Hubungan Dengan Nilam

PoV Aldi

Momen aku melihat Sinta mencoba untuk menyakiti Nilam dan dia bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri. Mungkin aku terlalu menganggap kemampuan bela dirinya itu cukup hebat. Dia adalah kucing liar, namun tidak bisa melawan para gadis yang tengah memegang dirinya. Aku tahu bahwa para gadis itu sangat kuat, karena mereka berlatih beladiri bersamaku. Sudah tentu bahwa Nilam terlalu lemah dibandingkan dengan mereka.

Sinta mendekat ke arah Nilam dengan tujuan untuk melukai wajah Nilam. Tapi aku tiba di saat yang tepat dan langsung memegang pecahan botol kaca yang dipegang Sinta itu yang langsung menyebabkan luka bagi diriku sendiri. Tapi semua itu tidak masalah bagiku karena hanya keselamatan Nilam yang paling penting bagiku saat itu.

Menghadapi sekelompok wanita ****** itu tidak terlalu sulit bagiku, karena karir orang tua mereka dalam hal bisnis berada dalam tanganku. Aku hanya perlu untuk mengingatkan mereka tentang dimana posisi mereka dan mereka pun akhirnya pergi. Aku melakukan hal yang sama kepada Sinta dan jujur saja saat itu aku benar-benar ingin menyerangnya sampai mati. Tapi aku tidak bisa melakukannya karena Nilam dan tentu saja aku tidak mau membuat Nilam menjadi takut.

Sekali saja aku mendekati mereka, mereka pun lalu pergi. Aku berjalan mendekat ke arah Nilam dan melihatnya beberapa saat dan kemudian dia hendak mengatakan sesuatu, namun aku dengan cepat memeluknya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku memang melakukan hal itu. Aku hanya merasa ingin membawa dia dalam pelukanku. Aku mau merasakan kehangatan tubuhnya dan aroma tubuhnya saat aku mendekap dirinya.

Aku tengah memeluknya, namun dia tidak menolak dan mencoba untuk melepaskan dirinya dariku. Tubuh kami benar-benar berpelukan sempurna dan aku berharap bahwa aku bisa memeluknya sedikit lebih lama. Tapi kemudian aku melonggarkan pelukanku dan melepaskan dia dari dalam pelukanku.

"Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku tentang apa yang sudah kau lalui?" Ucapku kepadanya.

Namun dia hanya diam dan aku melanjutkan ucapan ku.

"Sebagai seorang pangeran tampan, bagaimana aku bisa membiarkan orang lain membully sang putriku."

"Putri? Apa yang kau bicarakan? Siapa putri yang kau sebut itu?" Protesnya.

Sebenarnya aku mengerti kenapa dia seperti itu. Tapi itu semua terlihat seperti aku dapat merasakan ketakutan dari dalam matanya saat itu dan kucing liar ku itu pun sudah kembali lagi.

"Semua orang di kampus ini menyebut aku sebagai pangeran tampan. Jadi tentu saja kekasihku adalah yang menjadi putri nya." Ucapku dengan bangga.

"Kekasihku apanya? Apakah kau tahu bahwa aku hampir dibunuh karena menyandang status itu?" Teriaknya dan aku memegang wajahnya dengan telapak tanganku dan dia langsung berhenti bicara.

"Tidak lagi." Ucapku meyakinkan dia.

"Huh...!" Balasnya.

"Selama aku ada di sini, tidak akan ada yang pernah bisa menyakiti dirimu." Ucapku.

"Kau... Kau..." Ucapnya yang tidak bisa mengatakan apapun dengan jelas.

"Percaya kepadaku Nilam Yuniarta Widuri." Ucapku.

Dia tetap saja diam dan tidak mengatakan apapun.

"Percaya kepadaku. Aku tidak akan pernah membiarkan orang lain menyakiti dirimu." Ucapku lagi.

Aku mengatakan kepadanya hal itu Dan aku sebenarnya tidak pernah mengatakan hal ini kepada gadis manapun dan juga membuat sebuah janji pada mereka. Tapi selama itu adalah dirinya, aku merasa bahwa aku bisa berjanji, bahkan aku mampu menjanjikan dia bulan jika itu mungkin aku lakukan.

