"Aku akan melakukan apapun, tapi kumohon hapus itu dan jangan memposting foto itu." Ucapnya.
Dia melunak dan aku pikir bahwa dia tengah melakukan prank terhadapku. Namun kemudian aku melihat ketakutan di dalam matanya. Tapi kenapa dia begitu takut padaku untuk memposting foto itu saat setiap gadis lainnya memimpikan hal itu di sekolah ini.
"Baiklah, aku tidak akan memposting foto itu. Tapi kau harus berjanji sesuatu kepadaku." Ucapku.
"Apapun yang kau mau. Tapi ku mohon jangan posting foto itu." Balasnya dengan tubuh yang masih gemetar.
"Baiklah, jadi kau harus menjadi kekasih palsuku." Ucapku kepadanya.
"Tapi kenapa?" Ucapnya bertanya kepadaku.
"Oh jadi kau lebih memilih untuk menjadi kekasihku yang sebenarnya?" Tanyaku kepadanya.
"Bermimpi saja." Balasnya.
"Kalau begitu semuanya sudah diatur. Mulai hari ini kau harus menjadi kekasihku sampai hari di mana aku bosan kepadamu." Ucapku padanya.
Dia menatap ke arahku dengan tatapan marah. Namun dia tampak menggigit bibirnya yang berwarna merah muda itu, sebelum dia membalas ucapan ku dengan penuh pertimbangan.
"Baiklah, maka kau bisa menghapus foto itu." Ucapnya padaku.
"Tidak." Balas ku.
"Tapi kenapa? Aku sudah setuju untuk menjadi kekasihmu." Ucapnya.
"Aku akan menyimpan semua ini sebagai garansinya." Balas ku.
"Aku adalah seorang gadis yang memegang janjiku." Ucapnya padaku.
"Hanya sebagai jaga-jaga saja. Aku akan menyimpannya." Ucapku padanya.
"Sialan kau." Ucapnya padaku.
"Ah ingat hal ini, nama kekasihmu ini adalah Aldi Erfandi... Aldi... harus kau ingat itu." Ucapku padanya.
"Dasar brengsek... Ciuman pertamaku sudah dicuri olehnya." Ucapnya dengan begitu pelan agar aku tidak bisa mendengarkan apa yang dia katakan.
Tapi aku masih bisa mendengar ucapannya dan sebuah senyuman terukir di bibirku saat aku memikirkan bahwa aku adalah pria pertama yang bisa merasakan bibir merah mudanya yang begitu lembut itu.
Meski sebenarnya ciuman itu terlalu singkat, tapi aku bisa merasa begitu puas karena sudah bisa menciumnya dan semua itu terasa seperti aku sudah mendapatkan ceri yang sangat langka dan merasakannya di dalam mulutku.
Sekarang aku sudah merasakan bibir itu. Aku rasa aku tidak akan membiarkan dia meninggalkan sisiku dengan begitu mudah.
"Nilam Yuniarta Widuri..."
...****************...
Nilam PoV
"Benar-benar pria brengsek, psiko, pria bodoh badjingan, pria sialan... Aku benar-benar ingin meninju wajah pria idiot itu sampai mati."
Kata-kata kotor itu terus saja aku tujukan kepada Aldi. Tapi bantal ku yang malang lah yang harus bertahan dari kemarahan ku kepada pria yang berani mencuri ciuman pertamaku itu. Aku bertaruh jika bantal ini adalah benda hidup, dia mungkin sudah lelah mencoba untuk kabur dari tanganku dan mungkin berusaha berlari keluar dari kamarku.
"Nilam ku yang malang! Siapa yang sudah membuatmu kesal?" Tanya Lila dengan wajah yang tampak khawatir melihat ke arahku karena aku tidak pernah merasa senang saat aku kembali ke kos ini.
Perasaanku memang sangat kesal saat aku terus mengingat tentang insiden yang terjadi bersama Aldi itu. Aku tidak bisa menahan diriku dan bibirku terus merasa frustrasi untuk menyumpahi pria itu.
Lila adalah teman baikku. Tapi kami juga membagi kamar yang sama di kos yang berada dekat dengan kampus kami. Kami sama seperti dua saudara dan benar-benar yang terbaik. Jadi kami tidak memiliki rahasia satu sama lain. Setelah itu, aku lalu mengatakan semua yang terjadi kepada dirinya di dalam gudang itu bersama dengan Aldi.
"Apa???"
Lila berteriak setelah mendengarkan apa yang aku ceritakan kepadanya.
"Oh ya Tuhan, kau kehilangan ciuman pertamamu oleh Alden Erfandi dan sekarang kalian berdua sebenarnya sudah berkencan?" Ucap Lila.
"Tentu saja, itulah apa yang aku katakan padamu."
Aku mengatakan hal itu dengan ekspresi yang suram, karena aku tidak senang dengan situasi itu. Tapi aku juga tidak bisa menghindarinya.
"Oh ya Tuhan, Nilam.... Kau sangat beruntung."
Mulutku menganga melihat reaksi tidak terduga dari Lila. Akulah yang menjadi korban di sini. Tapi kenapa dia malah memberikan aku reaksi seolah aku telah memenangkan sebuah jackpot besar.
"Yang benar saja Lila, apa yang kau katakan? Bukankah kau seharusnya ada di sisiku untuk membantu aku menyumpahi pria brengsek yang membully aku itu?" Ucapku.
"Bagaimana mungkin aku menyumpahi Pangeran tampanku itu." Ucap Lila.
Setelah mendengarkan ucapannya, aku tidak bisa mengatakan apapun lagi. Aku tidak bisa mengucapkan satu patah kata pun. Aku bahkan merasa lebih marah dari sebelumnya.
Seharusnya sahabat baikku ini mendukung dan membantu aku untuk menghadapi pria bodoh itu. Tapi kenapa ini seolah terlihat seperti semuanya berubah secara tiba-tiba.
"Tentu saja aku tidak bisa menyumpahi dia. Aldi adalah pria yang paling dimimpikan oleh semua gadis di kampus. Aku akan merasa begitu senang jika aku bisa menjadi kekasihnya suatu hari nanti." Ucap Lila.
"Apa yang begitu baik tentang pria brengsek itu?" Tanyaku.
"Dia adalah pria terkaya di kampus kita, pintar, tampan, menggemaskan dan mempesona. Gadis manapun akan jatuh cinta kepadanya sejak pertama kali melihat dia." Ucap Lila.
"Jangan katakan kepadaku bahwa kau adalah salah satu dari gadis yang menyukainya." Balas ku.
"Tentu saja aku selalu menyukai dirinya. Tapi aku tahu bahwa dia benar-benar di luar kemampuanku. Tapi kau kau begitu beruntung karena dia tertarik kepadamu." Ucap Lila kepadaku.
'Apakah gadis ini benar-benar sahabatku?' pikirku dalam hati saat dia terus memuji pria yang dia sebut pangerannya itu dan mengabaikan fakta bahwa pangerannya itu memperlakukan dengan buruk dan mencuri ciuman pertama dari sahabat baiknya ini.
'Lupakan saja.' pikirku dalam hati lagi.
Aku kemudian berbaring di atas tempat tidur.
Besok akan menjadi hari yang baru dan aku berharap akan menjadi lebih baik dibandingkan hari ini. Aku lantas menutup mataku. Tapi bayangan pertama yang ada di dalam pikiranku adalah bayangan pria brengsek itu dan momen dia mencium aku.
Aku tidak bisa percaya bahwa aku harus bermain peran sebagai kekasihnya.
...****************...
Dua hari akhirnya berlalu dengan lancar dan aku melakukan yang terbaik untuk bisa menghindari Aldi. Aku tidak bisa percaya bahwa aku bahkan bisa mengingat namanya. Dia bukanlah orang yang penting bagiku. Jadi aku seharusnya bisa melupakan namanya. Tapi aku tidak bisa atau pikiranku tidak mau membiarkan aku untuk melupakan tentang dirinya.
Tapi aku sangat senang karena aku tidak perlu berurusan dengannya selama 2 hari. Aku harap semuanya akan selalu seperti ini sampai aku akhirnya lulus nanti. Bagaimanapun ini semua sudah terjadi, meski aku berharap semua ini hanyalah mimpi.
"Ayo Lila, ikut aku ke perpustakaan." Pintaku menarik Lila saat aku melihat sosok Aldi dari kejauhan.
"Tapi kenapa? Kau tidak pernah suka pergi ke perpustakaan sebelumnya." Ucap Lila.
"Iya, tapi aku selalu butuh untuk pergi ke sana. Jadi apakah kau mau ikut denganku atau tidak?" Ucapku pada Lila.
"Oke, baiklah. Ayo pergi kalau begitu." Balas Lila.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments