Setelah lama saling memuaskan satu sama lain, Alves pun membiarkan tubuh polos Elly untuk tidur di atas dada bidangnya.
“Apa kau sudah melupakan rasa takutmu sebelumnya?” Alves sedang membahas soal Elly yang beberapa waktu lalu sempat mual dengan kondisi tangan juga kaki gemetar yang artinya memang ketakutan.
Takut dengan pertemuan bersama dengan pria asing, yaitu Aiden.
“Jika kau tidak bertanya, aku memang sudah melupakannya.”
Alves jadi tersenyum tawa mendengar jawabannya Elly ini.
“Tapi-”
“Tapi apa?” Alves menunggu-nunggu jawaban dari Elly.
Tapi saat kata terakhir itu di ucapkan, Elly sama sekali tidak merespon pertanyaannya tadi.
“Elly?” Tanya lagi Alves. Dia mencoba menundukkan kepalanya, dan ingin melihat wajah Elly yang ada di atas dada bidangnya.
Akan tetapi Elly yang Alves pikir sedang tertidur itu, sebenarnya tidak tertidur. Karena Alves sempat menepuk pelan pipi Elly, tapi Elly sendiri sama sekali tidak merespon tindakannya itu, yang artinya hanya ada satu hal, yaitu Elly sedang pingsan.
“Apa dia kambuh lagi?” Kernyit Alves.
Karena sudah sedemikan itu, Allves pun membawanya keluar dari kamar mandi.
_______________
“Aduh, Alves. Kau kan tahu sendiri, dia belum pulih, kenapa kau malah mengajaknya bermain?” Keluh pria ini setelah mendapatkan pasien miliknya kembali lagi ke rumah sakit.
“Dia yang mau, jadi tentu saja tugasku hanya menerima tawarannya saja.” Ketus Alves sambil bersilang tangan di depan dada.
Pria berkacamata ini pun memperbaiki posisi kacamatanya yang melorot, duduk lagi di kursi sofa dan memulai pembicaraan paling penting dengan Alves yang sama-sama sudah duduk, tapi di seberang persis.
“Bukankah aku sudah bilang padamu, kalau benturan di kepalanya itu membuat pembuluh darah di dalam otaknya sempat pecah.
Aku akui, ini sudah lebih dari satu setengah bulan tepat bersamaan saat dia dirawat di rumah sakit dan mendapatkan perawatan secara intensif. Dan memang, darah di dalam kepalanya sekarang ini sudah berangsur sedikit.
Tapi Alves, yang namanya pasien belum lama sembuh, jangan dipaksakan untuk bekerja.” Jelas sang dokter ini kepada temannya itu.
“Tapi ini kemauan dia, Gaelen. Dia ingin bekerja di bawahku, aku tentu saja hanya menurutinya saja.”
“Menuruti kemauannya tanpa memperdulikan kondisi kesehatannya? Majikan macam apa kau ini?” Sindir Gaelen terhadap Alves.
Alves pun menatap satu pasien yaitu Elly yang kini sedang ada di atas tempat tidur pasien.
“Aku hanya belum terbiasa ada anak buah seorang wanita. Jadi maklumi saja. Akan aku ambil hikmah dari ini.” Sahut Alves, tanpa menatap lawan bicaranya yang sudah malas beradu mulut, karena mau seberapa banyak dirinya mencoba memberitahu, Alves pada akhirnya hanya akan ingat pada dirinya sendiri saja. “Aku tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi lagi.”
“Huh… gampang sekali kalau bicara. Kalau bisa jangan biarkan dia melakukan pekerjaan berat dulu. Dan untuk permasalahan gumpalan darah yang tersisa di dalam otaknya, aku sarankan dia agar lebih aktif untuk menggunakan otaknya ketimbang tenaganya lebih dulu, itu jauh lebih baik.
Kau pasti paham dengan maksudku, kan?” Terang Gaelen.
Di balik dia menegur Alves, dia pun memberikan saran agar Alves jadi lebih memperhatikan Elly yang sekarang jadi anak buah Alves dengan posisi sebagai pelayan?
Gaelen pun sebenarnya tidak percaya kalau Elly lebih memilih menjadi pelayan, ketimbang jadi kekasih Alves langsung.
Tapi karena semua itu tidak ada hubungan dengannya, maka Gaelen pun membiarkan saja soal itu.
Karena di sini, yang paling penting adalah bagaimana caranya pasien miliknya bisa sembuh, itulah tugas dari milik Gaelen sendiri.
“Ya, aku paham.” Setelah mendengar ceramah dari Gaelen, Alves duduk bersandar di kursi sofa sambil memejamkan matanya.
Dia memejamkan matanya itu bukan karena ingin tidur, melainkan untuk mengulas kembali posisi dimana dirinya tiba-tiba kenal dengan Elly ini.
