BAB 13.
Bima terus berjalan, ia membiarkan pria di hadapannya membawanya pergi entah kemana, sampai di perbatasan dinding, pria itu berhenti, dia pun takjub mengamati wajah Bima, yang ternyata memiliki paras rupawan seperti wujud asli Arandhana, pria itu pun terlihat berkaca kaca, tak bisa di pungkiri, ia pun menyimpan rasa bersalah yang sangat besar pada kakak sulungnya, karena sudah membiarkan keponakannya terlantar.
“Maafkan bapak yah, bapak itu sisa sisa peninggalan jaman kolonial, di masa beliau muda, beliau dididik dengan keras dan harus tegas, karena itulah sangat sulit merubah pendiriannya,” Kreshna mengusap lengan Bima.
“Sebenarnya … saya bukan Arandhana,” aku Bima.
“Iya om tahu, kamu bukan mas Dhana,” pria di hadapannya memiliki wajah yang jauh lebih ramah daripada eyang Baskoro. “kenalkan om adalah adik dari Arandhana, panggil saja om Kreshna.”
Bima mengangguk patuh.
“Ayo jalan lagi, rumah om di depan sana.” Kreshna menunjuk sebuah rumah dengan desain sedikit modern, dibanding rumah eyang Baskoro.
“Eyang mu, sebenar nya orang yang lembut, dia keras karena sudah menjadi kebiasaan sejak muda, dia juga tidak mau terlihat lemah di depan anak dan istrinya,” Kreshna mulai berkisah, “sebulan setelah mas dhana dan istrinya meninggal, om dan eyang kakung pergi ke jakarta, tanpa sepengetahuan eyang putri, sekedar mengunjungi makam dan mencari keberadaanmu, kami berinisiatif merawat dan menjagamu, tapi petugas Dinsos bilang, panti asuhan tempatmu di titipkan mengalami kebakaran, data data anak panti hilang karena terbakar, dan seluruh penghuni panti disebar, dari sana kami kehilangan jejakmu.” Kreshna mengakhiri penjelasannya, “sampai hari ini kami merahasiakan berita meninggalnya mas Dhana pada eyang putri, takut beliau shock.”
Bima menghembuskan nafas perlahan, “itu benar om, beberapa hari setelah tiba di panti asuhan, panti asuhan terbakar, dan kami disebar ke beberapa panti asuhan, bahkan ada yang letaknya jauh dari ibu kota.”
“Om bersyukur sekali, walau jauh dari sanak dan keluarga, tapi kamu tumbuh dengan baik, bahkan kamu mencari keluarga yang sudah membuatmu terlantar,” Kreshna menatap sendu kedua mata Bima.
“Tidak begitu om, ada orang baik yang membantuku menemukan kalian, dan aku menguatkan tekad untuk datang kemari, niat awalku adalah sekedar ingin tahu seperti apa keluarga ayahku, dan jika keluarga ayahku masih juga tak mau menerimaku, ya sudah … setidaknya tak akan ada penyesalan di kemudian hari.”
“Terima kasih sudah bersedia mencari kami nak.”
Mereka tiba di rumah Kresna beberapa saat kemudian, “Assalaamualaikum, Sin …” panggil kreshna ketika memasuki rumahnya.”
Seorang wanita berusia paruh baya keluar dari dalam rumah, “waalaikumsalaam … iya mas?” jawab nya. “Lho ada tamu, siapa mas?” tanya Sinta.
“Ini Bima, putranya mas Dhana.”
“Owalaaah … *wis gedhe rupanya, persis plek sama mas Dhana.” puji Sinta.
(*sudah besar rupanya, mirip sekali sama mas Dhana.)
“Ayo mas di ajak masuk, kasihan kepanasan, tak siapkan kamarnya dulu,” wjah Sinta sumringah seperti menyambut tamu agung, maklum saja, yang datang adalah tamu yang selalu di angan angankan suaminya dengan penuh sesal, karena setelah bertahun tahun dicari tetap saja gagal.
Bima pun di tuntun memasuki teras rumah, rumah Kreshna tampak asri dan teduh, karena banyak pohon besar di halaman rumah nya.
