PoV Aldi
Setelah pengakuan cinta Nilam, hari ini aku tidak bisa menahan diriku untuk menciumnya. Saat itu aku mau dia seutuhnya. Aku mau merasakan kehangatan tubuhnya di tubuhku dan merasakan kelembutan tubuhnya yang begitu mempesona. Bagaimanapun aku berpikir bahwa dia sudah kehilangan kesadarannya atas sentuhan yang aku berikan padanya.
Aku merasa bahwa dia tengah mencoba untuk menolak dan aku tidak mau menyentuhnya jika dia memang tidak mau memberikan dirinya sendiri kepadaku dengan seluruh hatinya. Bahkan jika aku harus menunggu lebih lama lagi, aku lebih memilih menunggu daripada kehilangan dia.
Dia menjadi seseorang yang begitu berarti dalam hidupku dan dengan bersama dirinya rasanya begitu berbeda, tidak seperti bersama dengan wanita lainnya. Nilam menjadi bagian dari diriku dan aku mau menjadi bagian dari dirinya.
Beberapa minggu berikutnya hubungan kami menjadi lebih baik, karena hal itu bahkan kami disebut sebagai pasangan terbaik di kampus. Beberapa hari ini aku tidak kembali pulang ke rumah dan aku lebih memutuskan menghabiskan hariku di apartemen pribadiku atau di tempat Nilam. Saat aku berada di rumah, aku hanya berharap untuk bisa melihat Nilam hari berikutnya.
Dia menjadi cahaya dan alasan kenapa aku bisa begitu bahagia dan ingin memulai sebuah keluargaku sendiri dan tidak menghiraukan hubungan orang tuaku yang gagal.
Dengan beberapa minggu kami berkencan, aku menjadi teman dekat dengan Bu Amelia, meski putrinya itu benar-benar tidak terbuka tentang hubungan kami. Dia hanya bicara kepadaku tentang Mama nya dan adik kecilnya, dia tidak tahu bahwa aku sudah mengenal Mama nya sejak 6 bulan yang lalu.
"Ikut lah denganku. Aku akan memperkenalkan mu pada seseorang yang spesial." Ucap Nilam memegang tanganku saat kami berjalan di jalanan kota.
"Seseorang yang spesial? Aku pikir bahwa akulah orang spesial itu." Ucapku bertingkah seperti kucing kecil tapi dia hanya memutar matanya malas.
"Nilam Yuniarta Widuri, apakah kau baru saja memutar matamu kepadaku?" Ucapku.
"Tidak, aku memutar pinggulku kepadamu." Ucapnya menggoda aku dan menarik aku keluar dari kampus bersamanya.
Setelah beberapa saat, kami akhirnya tiba di rumah sakit dan aku akhirnya mengerti kenapa kami ada di sini. Dan aku harus mengakui bahwa aku sedikit tersentuh. Tapi bagaimana jika dia mengetahui bahwa aku sudah mengenal Mama nya. Bagaimana reaksi dirinya nanti?
Aku mencoba untuk menghilangkan pikiran itu menjauh dari kepalaku dan aku membiarkan takdir yang menentukan semuanya.
"Biarkan aku memperkenalkan mu kepada Bu Amelia Widuri, Mama ku." Ucap Nilam dengan tersenyum sumringah.
Tapi Bu Amelia tidak merasa asing padaku. Jadi aku mendekat ke arahnya dan memegang tangannya memberikan sebuah ciuman di tangannya itu.
"Bagaimana kabarmu Senorita Amelia?" Ucapku.
"Oh kau ternyata kau Aldi. Aku senang kau datang kemari bersama dengan Nilam hari ini." Ucap Bu Amelia dengan senyuman cerah di wajahnya.
"Iya Senorita Amelia. Kau terlihat lebih cantik hari ini." Balas ku.
"Aku selalu terlihat cantik menurut perspektif dan pujian mu itu. Apakah Nilam ku selalu menerima pujian yang manis darimu juga?" Tanya Bu Amelia.
"Kau sudah seharusnya menerima lebih pujian daripada yang dia dapatkan." Balas ku.
"Ucapan mu benar-benar begitu manis." Ucap Bu Amelia.
"Kau pantas mendapatkannya Senorita Amelia." Ucapku.
Aku terus mengobrol dengan Bu Amelia dan itu terasa nyaman seperti biasanya.
"Hentikan!" Ucap Nilam menyela kami berdua dan aku melihat ke arahnya.
"Sayang, apakah ada yang salah?" Tanya Bu Amelia.
"Aku mau tahu sesuatu. Bagaimana kalian berdua bisa mengenal satu sama lain?" Tanya Nilam.
"Iya, sebenarnya sejak beberapa bulan yang lalu." Jawab Bu Amelia.
"Iya aku bertemu dengan Bu Amelia beberapa bulan yang lalu dan kami tiba-tiba menjadi teman." Ucapku.
"Kekasihmu ini sangat baik. Kau tidak akan bisa memilih pasangan yang lebih baik darinya." Ucap Bu Amelia.
"Itu artinya kalian sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Kau tahu bahwa dia adalah Mama ku dan dia tahu bahwa kita tengah dalam hubungan berpacaran." Ucap Nilam.
"Iya." Balas ku dan Bu Amelia secara bersama.
"Dan kau bahkan tidak berpikir semua ini adalah hal yang penting untuk mengatakan kepadaku semua tentang hal ini?" Ucap Nilam kepadaku.
Saat itu aku melihat kekecewaan di wajah Nilam. Tapi aku tahu bahwa hal ini memang sangat penting bagi dirinya yang seharusnya aku tidak merahasiakan ini darinya. Aku tidak bermaksud menyakitinya dengan menyembunyikan ini darinya. Tapi dia begitu marah kepadaku dan tidak akan mengatakan apapun sampai kami meninggalkan rumah sakit.
Aku membuka pintu mobilku untuknya agar membuat dia masuk ke dalam mobil. Tapi dia tidak mau mendengarkan aku.
"Nilam, jangan keras kepala seperti itu. Masuklah ke dalam mobil. Ini sudah terlambat." Ucapku.
"Jangan khawatirkan tentang aku. Aku bisa mengurus diriku sendiri dengan sangat baik. Jadi pergilah dan biarkan aku sendiri." Teriak Nilam dan melanjutkan langkahnya yang tetap kesal.
Tapi bagaimana aku bisa membiarkan dia seperti itu. Aku lalu memarkirkan mobilku dan mencoba mengikuti kemana Nilam pergi. Tapi kemudian aku mendengar dia berteriak.
"Aaahhh.... Lepaskan tanganmu dariku." Teriaknya.
Aku begitu panik pada saat itu dan dengan cepat berlari ke arah di mana aku mendengar suaranya.
"Nilam...." Teriakku.
"Aldi....!!" Ucapnya yang juga berteriak.
Aku begitu kesal saat aku melihat beberapa orang pria tengah memegang Nilam seperti hendak membawa Nilam pergi. Mereka berani menyentuh Nilam dan aku tentu tidak akan membiarkan mereka pergi tanpa hukuman dariku.
"Kalian berani-beraninya menyentuhnya." Ucapku.
"Memangnya kenapa jika kami menyentuhnya? Apa yang akan kau lakukan? Apakah kau pikir bahwa kami akan takut dengan seorang lelaki ingusan seperti dirimu?" Ucap mereka.
"Lelaki ingusan, hah? Biar aku tunjukkan seperti apa lelaki ingusan ini bisa lakukan saat seseorang menyentuh kekasihnya." Ucapku.
Dengan hanya beberapa gerakan, aku bisa menghajar keempat pria itu kemudian Nilam mengikuti caraku untuk melakukan bela diri yang aku ajarkan untuk bisa ikut melawan para pria yang hendak menyakitinya itu. Aku merasa begitu bangga dengan murid ku ini.
Saat dia berlari ke arahku dengan tersenyum, aku rasa bahwa amarahnya kepadaku sudah pergi menjauh. Tapi itu belum juga berakhir, mataku membelalak saat aku menyadari bahwa salah satu pria itu berdiri dan hendak menyerang Nilam dengan sebuah pisau.
"Nilam...." Teriak ku melompat untuk menyelamatkannya dan membiarkan diriku ditusuk agar dia tidak terluka.
Aku merasa sakit saat pisau itu menancap padaku. Tapi kemudian aku melihat wajah Nilam yang tampak terkejut dan begitu ketakutan di matanya. Kelihatannya dia khawatir kepadaku. Tapi aku senang bahwa dia baik-baik saja. Jadi untuk menghindari kemungkinan yang lainnya, aku harus menghajar pria yang menusuk aku itu.
"Aldi...." Ucap Nilam dengan suara yang parau.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments