BAB 5.

BAB 5.

Acara tujuh bulanan kakak ipar Sherin.

Rumah bu Roro yang biasanya sepi, hari ini ramai karena banyak saudara dan kerabat jauh maupun dekat menyempatkan hadir di acara tujuh bulanan Tari, kakak ipar Sherin, sekaligus menantu pertama bu Roro.

Ibu ibu pengajian yang terdiri dari tetangga bu Roro pun sudah hadir dan menanti acara dimulai.

Bu Roro nampak duduk diantara para tetangga dan kerabat yang hadir, acara dimulai dengan pembukaan dan sambutan dari pihak keluarga yang diwakili oleh Fandy, anak kedua bu Roro.

Sherin duduk di sisi kanan Tari, gadis yang sudah rapi dengan kebaya minimalis modern itu nampak gugup, karena pria yang di gadang gadang akan di jodohkan dengannya kini tengah duduk manis di hadapannya, bahkan tak jarang Pras terang terangan mencuri pandang padanya.

Sebenarnya secara wajah dan penampilan, Pras cukup tampan dengan tubuh proporsional, bahkan pria yang kini menjabat sebagai general manager di salah satu Bank Swasta itu, sudah sangat mapan secara finansial, tapi entah kenapa Sherin enggan menerima pria itu, hanya karena ia adalah jodoh pilihan ibu nya.

"Kamu kenapa? Wajahmu kelihatan tegang begitu?" Tanya Tari.

"Kelihatan ya mbak, aku memang sedang tegang mbak," jawab Sherin gugup.

"Apa karena Pras?" Tari menggoda adik iparnya tersebut.

"Bukan mbak, itu pacarku janji mau datang, tapi sampai sekarang ia belum juga datang." Jawab Sherin terus terang, karena sejak awal ia sudah mengatakan pada bu Roro, bahwa ia menolak dijodohkan dengan Pras, walau nantinya perjuangan mendapatkan restu bu Roro akan sangat panjang dan penuh perjuangan.

"Kamu benar benar nekat dek, kamu tahu ibu tidak akan menyetujui nya, bahkan mungkin kamu tidak akan mendapat kan restu dari ibu." Balas Tari sengit.

"Aku tahu mbak," jawab Sherin muram, "tapi seumur hidup, aku selalu menuruti perkataan ibu, aku tidak pernah neko neko, pokoknya semuanya sesuai kemauan ibu, tapi untuk urusan jodoh, setidaknya aku ingin pria itu adalah pilihan hatiku, bukan nya berdasarkan pilihan hatinya ibu."

Tari hanya bisa menggenggam erat tangan adik iparnya. "Semoga kamu kuat yah, karena ibu cukup keras kepala." 

"Iya mbak, doakan aku yah." 

Setelah acara pengajian dan sedikit tausiyah dari pemuka agama, para undangan pun mulai undur diri, sedikit cinderamata dan makanan ala kadarnya bi Roro bagikan sebagai ucapan terima kasih atas kehadiran dan doa dari para tamu undangan.

Ketika hiruk pikuk para tamu undangan berpamitan, sebuah mobil mewah berhenti di halam rumah bu Roro, seorang Pria muda turun dari mobil tersebut, yah dialah Bima, pria itu bahkan memakai batik terbaik yang ia punya, jam tangan mewah hadiah dari Andre pun ikut melengkapi penampilannya, tentu saja ia segera jadi pusat perhatian.

Untuk sesaat Sherin terpaku, baru kali ini ia dibuat terpesona oleh Bima, karena sehari hari pria itu selalu bersikap dingin, dan bicara ala kadarnya.

Sherin segera tersenyum, ia berjalan cepat menghampiri Bima yang baru saja turun dari mobilnya.

"Mas … kok baru datang sih?" Tanya Sherin dengan nada suara manja, Serta merta kedua tangan gadis itu bergelayut di lengan kanannya.

Untuk sesaat Bima pun dibuat terpesona, Jika di kantor Sherin hanya berpenampilan sederhana, bahkan make up nya pun tipis, tapi hari ini, gadis ini memakai kebaya, begitu cantik dengan polesan make up agak merona, 'sadar Bim, ini hanya sandiwara', Bima menepuk pipinya sendiri.

