BAB 7.

BAB 7.

Bima dan Sherin tiba di rumah pukul 7, rupanya tempat penjual asinan favorit bu Roro, letaknya tak jauh dari rumah Sherin, tadi mereka tak butuh waktu lama untuk membelinya.

Bu Roro yang sejak usai maghrib duduk di teras, segera masuk ke dalam rumah manakala melihat Sherin tiba bersama Bima, hatinya masih tertutup untuk pria pilihan Sherin.

"Maaf ya pak, ibu masih marah." 

"Gak papa, besok aku datang lagi, sekarang masuklah, aku langsung pulang." 

"Terima kasih pak," 

Hanya itu yang bisa Sherin ucapkan pada atasannya tersebut.

Bima pun kembali masuk ke mobil, lupa bahwa ia belum makan malam, dan Sherin pun lupa mempersilahkan Bima masuk.

Tok

Tok

Tok

"Assalamualaikum bu …" 

"Waalaikumsalaam." Jawab bu Roro singkat, dari balik pintu kamarnya.

"Mas Bima beli asinan untuk ibu, mau di makan sekarang atau besok?" 

Sunyi tak ada jawaban.

"Baiklah … ku simpan di kulkas ya bu …" 

Sebenarnya di balik pintu, bu Roro sudah mulai menelan k, itu adalah makanan favorit nya sejak dulu, tapi kenapa harus Bima yang membelinya, anak muda yang membuatnya batal berbesan dengan salah seorang keluarga ningrat darah biru.

Setelah mengunci pagar dan pintu depan, Sherin pun masuk ke kamarnya sendiri, sebenarnya ia lapar, tapi melihat sikap dingin bu Roro, Sherin pun mengabaikan rasa laparnya, karena merasa lapar ia jadi teringat Bima.

"Mas Bima belum makan," gumam nya risau.

Sherin segera menyambar ponselnya.

Panggilan terhubung.

"Iya …" Bima Menjawab dari seberang.

"Ya ampun pak, maaf aku lupa kalau pak Bima belum makan,"

Bima yang sedang menikmati sate di warung langganannya pun terdiam, senang sekali rasanya, kini ada yang memperhatikan dirinya.

"Gak papa, masih ada lain kali, itupun kalau kamu izinkan."

Sherin tersenyum simpul, "baiklah, lain kali saja," jawab Sherin malu. "Jangan lupa makan ya pak," 

"Hmm, kamu juga yah." 

Bima mengakhiri panggilan, rasanya ingin berteriak keras.

***

Keesokan harinya.

Karena hari sebelumnya Bima mengantar Sherin pulang, maka pagi ini pukul 06.30 Bima sudah berada di depan rumah Sherin, secara kebetulan bu Roro yang membukakan pintu.

"Assalamualaikum bu …" 

"Waalaikumsalaam, kamu lagi, tidak punya pekerjaan lain?" Usai menjawab salam, bu Roro langsung memberikan pertanyaan.

"Pekerjaan, ya jelas ada bu, ini saya mau berangkat kerja, karena motor Sherin masih tertinggal di hotel, jadi saya jemput sekalian bu." Jawab Bima ala kadarnya.

"Alasan, bilang aja lagi caper."

"Lho … kok ibu tahu?" 

Mendengar jawaban Bima bu Roro semakin kesal, kemudian berbalik pergi.

"Bu … saya tidak disuruh masuk?" Tanya Bima.

"Terserah …" jawab bu Roro.

"Lho mas, kok gak bilang kalau mau jemput?" Sapa Sherin riang.

"Iya, baru ingat kalau motor kamu masih di hotel, jadi aku mampir."

"Ayo masuk sarapan, tadi ibu masak nasi goreng."

Bu roro menyajikan 2 porsi nasi goreng, "gak cukup, ibu cuma masak untuk 2 orang, lagi pula nasinya sudah habis,"

"Gak papa bu, aku bisa berbagi," jawab Sherin.

"Jadi suami belum tentu, kelaparan sudah pasti." Sindir bu Roro terang terangan.

Sherin dan Bima hanya saling lempar senyuman.

"Duduk mas, aku ambil piring satu lagi."

Walau dengan segala rasa tak mengenakkan, akhirnya Bima pun ikut bergabung di meja makan.

Bahkan bu Roro sudah memulai suapan pertama nya, tanpa menunggu Bima dan Sherin.

Sherin kembali dengan piring, kemudian membagi dua nasi goreng miliknya.

Bima memperhatikan dengan seksama bagaimana Sherin memperlakukan dirinya, pasti akan menyenangkan jika sejak dulu ia menikah, tentu apa yang saat ini ia rasakan, akan terjadi setiap hari, ada seseorang yang menyiapkan sarapan, menunggunya selepas pulang kerja, bahkan mengurus rumah dan anak anak, memiliki keluarga sendiri, bersama seorang wanita yang akan menemani hari harinya, setidaknya ia akan terbebas dari bully an si kembar Geraldy.

Tiba tiba setitik harapan muncul, harapan yang selama ini belum pernah ingin dia wujudkan sekalipun.

Harapan memiliki seorang istri.

"Mas …" Sherin menyenggol pundak Bima.

Bima pun tersadar dari lamunannya. 

"Oh … iya?" Tanya nya.

"Kok malah melamun, ayo segera sarapan, jalanan pasti sudah macet sekarang." 

Bima mengangguk, ia pun memulai sarapannya.

Bahkan ia baru menyadari jika di hadapannya sudah ada secangkir kopi.

"Terima kasih …" bisik Bima, yang jelas jelas masih terdengar di telinga bu Roro.

Bu Roro mulai merasa mual, melihat tingkah Sherin dan Bima, yang dalam pandangannya terkesan dibuat buat.

"Gak usah sok mesra di depan ibu, justru ibu semakin mual." Ucap bu Roro sembari meninggalkan meja makan.

***

Hampir setiap hari Bima mengantar jemput Sherin, namun hal itu belum juga mampu membuat bu Roro melunakkan hatinya, justru semakin lama semakin dingin, bahkan jika Sherin berkisah tentang Bima, seketika bu Roro beranjak pergi meninggalkan Sherin.

Namun di pihak Bima? Semakin sering mendapatkan penolakan, membuat Bima semakin bersemangat, entah apa yang dia inginkan, bahkan hingga saat ini hubungannya dengan Sherin tak pernah meningkat, kekasih bukan, calon suami apa lagi, mereka berdua hanya merasa nyaman dengan apa yang sedang mereka jalani saat ini.

Pagi ini adalah hari minggu, dan Bima sedang sangat iseng, lagi pula tidak ada yang bisa ia lakukan di apartemen, jadilah pagi pagi sekali ia sudah mengetuk pintu rumah bu Roro.

"Kamu lagi," sapa bu Roro, bahkan belum sempat Bima mengucapkan salam.

"Maaf bu kalau saya mengganggu,"

"Baguslah jika kamu tahu, kamu memang mengganggu, sejak pertama kali datang ke rumah ini, kamu sudah mengganggu, bahkan kali kedua, kamu membuat ibu semakin membencimu, setiap saat kemari memuat ibu muak dengan hubungan kalian," semprot bu Roro tanpa jeda, ia bahkan tak memberikan Bima kesempatan berbicara.

Dari dalam rumah, Sherin menampakkan senyuman, manakala melihat kedatangan Bima.

"Syukurlah Mas Bima datang bu, kita tidak perlu menunggu mas Bagus untuk mengganti lampu kamar mandi." Seru Sherin bahagia.

"Heh?" Bika masih membeo.

"Aku minta tolong mas, sejak tadi aku sudah coba, rupanya tubuhku memanglah kurang tinggi untuk mencapai lampu, sia sia saja sejak pagi aku angkat kursi bahkan tangga lipat." Lapor Sherin pada Bima.

"Sini biar mas saja yang pasang, permisi bu, saya mau bantu Sherin pasang lampu kamar mandi." 

Rupanya lampu kamar mandi yang dimaksud Sherin, berada di kamar bu Roro, walau sedikit canggung Bima mencoba bersikap biasa saja, kamar mandi yang tidak terlalu luas, ditambah tangga lipat membuat keduanya terpaksa berdiri berdesakan.

Gugup, sudah pasti, siapa yang tak gugup berduaan di dalam kamar mandi, layaknya sepasang suami istri, tapi mereka bahkan bukan pasangan kekasih.

"Maaf pak, kamar mandinya sempit, saya cuma mau bantu pegang tangga," ucap Sherin tak nyaman.

Bima mengangguk, sejujurnya di dalam dadanya seakan akan ada pertunjukan marching band, bergemuruh, bertabuh, menciptakan nada tak beraturan.

Dengan sangat perlahan Bima menaiki tiap undakan anak tangga, sementara Sherin memegang ponsel, dalam posisi lampu senter menyala, "ini lampunya mas," Sherin mengulurkan lampu, yang tadi ia letakkan di rak sabun.

Usai Bima melaksanakan tugasnya.

"Coba kamu nyalakan," Sherin sedikit menggeser pintu agar tangannya bisa menggapai tombol lampu yang berada di luar kamar mandi.

Tak lama lampu menyala terang, "ah Syukurlah … sudah menyala lagi," ucap Sherin dengan wajah bahagia.

Saking bahagianya, Sherin tanpa sengaja menyenggol tangga yang sejak tadi memang sudah bergoyang, jika Sherin tak memegangnya.

"Aaaahh …" Bima berteriak, tangannya menggapai mencari pegangan, namun sia sia.

Dan 

Sherin, dengan sigap memeluk kedua kaki Bima, agar posisi pria itu kembali Stabil.

"Maaf, maaf mas, aku lupa memegang tangganya, ayo aku bantu turun,"

Bima pun turun perlahan, "hati hati …" ucap Sherin, ketika ia memegang tangan Bima tanpa sadar.

Kamar mandi yang sempit, di tambah keberadaan tangga membuat keduanya terdiam saling bertatapan.

.

.

.

.

.

Hayooo … Bima … di kamar mandi woooyy … banyak setannya, buruan keluar, keburu di senggol setan 😈

🤭

Terpopuler

Comments

Rusmini Rusmini

Rusmini Rusmini

maju terus pantang mundur go Bima go Bima go go /Heart//Heart/

2024-12-13

1

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

setan mah anteng di pojokan

2025-01-23

0

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

ibu ngidam?

2025-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!