_________________
Flashback On.
Dua bulan yang lalu, dimana malam itu menjadi malam paling meriah untuk dua orang sepasang pengantin yang menjalankan resepsi pernikahannya di salah satu hotel bintang tujuh yang letaknya kebetulan memang ada di tepi pantai.
Sehingga, untuk para tamu undangan, mereka selain dimanjakan oleh pelayanan yang cukup profesional oleh pihak hotel dan penyelenggara, mereka juga di berikan layanan dari pemandangan laut dengan langit malam yang cukup mempesona dan memanjakan mata.
Dan dari ratusan tamu undangan yang di undang, salah satu diantaranya Alves sebagai tamu utama dari acara itu, juga turut hadir.
Tapi tidak seperti harapan kalau Alves akan berdiri dan menyapa seluruh tamu undangan, maka itu hanyalah khayalan belaka, sebab Alves adalah orang yang hanya hadir untuk menunjukkan wajahnya untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya dia akan menyeilnap pergi dan menikmati waktu sendiriannya.
Dan keberadaan dari Alves yang ternyata sedang berada di balkon, langsung di ketahui oleh pihak pengantin wanita yang kebetulan memang sedang mencari udara setelah ikut dalam kerumunan untuk menyapa tamu undangan.
“Padahal aku tidak sedang mencarimu, tapi kelihatannya kita berdua memang harus bertemu di sini.” Sapa Asena. Wanita cantik dengan memakai gaun pengantin berwarna putih ini, sebenarnya adalah mantan tunangan Alves.
Tapi karena satu kesepakatan di antara mereka berdua, maka mereka berdua akhirnya memilih jalannya masing-masing.
Alves yang kebetulan sedang duduk di pagar pembatas dari balkon, langsung melirik pada seorang wanita yang masih mengenakkan gaun pengantin nya.
“Jika kau menghampiriku kesini, kau bisa mendapatkan banyak komentar orang lain.” Kata Alves dengan tatapan dan ekspresi wajah yang cukup dingin itu.
“Maksudmu komentar pengantin wanita menemui mantann tunangannya?” Ledek Asena sambil mengangkat kedua bahunya tanda tidak peduli. “Aku tidak memperdulikan apa pendapat orang lain. Mereka hanya ingin mengakui apa yang hanya mereka dengar dan lihat saja, jadi mau aku menjelaskanya, tidak akan ada gunanya.” Imbuh Asena.
“Jadi ada apa kau mendatangiku? Bukannya urusan kita berdua sudah selesai?” Tanyanya, seraya menyesap cairan berwarna merah yang berada di gelas yang Alves letakkan di samping kakinya.
Mendengar pertanyaan yang terdengar ketus itu, Asena pun jadi tersenyum mencibir.
Karena hubungan diantara mereka berdua satu bulan lalu adalah sepasang kekasih yang sudah bertunangan, tapi hanya sekedar pertunangan palsu saja, Dan hubungan itu sudah berakhir tepat di saat Asena kini sudah menjadi pria lain dengan status paling serius.
"Jangan seperti itu dong. Walaupun kita berdua saat ini sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, tapi kita masih bisa berteman, kan?” Tanya balik Asena dengan nada ragu.
Setiap kali pembicaraan diantara mereka berdua berlangsung, Asena tetap merasakan adanya ketidaknyamanan, dan itu karena Alves yang selalu saja terlihat seperti orang yang dingin.
Pertanyaan itu pun membuat Alves akhirnya menatap lawan bicaranya itu.
Wajah cemas, senyuman tawar, dan tatapan mata yang cukup meragukan adalah untuk seorang yang terlihat takut kepadanya, itulah kesan dari Asena saat ini di mata Alves.
Alves pun menghela nafas dengan pelan, dan berkata : "Ini hari pernikahanmu, kenapa malah memperlihatkanku ekspresi takut kepadaku seperti itu? Memangnya aku akan melakukan apa padamu? Jika kau merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada yang terakhir kali itu, aku akan menganggapnya tidak terjadi apapun.
Jadi jangan berhadapan denganku jika tujuanmu itu hanya ingin memperlihatkan wajah jelekmu padaku." Sindir Alves.
Asena yang mendapatkan sindiran telak seperti itu, langsung tertawa kecil.
Karena dia akhirnya bisa mendapatkan pengakuan kalau sekarang hubungan mereka berdua saat ini bukan lagi mantan tunangan, tapi seorang teman.
"Terima kasih. Ternyata kau memang baik." Puji Asena. "Walaupun sayang sekali aku tidak bisa memilikimu, aku tetap menghargai apa yang sudah kau lakukan padaku selama ini." Tambahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments