke ruang perawatan, meski belum siuman dari pingsannya.

Bima hanya berani menunggu di bangku panjang di depan kamar pasien, tak lama seorang perawat menghampiri ruang rawat eyang putri.

"Suster ada apa?" Tanya Bima sebelum sempat perawat tersebut membuka pintu.

"Oh ini pak, ada tagihan yang harus segera dilunasi."

Bima mengangguk, dengan sigap ia menerima bill pembayaran tersebut, kemudian menuju bagian administrasi untuk melakukan pembayaran.

Bima kembali ke kursinya semula, tepat sesudahnya, eyang kakung dan Kreshna keluar dari ruangan eyang putri.

"Bima … om mau mengantar eyang kakung pulang, kasihan kalau eyang kakung juga kelelahan karena harus berada di rumah sakit, kamu gak papa di sini sendiri?" 

"Gak papa om," jawab Bima yakin. "Eyang kakung istirahat yah, biar Bima yang jaga eyang putri." Kata Bima seraya memberanikan diri mengulurkan tangannya, namun tangan Bima hanya menggantung di udara, karena eyang kakung tak jua menyambut uluran tangan tersebut 

"Apa sih susah nya mengulurkan tangan, eyang sudah sepuh, mau sampai kapan marah sama mas Dhana, ingat ini Bima, cucu eyang, bukan mas Dhana." Gerutu Kreshna sambil memaksa membawa tangan eyang kakung agar menyambut uluran tangan Bima.

Bima tersenyum melihatnya, kemudian mencium tangan kekar yang kini mulai keriput, sungguh ini sebuah rasa yang tak pernah Bima bayangkan sebelumnya, bisa bertemu dengan keluarga kandung nya sendiri, dan ada desir bahagia manakala bisa mencium tangan eyang kakungnya.

Bima tersenyum senang, ketika kembali mendongakkan wajahnya, entah apa yang ada di pikiran eyang kakungnya, yang jelas kebahagiaan ini tak bisa ditukar dengan materi, berapapun banyaknya.

"Om tinggal dulu ya?" Pamit Kreshna.

"Iya om,"

Sepeninggal Kreshna dan eyang kakung, Bima bergegas masuk ke ruang rawat eyang putri.

Eyang putri belum juga menunjukkan tanda tanda akan sadar, Bima memanfaatkan waktu tersebut untuk menghubungi Andre via pesan singkat.

Jika dengan Sherin Bima belum bisa berterus terang, maka dengan Andre ia melakukan sebaliknya, hanya Andre tempatnya berkeluh kesah selama ini, terlebih Andre sudah mempermudah jalannya menemukan keluarga kandung, yang selama ini enggan ia dekati. 

Tengah sibuk bertukar pesan, tiba terdengar suara lirih memanggil.

Bima buru buru meninggalkan ponselnya begitu saja di meja.

"Dhana …" 

panggilan yang sarat akan rasa rindu.

Rindu pada sang buah hati yang telah lama tak ia temui.

"Eyang …" panggil Bima.

Bima mendekat lalu menggenggam tangan eyang putri, Bima bahkan sudah pasrah jika nanti Eyang putri menolak tangannya di genggam oleh nya.

Eyang melepaskan tangannya, walau sudah bersiap, nyatanya Bima agak kecewa.

Namun sedetik kemudian, tangan eyang putri kembali mengusap wajah dan rambutnya, tangisnya kembali terdengar, kali ini hanya isak tanpa suara seperti sebelumnya.

“Sebenarnya … tanpa Kreshna memberitahu, eyang sudah tahu bahwa ayahmu sudah meninggal, beberapa kali  ayahmu mendatangi mimpi eyang, ia meminta maaf, karena sudah jadi anak durhaka, dan karena ia tak akan lagi bisa menemui eyang, bagi seorang ibu, itu saja sudah cukup menjadi pertanda, bahwa anak yang dikandungnya selama 9 bulan dengan susah payah, akhirnya pergi menghadap sang maha pencipta.” 

Bima berkaca kaca mendengar pernyataan eyang putri, “lalu kenapa selama ini eyang bersikap seolah olah tak mengetahui apa apa?”

“Karena eyang belum rela, jujur saja sampai kapanpun eyang tidak rela, tapi sekeras apapun eyang mencoba mengelak, akhirnya eyang harus menerima dan mengikhlaskan kepergian ayahmu, terlebih tiba tiba kamu datang menghampiri eyang, wujud yang sama persis tapi jiwa yang berbeda, itulah kamu cucuku.” Eyang putri menarik Bima ke pelukannya, kemudian mereka menangis bersama.

***

Kreshna kembali datang usai jam makan siang, saat itu Bima dan eyang putri sudah bisa tertawa bersama, bahkan eyang putri tampak menikmati makan siangnya, karena Bima memaksa menyuapi eyang putri, tak lupa Kreshna membawa makan siang untuk Bima, serta beberapa baju ganti untuk eyang.

“Maaf yah om tidak bisa membawakan baju ganti untukmu, karena om tidak berani membongkar barangmu.” kata Kreshna ketika ia kembali datang.

“Tidak usah terlalu dipikirkan om, tadi aku lihat di depan rumah sakit ada mall besar, bila perlu nanti aku bisa kesana untuk beli baju baru.” jawab Bima santai, ia sangat menikmati makan siang yang Kreshna bawakan untuknya, walaupun ini pertama kalinya ia mencicipi hidangan tradisional buatan sinta, tapi Bima tidak ada masalah, ia sangat menyukai rasa yang baru saja ia kenali.

“Syukurlah kalau begitu,” 

“Krish, ibu mau ke toilet,” Eyang putri meminta bantuan pada Kreshna, karena Bima sedang menikmati makan siangnya.

Dengan sigap Kreshna membantu eyang putri.

“Bim … tadi om mendatangi bagian administrasi, mereka bilang semuanya sudah dilunasi, apa kamu yang melunasinya?”

Bima menghentikan kegiatan makannya, “iya om,” jawab Bima.

“Sini notanya, biar om ganti uangmu.”

“Tidak usah om, Eyang putri kan ibu nya ayah juga, jadi aku berhak memberikan apapun untuk beliau, ini juga sebagai tanda baktiku pada kedua orang tuaku.” 

Jawaban Bima membuat airmata Kreshna tiba tiba menetes begitu saja, perhatian kecil, tapi memiliki makna yang luar biasa.

Kenapa Kreshna menyebut perhatian Bima sebagai perhatian kecil, karena Kreshna tahu keponakannya bukan orang sembarangan, bahkan gajinya bulanan Bima tidak bisa dianggap remeh.

Terpopuler

Comments

Hasanah Purwokerto

Hasanah Purwokerto

hix..ikut mewek...😭😭😭

2025-01-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!