"Maaf … acara sudah selesai yah?" Jawab Bima, sekaligus bertanya.

"Nggak papa, nanti langsung saja kenalan dengan kerabat dan saudara saudara ku." Sherin masih terus berbicara dengan nada manja nya, sangat sadar bahwa mereka pasti menjadi pusat perhatian.

Entah seperti apa bu Roro, wanita baya itu, nampak sekuat tenaga menyembunyikan amarahnya, karena Sherin sudah terang terangan melawan kehendak nya. "Sheriiin … masuk." 

Maksud bu Roro adalah, Sherin saja yang masuk, tapi Sherin tak mengindahkannya.

"Iya bu," jawab Sherin sopan. "Ayo mas, ibu menyuruh kita masuk." Masih menggandeng lengan Bima, Sherin dengan berani membawa pria itu masuk ke rumahnya, padahal di dalam rumah ada keluarga besar pakdhe Cokro yang sengaja datang hendak membicarakan perjodohan Shrin dengan Putra mereka Pras.

"Ayo mas, makan Dulu." Sherin menyodorkan berbagai macam snack dan hidangan ringan pada Bima, membuat Bima semakin salah tingkah, karena mereka kini jadi pusat perhatian.

"Om Bimaaaaa …" keempat keponakan Sherin berseru kegirangan, melihat kehadiran Bima, bahkan ke empat bocah itu segera berebut memeluk, dan duduk di pangkuan Bima, bahkan ada yang memeluk Bima dari belakang, tanpa ragu apalagi canggung seperti orang dewasa di sekitar mereka.

"Om … kok baru datang?" 

"Om … aku senang om datang, gak papa terlambat." 

"Om … ayo main seperti kemarin." 

"Kok, Om Bima diam saja?"

Bima hanya tersenyum, canggung sekali rasanya, ia sedang menjadi pusat perhatian, dan keempat keponakan Sherin, seakan akan sedang membantu sandiwara nya bersama Sherin.

"Hehehe lalu om Bima harus bilang apa?" Tanya Bima balik.

Keempat bocah itu saling tatap, kemudian tertawa bersama.

Sherin yang sejak awal sudah menempeli Bima, ikut tertawa bersama para keponakannya.

"Mas Cokro, aku bisa jelaskan," ujar Bu Roro dengan rasa serba tak enak, pasalnya ia yang sudah mengundang Pakdhe Cokro untuk membicarakan perjodohan anak anak mereka, tapi rupanya Rencana berjalan tak sesuai harapan.

"Semuanya sudah jelas dhiajeng, anakmu bahkan sudah terang terangan menunjukkan bahwa ia tak menyetujui rencana kita." 

"Iya aku tahu … Sherin memang belum sepakat soal itu … tapi …"

"Sudah, aku pulang saja, ayo Pras kita pulang." Pakdhe Cokro memboyong anak dan keluarga besarnya untuk pulang, kentara sekali bahwa ia sedang sangat emosi, bahkan tak mempedulikan, bu Roro yang belum selesai menjelaskan.

"Mas … tunggu mas …" teriak bu Roro yang melihat pakdhe Cokro, pergi begitu saja dari rumahnya.

Bahkan bu Roro mengejar mereka sampai ke halaman, namun tak berarti apa apa, Fandy dan Bagas, mencoba menenangkan ibu mereka yang sedang dalam keadaan panik.

Setelah Pakdhe Cokro sekeluarga pergi, bu Roro kembali masuk ke rumahnya.

"Sampai kapan pun ibu tidak akan memberikan restu ibu pada kalian." 

Perkataan bu Roro begitu tegas tak ingin dibantah, laksana petir menggelegar di setiap sudut rumah, kemudian bu Roro masuk dan mengunci diri ya di dalam kamar.

Terpopuler

Comments

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

bu roro aja ma pras kl ngotot..gitu aja kok repot

2025-01-23

0

Anisatul Azizah

Anisatul Azizah

awas bu nanti stroke kaya bu Dewi

2025-02-22

0

Sulis Tyawati

Sulis Tyawati

tr cinta beneran Bima Sheryn

2025-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!