"Nikmatilah keuntungan untuk menjadi kekasihku." Ucapku kepadanya.

Dia tidak dapat mengatakan apapun dan hanya terdiam. Aku tidak tahu jika ucapan ku menyentuh hatinya yang terdalam. Tapi dia tidak bergerak sedikit pun. Dia benar-benar menatap mataku dan aku juga kehilangan kendali diriku saat menatap ke arah matanya. Kemudian tatapanku beralih ke arah bibirnya yang berwarna pink yang mendadak terbuka dan itu memberikan tatapan mataku seolah tengah melihat buah yang sangat manis yang menunggu aku untuk mencicipinya.

Aku ingin mencicipi bibir yang memberikan aku kekuatan yang besar itu. Aku perlahan mendekat ke arah bibir itu dan dia tidak mendorong ku untuk menjauh darinya. Tapi saat bibir kami tinggal sedikit lagi bersentuhan, pintu dari toilet tiba-tiba terbuka dan ada seseorang yang mengganggu kami.

"Nilam, aku dengar bahwa...."

Lila berhenti bicara saat dia melihat kami hendak berciuman. Tapi aku yakin bahwa itu bukanlah alasan apa yang membuat dia terkejut. Aku hampir lupa bahwa aku masih berada di dalam toilet wanita.

"Apa yang terjadi di sini?" Ucap Lila bertanya.

Aku pun dengan cepat terbatuk untuk mengubah situasi canggung itu.

"Nilam, bisakah kau membawa aku ke ruang perawatan untuk mengobati luka ku ini?" Ucapku kepada Nilam.

"Iya. Lila aku akan pergi mengantar Aldi ke ruang perawatan. Aku akan menemui mu nanti." Ucap Nilam.

Nilam pun segera ikut denganku pergi ke ruang perawatan. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku rasa sejak hari itu hubungan kami pun berubah.

Seperti yang aku harapkan. Tujuh minggu kemudian Nilam begitu dekat denganku. Tentu saja dia belum mau setuju bahwa dia adalah kekasihku dan belum mau mengakui perasaannya. Tapi aku tahu bagaimana dia menyembunyikan perasaannya dan bahkan jika dia mencoba untuk tidak menunjukkannya kepadaku. Kami selalu melakukan apapun berdua seperti yang pasangan kekasih lakukan.

Seperti sekarang ini, kami sedang berada di kantin.

"Aldi....." Teriak Nilam menatap ke arahku.

Tapi aku tidak menghiraukannya.

"Beraninya kau menyentuh baksoku." Ucapnya lagi.

"Aku rasa ini lebih enak saat ini berasa dari dalam mangkuk mu." Ucapku dengan tersenyum.

Tapi Nilam terus menatap ke arahku dengan kesal.

Beberapa minggu ini kami selalu bersama. Aku pun akhirnya menyadari bahwa Nilam benar-benar menyukai bakso. Aku sebenarnya tidak terlalu menyukai bakso seperti dirinya. Tapi aku sangat suka saat kucing liar ku ini mengeluarkan cakarnya untuk mengamankan baksonya itu.

"Aldi Erfandi, kau harus membelikan aku bakso lagi." Ucapnya memberikan aku tatapan mematikan.

Tapi aku malah menganggap itu terlihat menggemaskan.

"Baiklah, kau bisa mengambil milikku." Ucapku mengambil bakso dari dalam mangkukku dan langsung mengarahkan ke mulutnya, tapi dia terlihat terkejut.

"Ada apa Nilam Yuniarta Widuri? Tidakkah kau menginginkannya? Tidak masalah jika kau tidak mau, maka aku akan....."

Aku hendak mengambil bakso itu kembali dari jangkauannya. Tapi dia langsung memegang tanganku dan menarik garpu ke arah mulutnya untuk menggigit bakso itu dari garpu milikku.

Aku tersenyum karena aku menganggap bahwa itu adalah ciuman tidak langsung kami. Jadi aku mengambil bakso lainnya dengan garpu ku dan langsung mengarahkan ke mulutnya dengan sebuah senyuman. Tapi dia melihat ke arahku seolah dia sudah mengetahui bagaimana rencana ku.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!