BAB 8.
Lampu kamar mandi menyala terang kembali, begitupun kedua insan yang sedang berada di dalamnya, masing masing baru menyadari ada yang berbeda dengan perasaan mereka.
Malu tapi mau.
Bermaksud pura pura, eh tahunya kebablasan.
Aneh nya keduanya menggebu demi mendapatkan restu ibu.
"Eh mas … maaf … sempit kamar mandinya, bisa geser sedikit, biar pintunya bisa terbuka." Ujar Sherin kikuk, manakala jarak wajah dan tubuh mereka hanya beberapa centi.
Bima mengangguk kemudian bergeser, hingga Sherin bisa membuka pintu kamar mandi, namun sebelum pintu terbuka lebar, Bima mendorongnya kembali, hingga pintu kamar mandi tertutup sempurna.
Anggap saja Bima sedikit oleng hari ini, pikiran dan perasaan nya mulai tidak sejalan, selama ini ia menolak Sherin karena rentang usia mereka yang cukup jauh, Bima pikir Sherin masih terlalu kecil untuk nya, karena itulah ia tak pernah melirik, apalagi menggubris perkataan Andre, karena jika itu sampai terjadi mungkin saja dunia menganggap nya pedofil, padahal Sherin sudah berada di usia dewasa untuk menikah, dan jaman sekarang rentang jarak 10 tahun bukanlah masalah, karena bahkan ada yang memiliki jarak 20 tahun dengan pasangannya.
Bima benar benar akan mengutuk dirinya sendiri.
Tapi nanti.
Saat ini ia sedang tenggelam dalam suasana baru.
Rasa baru.
Yang selama ini belum pernah ia coba.
Pasti sangat amatir.
Pasti Sherin menganggap dirinya kampungan karena belum pernah berciuman sebelumnya.
Tapi tanpa Bima ketahui, ini pun pertama kalinya bagi Sherin, dan Sherin cukup terkejut manakala Bima tiba tiba menciumnya, padahal saat ini mereka di kamar mandi, awalnya Sherin menolak, tapi Bima menahan tengkuknya, hingga Sherin tak bisa lagi mengelak, tangannya yang semula menggapai di udara, kini sudah menyentuh dada Bima, bahkan menggenggam erat kaos yang Bima kenakan.
Walau masih kaku, keduanya semakin menikmati aktivitas mereka, era****an dan des****an mulai terdengar, mengalun lembut bagai nada dawai yang dipetik oleh sang maestro.
"Ini memang bukan tempat sempurna," ujar Bima ketika bibir mereka terlepas, selagi nafas mereka masih memburu. "Tapi izinkan aku melanjutkan perjuangan kita mendapatkan restu ibu."
Ada ketulusan di dalam tatapan mata Bima, Bima pun tidak main main dengan perkataan nya.
"Aku tidak ingin berpacaran, tapi ketika restu ibu kita dapat, bersediakah kamu menikah denganku?"
🤧 #Gusti … udah ngebet Bima … eta di toilet, cari tempat romantis kek … diketawain setan Bim 👻👻… apa yang terjadi kalo Andre tahu kamu melamar Sherin di kamar mandi, bisa di bully habis habisan 🤣🤣
"Tolong jawab aku, anggap ini pertanyaan terakhirku, tentang hubungan kita, jika kamu tidak setuju mari kita berhenti sampai disini."
Sherin terkejut mendengar pernyataan Bima yang terakhir.
Ia menggeleng kuat, "tidak mas, aku tidak mau di jodohkan, tolong jangan dulu menyerah." Sherin memohon, "tapi pertanyaan mu, tak bisa langsung aku jawab." Ujar Sherin.
"Jika begitu, aku akan berhenti sampai di sini." Pungkas Bima, ia meraih gagang pintu, hendak keluar.
Tapi …
Brak !!!
Kali ini Sherin yang menutup pintu, "Baiklah, ayo kita menikah setelah ibuku memberikan restu," jawab Sherin cepat, karena tak ingin rencananya menolak perjodohan gagal begitu saja, tapi ia justru terjebak dalam lamaran dadakan atasannya sendiri.
Bima tersenyum senang, ia kembali men***um Sherin dengan semangat, kali ini ia sudah belajar dari pengalaman pertamanya beberapa saat yang lalu, pertemuan dua lidah yang indah, saling mencecap rasa baru, dengan nafas yang terus memburu, entah kenapa keduanya bahagia, hingga tak menyadari ada sepasang mata menatap dari balik pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, melihat kemesraan mereka di tempat yang tidak semestinya.
"Dasar mesum, kalian berdua benar benar tidak punya tata krama …" lengkingan suara bu Roro membuat suasana mesra hilang seketika.
😁 #kaaann … othor bilang juga apa, sekarang tertangkap basah kan?? Bima terlalu ngebet sih, maklum sudah bujang karatan.
*
*
*
Kedua muda mudi itu hanya bisa terdiam di kursi pesakitan, sungguh memalukan karena mereka tertangkap basah sedang ber***uman di kamar mandi.
Kini mereka sedang duduk di hadapan ibu dan kedua kakak Sherin.
Mereka Menunduk.
Malu.
Itulah perasaan Bima dan Sherin
Tak bisa lagi berkata kata.
Itulah perasaan bu Roro dan kedua kakak Sherin.
"Jika sudah begini, apa ibu belum juga bisa memberikan restu untuk mereka?" Tanya Bagas dengan nada serendah mungkin.
Bu Roro masih tak bergeming dari keputusan nya, tapi ia juga sangat marah dengan perbuatan Sherin dan Bima.
"Ibu masih berharap, berbesan dengan pakdhe Cokro?" Fandy ikut menanyakan kekakuan sikap sang ibu.
Bu Roro mengangguk, wajahnya tetap dingin sedingin sikapnya yang tetap teguh pendirian.
"Sebegitu pentingkah menjadi besan pakdhe Cokro? Sampai sampai ibu mengabaikan perasaan Sherin?"
"Coba ibu pikirkan lagi, sejak kecil Sherin lah yang paling nurut sama ibu, bahkan Sherin lebih berprestasi di sekolah jika dibandingkan aku dan mas Bagas, sampai sampai Sherin tak memiliki banyak teman, karena ibu memberi banyak larangan untuk bergaul, apa itu masih belum cukup?" Fandi mengeluarkan semua uneg uneg nya, bahkan dirinya pun merasa pasti sangat tak nyaman jika ibu juga memperlakukan nya sama seperti ibu memperlakukan Sherin.
"Belum cukup." Jawab bu Roro.
"Apalagi yang ibu inginkan sebagai syarat menjadi suami Sherin?" Bima memberanikan diri menjawab pertanyaan Sherin, pasalnya ia cukup percaya diri dengan latar belakang pekerjaan, pendidikan, dan sikap yang patut diacungi jempol.
Bu Roro menatap sinis ke arah Bima, "Ningrat, ibu ingin memiliki menantu keturunan ningrat darah biru … TITIK!!!"
Speechless, itulah yang dirasakan Bima dan anak anak bu Roro, ningrat?? Darah biru?? Sungguh kata kata yang membuat siapa saja terkejut.
"Bu di jaman sekarang, mana ada hal hal seperti itu? Era kita sekarang, sangat jauh berbeda dengan era ibu dahulu, walaupun di masyarakat kita masih ada keturunan ningrat berdarah biru, tapi itu sudah bukan menjadi tolak ukur, atau sesuatu yang bisa di banggakan." Kali ini Bagas yang ambil sikap, sungguh tak adil jika Sherin yang harus menjadi penebus luka di masa lalu bu Roro.
"Sing penting, kalau dia bukan keturunan darah biru, ibu tidak akan memberikan restu."
Bu Roro mengakhiri pembicaraan nya, keputusan nya tetap bulat, begitu pula tekad nya.
Klek
Bu Roro pergi ke kamarnya, kemudian mengunci rapat pintu tersebut.
Anak anak bu Roro hanya mampu saling tatap, terlebih Bima yak kini membisu tak bisa lagi berkata kata.
Kata Ningrat dan darah biru berputar silih berganti di kepalanya, apakah sesulit ini jika ingin menikah? Perlukah sebuah status yang pada zaman dahulu dipandang waaah dan mengagumkan di mata masyarakat, dan apakah ia sudah tak lagi memiliki kesempatan mendapatkan restu ibu hanya karena dirinya yatim piatu?.
"Mas Bagas, mas Fandi, ada apa dengan masa lalu ibu? Kenapa kalian tiba tiba mengaitkan restu ibu dengan masa lalu beliau?" Tanya Sherin mulai penasaran.
Bagas dan Fandy saling tatap, keduanya membuang nafas berat, bosan sekali rasanya mengulang semua ini, tapi Sherin harus tahu apa yang terjadi dengan bu Roro di masa lalu, karena kini ia yang menjadi korban keegoisan bu Roro.
"Dahulu Ibu pernah gagal menikah, hanya karena beliau bukan keturunan ningrat berdarah biru, keluarga kekasih ibu menolak mentah-mentah permintaan anak mereka yang ingin melamar ibu yang bahkan tidak memiliki latar belakang keluarga ningrat, apa lagi berdarah biru." Jelas Fandy.
"Lalu pakdhe Cokro, apakah berdarah biru, bukannya pakdhe cokro masih satu buyut dengan ibu?" Sherin semakin antusias.
"Kamu benar, pakdhe Cokro memang bukan ningrat berdarah biru, tapi budhe Cahyani istri dari pakdhe Cokro, masih memiliki garis ningrat darah biru dari solo."
Sherin menatap Bima, dengan pandangan yang entah apa, ada luka mendalam dalam diamnya Bima, sesuatu yang belum bisa Sherin selami, karena baru hari ini ia resmi menyandang status sebagai calon istri Bima, yang Sherin tahu Bima hanyalah seorang anak yang dibesarkan di panti asuhan.
Merasa sedang diperhatikan, Bima pun menoleh, "aku hanya anak yatim piatu, apakah hal itu akan membuatmu berubah pikiran seperti ibu?"
Sherin menggeleng yakin, mendapat dukungan dari kedua kakak nya sungguh sangat berarti bagi Sherin, kini ia yakin tak salah keputusan nya memilih Bima, karena di hadapan tuhan semua manusia memiliki derajat yang sama, yang membedakan hanya amal ibadahnya saja.
.
.
.
.
.
maaf yah kemarin gak up eps baru, karena othor sedang menyiapkan eps di cerita yang lain 😁 jangan khawatir, masih di rumah kesayangan kita NToon.
.
.
.
1300 kata nih, plis tinggalkan komentar dan jejaknya yah, boleh banget kalau mau kritik dan saran, plis jangan nyinyir ... hati othor selembut Marshmellow, gak bisa bertahan karena komentar julid 🥴
.
.
.
.
.
.
sarangeeeeee 💛💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
thir tlng dong info urutan cerita yng hrs dibaca dl yng ada hubungannya ma dean jg adhis
2025-01-23
1
Rusmini Rusmini
paling malez main darah darahan darah merah darah biru darah muda darah kotor /Smug//Smug/
2024-12-13
1
himawatidewi satyawira
yaah ibu..darah biru susah di cari, darah hitam bnyk di bengkel (oli)
2025-01-23
0