Dari kejauhan seorang remaja memakai seragam SMU datang dengan motornya.
“Assalaamualaikum ayah,” sapa anak muda itu, sedikit banyak pemuda itu memiliki paras mirip Bima.
“Waalaikumsalaam … ini Yudha anak bungsu om.” Kreshna memperkenalkan putra bungsunya.
Yudha mengulurkan tangannya, wajah ramahnya tersenyum ke arah Bima. “Yudha.”
“Bima.” Bima pun tak segan memperkenalkan dirinya.
“Mas Bima ini, putranya Paman Dhana, jadi dia kakak sepupumu, kalian yang rukun yah,” pesan Kreshna.
“Ih … ayah, memangnya kami masih anak TK yang suka berebut mainan.” protes Yudha.
“Ayo, istirahat didalam, besok pagi om ajak kamu melihat kebun Eyang Baskoro.” Kreshna membawa Bima memasuki rumahnya.
***
Nun jauh di ibu kota.
Sherin kembali menatap hampa pada ponselnya, ia tak menyangka bisa merasakan begini rindu pada pria yang selama dua tahun ini hanya menjadi atasannya.
Sejak pagi, Bima bahkan tidak mengirimkan pesan singkat padanya, bahkan karena kesibukannya Sherin pun jadi tak sempat mengirimkan pesan singkat, sekedar menanyakan kabar Bima.
“Apa mas Bima benar benar sibuk yah, sampai sampai tak punya waktu mengabariku, atau aku yang terlalu egois, dan berharap selalu diperhatikan.”
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Ponsel Sherin bergetar menampakkan nama Bima, sebaris senyum tiba tiba muncul di wajah cantiknya.
“Halo mas,” Sherin menjawab panggilan tersebut, saking bersemangatnya.
Dari kejauhan Bima menahan senyumannya, “hai … menungguku?” Bima.
“Menurutmu?” Sherin.
“Ya mana ku tahu,” Bima.
“Hahaha … kamu malu rupanya,” Bima mulai menggoda.
“Nggak … aku biasa saja,” balas Sherin tak mau kalah.
“Apa kamu rindu?” Bima.
Sherin terdiam, wajahnya memerah menahan malu, malu jika ketahuan kalau dia sedang dilanda rindu berat.
“Ah … tidak rupanya, padahal aku rindu berat.” Bima bicara terus terang, “ya sudah kalau tidak rindu, aku tutup telepon yah.”
“Eh mas … tunggu,” Sherin menjawab dengan cepat, sungguh takut jika panggilan mereka benar benar berakhir.
“Kenapa? ada Apa?” tanya Bima.
“Aku …” Sherin mendadak gugup, “aku juga,”
“Juga apa?” Bima kembali bertanya, ia berpura pura tak tahu jika Sherin jua ternyata sedang menahan beratnya sebuah kerinduan.
“Itu …” Sherin.
“Itu apa? Bima.
“Ihhh masa gak ngerti juga sih,” Sherin mulai gemas sendiri.
“Bagaimana aku bisa mengerti, jika kamu bicara berputar putar.” Bima.
Keduanya terdiam.
“Mas …” Sherin kembali memanggil Bima, karena lama keduanya terdiam menikmati debaran jantung yang kian menggila.
“Iya?” Bima.
“Aku juga rindu.” akhirnya terucap juga kalimat rindu tersebut, Sherin sungguh malu dengan wajah yang merah padam, padahal tak ada orang lain di kamarnya.
Panggilan berubah menjadi mode video, keduanya saling menatap, saling bertukar perasaan rindu, rasa yang entah apa tak bisa lagi diungkapkan dengan kata kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Rusmini Rusmini
netraku nganti kembeng kembeng waspo ohh sweeeettt banget /Whimper//Whimper//Whimper//Kiss//Kiss/
2024-12-13
1
Anisatul Azizah
anak laki2 pertama dr anak sulung laki2, waaah Bima teenyata seorang pitra mahkota😍
2025-02-22
0
Mei Saroha
sebutannya 'om' ya, bukan paklek atau pakdhe gitu kah?
2025-04-15
0